(Luk 24: 13-35)
Pasca kematian Yesus membuat situasi hidup para murid
menjadi tidak menentu. Mereka tidak saja merasa takut dan cemas dengan
orang-orang Yahudi yang akan membasmi sisa-sisa pengikuti Yesus. Tetapi para
murid juga menjadi hilang harapan. Mereka seakan tidak percaya bahwa Yesus akan
pergi begitu saja disaat mereka sungguh menaruh harapan besar pada-Nya untuk
membawa mereka kepada keselamatan dan kemerdekaan hidup. Hanya tinggal kenangan
akan semua kata-kata dan perbuatan Yesus. Tetapi semuanya menjadi tidak berarti
tanpa kehadiran Yesus di antara mereka.
Ada dua poin yang ingin saya disampaikan terkait
dengan mispersepsi atau salah paham di satu sisi dan kekurangpahaman atau
ketidakpahaman dari para murid tentang sosok
Yesus dan ajaran-Nya. Pertama terkait dengan masalah salah paham. Para
murid memahami kehadiran Yesus sebagai raja duniawi yang akan membebaskan mereka
dari para penjajah Romawi. Menurut mereka, sesudah menggulingkan kekuasaaan
penjajah, Yesus akan memakai mahkota raja, duduk di atas singgasana kerajaan,
mempunyai banyak menteri, prajurit kerajaan, dan rakyat yang setia. Sebagai
raja duniawi, Yesus akan memberi mereka kesejahteraan secara ekonomi dan
menciptakan stabilitas sosial politik. Namun faktanya bukan demikian. Yesus
malah dituduh sebagai pembelot dan pembangkang dalam agama orang Yahudi.
Ia
akhirnya ditangkap, disiksa, disalibkan, wafat kemudian dikuburkan. Kenyataan
ini yang memupus harapan mereka akan Yesus sebagai penyelamat dunia. Kedua,
masalah kurang atau tidak paham tentang ajaran Yesus. Para murid memang
mengenal dan dekat dengan Yesus secara pribadi. Tetapi mereka belum mampu
memahami dan menghayati setiap sabda yang disampaikan oleh Yesus. Tidak hanya
melalui perumpamaan, tetapi dengan terang benderang, Yesus mengatakan bahwa
pada saatnya Ia akan diserahkan ke dalam tangan penguasa dunia. Ia akan
ditangkap, disesah, disalibkan, dan wafat di Kayu Salib. Tetapi kemudian, Ia
akan bangkit pada hari ketiga.
Dua hal itulah yang menurut saya menjadi sumber
ketakutan, kecemasan, dan hopeless
atau hilang harapan dari para murid. Termasuk dua orang murid yang menjadi
bagian dari kelompok dua belas rasul. Mereka memilih untuk pulang kampung.
Selain untuk mencari keamanan diri tetapi juga mereka mencari harapan lain
untuk sebuah kehidupan. Yesus sekarang hanya tinggal sebuah sejarah. Dan Ia
tidak pernah akan kembali untuk memberi sebuah pengharapan yang baik untuk
mereka. Lebih baik pulang kampung untuk meniti hidup dan sebuah harapan baru.
Tetapi di tengah jalan, tanpa mereka sadari, ada seseorang yang ikut nimbrung
dalam percakapan mereka. Orang itu adalah Yesus tetapi mereka tidak mengenal-Nya.
Yesus dengan panjang lebar menjelaskan isi Kitab Suci dan malah menegor
kelambanan hati mereka karena tidak percaya kepada-Nya. Dua orang murid baru
mengetahui siapa sosok yang berjalan bersama dengan mereka pada saat makan
bersama. Dan mereka mengenal Dia adalah Yesus saat Ia mengambil roti, mengucap
berkat, lalu memecah-mecahkan roti itu dan memberikannya kepada mereka berdua.
Mereka menjadi teringat akan apa yang dilakukan oleh Yesus sebelum peristiwa
kematian itu.
Pengalaman penampakan Yesus setelah peristiwa
kebangkitan yang tidak mereka ketahui itu, seakan melecut kembali keberanian
dan asa mereka yang sempat pupus. Secara spontan, mereka dikuatkan dan
diteguhkan lagi untuk tidak ragu-ragu lagi dengan siapa Yesus sebenarnya. Ia
sungguh telah bangkit dan menampakkan diri-Nya secara langsung di hadapan
mereka. Peristiwa penampakan Yesus terhadap dua orang murid secara kolektif
telah membuat situasia kebatinan para murid menjadi tenang, aman dan damai.
Mereka juga menjadi berani dan tidak takut lagi dengan orang-orang Yahudi. Para
murid semakin percaya dengan Yesus. Harapan untuk ikut diselamatkan menjadi
kian terbuka dan pasti.
Suasana takut, cemas, hilang harapan, turut kita
rasakan dan menjadi perhatian dunia tatkala kita dihadapkan dengan badai Covid
19 atau Corona. Covid 19 mengancam semua sendi kehidupan kita. Banyak orang
yang kehilangan pendapatan atau pekerjaan dan tidak bisa menghidupi
keluarganya, tidak bisa membayar cicilan kredit, dan sebagainya. Interaksi
sosial menjadi terbatas karena orang harus mengikuti protokol kesehatan yang
sudah ditetapkan. Orang seakan dipaksa untuk menyendiri dan menjadi
individualis. Bahkan ruang rohani kita juga menjadi terbatas. Kita tidak lagi
berkumpul bersama-sama di Gereja, basis, dan lingkungan untuk membangun
persekutuan iman. Kita sungguh menepi untuk mencari Tuhan dalam kesendirian.
Paskah yang kita temukan di tempat kita masing-masing, baik di rumah, di tempat
kerja, maupun di tempat tidur tatkala kita sakit adalah paskah yang sungguh
memberi harapan untuk bangkit. Kita tidak sekedar merayakan kebangkitan Tuhan,
tetapi kita merayakan kebangkitan diri kita sendiri untuk tidak takut dan cemas
akan segala bahaya dan penyakit yang mengancam hidup kita termasuk bahaya dari
Covid 19. Kita percaya dalam iman bahwa Kristus yang bangkit dengan jaya akan
selalu menyertai, menguatkan hati kita dan selalu memberi jalan bagi kita agar
kita bisa keluar dari kemelut hidup yang kita rasakan. Amin.
Atanasius KD
Labaona
Tidak ada komentar:
Posting Komentar