Suriah merupakan salah
satu negara di timur tengah yang sementara dilanda perang saudara. Perang
terjadi antara tentara atau kelompok yang pro pemerintah dengan pihak oposisi
yang berseberangan dengan pemerintah. Masalah semakin pelik karena dua negara
adidaya yakni Amerika Serikat dan Rusia turut campur tangan memback up kepentingan dua kelompok
tersebut. Amerika Serikat yang mendukung kelompok oposisi dan Rusia yang
membekingi kelompok pendukung pemerintah. Hampir setiap saat terjadi
konfrontasi senjata antara dua kelompok tersebut yang mengakibatkan lumpuhnya
sendi-sendi kehidupan negara Bashar al-Assad tersebut. Terjadi ketidakstabilan
situasi politik. Secara sosial ekonomi, masyarakat tidak dijamin keamanannya
untuk bekerja. Karena nyawa mereka bisa menjadi taruhan.
Masyarakat hidup
dalam situasi ketakutan dan kegelisaan. Rumah tempat terakhir untuk mencari
perlindungan sudah tidak memberi rasa aman dan nyaman. Setiap saat mereka harus
mendengar suara dentuman bom yang jatuh. Sambil berharap bahwa bom itu tidak jatuh
mengenai rumah mereka. Salah seorang bapak keluarga dari seorang anak yang
masih bayi, menceritakan pengalamannya bagaimana ia harus tetap menciptakan
suasana aman dan damai dalam keluarganya di tengah situasi yang begitu
mencekam. Terutama ia harus memberikan rasa aman dan nyaman secara psikologis
kepada anaknya yang masih balita tersebut. Saat terdengar suara bom yang jatuh,
ia akan berkata kepada bayinya bahwa itu adalah suara petasan. Dan ia bersama
bayinya akan merespon dentuman suara bom dengan tertawa penuh kegembiraan. Ia
harus mengajari anaknya demikian agar anaknya terbiasa dengan suara bom. Lebih
dari itu, anaknya tidak merasa takut. Anaknya merasa nyaman dan damai dengan
suara dentuman bom itu.
Masih dalam
suasana kebangkitan, hari ini Yesus menampakkan dirinya kepada para murid-Nya
setelah menyatakan diri-Nya kepada dua orang Murid dalam perjalanan ke Emaus
(bacaan Injil hari Rabu, 14/4/2020). Rupanya Yesus sangat mengetahui suasana
kebatinan para murid-Nya yang dilanda rasa takut, cemas dan panik. Jadi Ia
harus terus berinisiatif untuk menemui para murid-Nya sehingga mereka menjadi
percaya dan merasa tidak takut lagi dengan situasi saat itu. Peristiwa
penampakan ini menjadi unsur yang penting mengingat tidak ada satu orang murid
pun yang menjadi saksi kunci atau melihat langsung peristiwa kebangkitan Yesus.
Yesus ingin meyakinkan para murid akan apa yang pernah Ia ucapkan dahulu. Atas
apa yang diramalkan para nabi dan tertulis secara rapi dalam Kitab Suci.
Sekarang semua kata-kata dan ramalan itu telah terjadi dan digenapi oleh Yesus
sendiri. Yesus mau para murid-Nya menjadi saksi untuk mewartakan kabar gembira
ini sekaligus menangkis berita hoaks yang disebarkan oleh para loyalis pemimpin
Yahudi bahwa mayat Yesus telah dicuri orang.
Kata-kata pertama yang diucapkan Yesus ketika bertemu
dengan para murid-Nya adalah: “Damai sejahtera bagi kamu.” Yesus sengaja
mengucapkan kata-kata sakti tersebut untuk meredam dan menangkal rasa takut dan
panik yang sementara dialami para murid. Bahkan ketika sudah melihat Yesus,
mereka masih tidak percaya. Mereka mengira Dia adalah hantu. Yesus menyuruh
mereka meraba bekas luka-lukanya. Namun mereka masih belum yakin juga karena
saking senangnya dan takjub melihat Yesus. Oleh karena itu, Yesus meminta
makanan dan mereka memberinya sepotong ikan goreng. Ia langsung memakan ikan
goreng itu di hadapan mereka untuk membuktikan bahwa Ia sungguh-sungguh telah
bangkit dan sekarang telah ada di tengah-tengah mereka.
Tidak dijelaskan
lagi oleh penginjil bagaimana reaksi para murid setelah menyaksikan Yesus makan
ikan goreng tersebut. Penginjil hanya memberi informasi kepada kita bahwa
setelah memakan ikan goreng tersebut, Yesus memberi pencerahan kepada para
murid dengan mengatakan bahwa apa yang tertulis dalam kitab taurat Musa, kitab
para nabi dan dan kitab mazmur telah tergenapi dalam diri-Nya. Melihat situasi
para murid yang begitu senang dan gembira dengan kehadiran Yesus di antara
mereka, kita dapat menarik kesimpulan bahwa para murid sungguh merasa ada
kedamaian dan kenyamanan. Ada secercah harapan yang timbul. Bahwa mereka untuk
sementara saat ini, tidak merasa takut lagi di tengah ancaman para pemimpin
Yahudi.
Saat ini, di
tengah ancaman badai Corona atau Covid 19, sebenarnya yang lebih menakutkan dan
mencemaskan kita adalah tersebarnya atau meluasnya berita-berita yang tidak
benar (hoax) tentang virus corona dan para korban dari virus ini. Kita semua
sungguh terpapar dari berita-berita itu. Emosi kita menjadi tidak terkontrol.
Ada kata-kata hujatan dan hinaan menghiasi media sosial kita. Di dunia nyata,
kita melihat dan mendengar berbagai reaksi penolakan dari masyarakat manakala
mengetahui ada sesama mereka yang baru datang dari luar daerah. Padahal belum
tentu mereka terpapar virus ini. Dan masih banyak peristiwa miris yang kita
“nikmati” pada hari-hari belakangan ini. Kita sungguh tidak merasa aman dan
damai. Nilai-nilai kemanusiaan kita telah berada pada level terendah manakala
orang tidak lagi menghormati dan menghargai satu sama lain sebagai makhluk
ciptaan Tuhan.
Peristiwa
penampakan Yesus yang membawa rasa damai bagi para murid pada hari ini, sungguh
merefleksikan suatu pengalaman baru bagi kita semua. Bahwa di tengah ancaman
badai virus Corona, yang dibutuhkan dari kita adalah sikap tenang, tidak takut
dan tidak panik. Kita juga diharapkan tidak mudah terprovokasi dengan
berita-berita yang tidak benar. Tidak boleh main hakim sendiri. Atau memvonis
sesuatu tanpa mengetahui keakuratan berita tersebut. Kita juga harus saling
bekerja sama, bergandengan tangan untuk melawan virus ini dengan selalu
mengikuti setiap protokol kesehatan yang sudah ditetapkan oleh pemerintah.
Peristiwa penampakan Tuhan mengindikasikan bahwa Tuhan tidak pernah membiarkan
kita terus larut dalam ketakutan dan kecemasan. Ia senantiasa hadir dan memberi
keyakinan bahwa badai ini pasti berlalu. Akan tiba saatnya kita merasakan
kedamaian karena kita mampu melewati saat-saat kritis ini dengan baik. Amin.
Atanasius
KD Labaona
Tidak ada komentar:
Posting Komentar