MENJADI TANAH YANG BAIK SEKALIGUS PENABUR YANG
HANDAL (Mrk 4: 1 – 20)
Hari ini
Gereja Katolik sejagat merayakan pesta St. Joseph Freinademetz. Joseph
Freinademetz dilahirkan dalam sebuah keluarga Katolik yang saleh pada tanggal
15 April 1852 di Oies, Tyrol, di daerah
pegunungan Alpen, sebelah utaraa Italia. Ia ditahbiskan menjadi seorang imam
projo pada tanggal 25 Juli 1875 di kota
Brixen. Kemudian Pater Josep menggabungkan diri dengan Serikat Sabda Allah
karena keinginannya yang kuat untuk menjadi seorang misionaris. Pada tanggala
15 Maret 1879, Pater Josep bersama dengan Pater Yohanes Baptis Anzer, berangkat
ke tanah misi di Cina. Perjalanan mereka
tempuh selama lima minggu. Pater Josep kemudian ditempatkan di Propinsi
Shantung. Di sana ia bekerja bersama bruder Antonio, seorang biarawan
Fransiskan dari Italia.
Kemahiran
Pater Josep dalam berbahasa Tionghoa sungguh membantunya dalam pergaulan dengan
umat setempat. Ia dengan cepat dapat menyesuaikan diri dengan kebiasaan umat di
Shantung. Kepribadiannya yang menarik, sifatnya yang rendah hati, rajin,
sederhana dan berkemauan keras membuat dia sangat dicintai oleh umatnya.
Semuanya itu sungguh memudahkan dia dalam karya pewartaannya. Ia dengan tekun
mengunjungi desa-desa untuk mewartakan Injil dan melayani sakramen. Kepadanya
selalu diberitahu agar berhati-hati terhadap segala bahaya. Tetapi ia tidak
gentar sedikit pun karena ia yakin bahwa Tuhan senantiasa menyertainya. Pater
Josep membaktikan seluruh hidupnya bagi misi di Cina dan untuk orang-orang yang
dilayaninya tanpa pernah kembali untuk melihat tanah kelahirannya. Setelah
berkarya selama 18 tahun, secara tiba-tiba ia terserang penyakit TBC dan Typhus
yang mengakibatkan kematiannya pada tanggal 28 Januari 1908. Joseph
Freinademetz SVD bersama sahabatnya Arnoldus Jansen SVD dibeatifikasi oleh Paus
Paulus VI pada tanggal 19 Oktober 1975
dan dikanonisasi pada tanggal 5 Oktober 2003 oleh Paus Yohanes Paulus
II.
Dalam
bacaan yang barusan diperdengarkan kepada kita, Penginjil Markus berkisah tentang Yesus yang mengajar banyak
orang dengan menggunakan perumpaan. Dan perumpamaan yang digunakan oleh Yesus
adalah perumpaan tentang seorang penabur. Penabur adalah orang yang melakukan pekerjaan menabur. Kegiatan menabur berkaitan dengan bidang pertanian; menabur benih
tumbuhan di ladang pesemaian.Yesus memang sengaja mengajar dengan menggunakan
perumpamaan. Maksudnya agar orang lebih mudah paham dengan bahan ajar yang ia
tawarkan atau berikan. Dan kata penabur sebagai materi dasar ajarannya
merupakan sebuah istilah yang sangat familiar, tidak asing lagi bagi masyarakat
Yahudi di kala itu. Dalam struktur masyarakat Yahudi, pekerjaan bertani
merupakan pekerjaan yang umumnya dilakukan pada masa itu. Sehingga tidak heran
Yesus menggunakan istilah penabur yang merupakan pekerjaan pokok seorang
petani.
Jika kita perhatikan cermat, ada
tiga kata kunci yang digunakan Yesus dalam menyampaikan perumpamaan-Nya.
Pertama, kata penabur. Yesus
mengumpamakan diri-Nya seperti seorang penabur, yang sementara melakukan
pekerjaan menabur benih. Kedua, kata benih.
Benih yang dimaksudkan adalah Sabda Allah sendiri. Yesus sebagai representasi
diri Allah sedang membawa misi khusus dari Bapa-Nya di sorga untuk mewartakan
kabar gembira kepada semua umat manusia. Yesus tidak membeda-bedakan jenis
kelompok manusia mana yang berhak menerima warta Allah. Sabda Allah diberikan adalah secara cuma-cuma, ditaburkan secara
gratis. Ketiga, tanah, tempat benih itu jatuh dan tumbuh. Tanah
melambangkan pribadi manusia yang akan menerima Sabda Allah. Pokok persoalannya adalah apakah umat
manusia bersedia menerima Sabda Allah tersebut atau tidak. Semuanya kembali kepada kehendak bebas
manusia untuk menentukan pilihan. Mau menerima atau menolak sabda Allah yang
diberikan.
Selanjutnya dalam cerita perumpamaan
itu, ada empat zona atau wilayah yang menjadi tempat benih itu jatuh dan
tumbuh. Ada sebagian benih yang jatuh di pinggir jalan, tetapi langsung dimakan
oleh burung. Ada juga benih yang jatuh di daerah yang berbatu-batu. Benih itu
sempat tumbuh. Tetapi tidak bertahan lama. Ketika matahari muncul, benih itu
langsung layu dan menjadj kering karena tidak berakar. Ada benih yang lain
jatuh di tengah semak berduri. Benih itu tumbuh dan berkembang bersama-sama
dengan semak. Pada akhirnya, semak itu menghimpitnya sampai mati. Benih yang
terakhir ini jatuh di tanah yan baik. Ia kemudian tumbuh dengan subur dan
menghasilkan buah yang berlimpah.
Dari empat zona yang menjadi tempat
jatuhnya benih, ada tiga zona yang tanahnya jelek; yakni zona pinggir jalan,
tanah yang berbatu-batu, dan di tengah semak berduri. Hanya satu zona yang
baik, yang menjadi posisi strategis tumbuh kembangnya benih. Tiga zona yang
jelek merupakan makna simbolik dari tiga jenis pribadi yang telah menerima
Sabda Allah. Namun tidak bertahan karena adanya tantangan atau masalah yang
dihadapi. Tantangan-tantangan itu dapat dijelaskan sebagai berikut: Tantangan
pertama, ada tipe manusia yang hanya mengandalkan rasio atau akal dalam
hidupnya. Ia tidak mudah percaya akan hal-hal yang bersifaf irasional, termasuk
di dalamnya soal iman. Bisa jadi ia seorang yang beragama. Tetapi ia tidak
sungguh-sungguh menjalankan perintah atau ajaran agamanya karena memang ia
tidak percaya. Orang yang kurang atau tidak percaya akan Allah cenderung
menjadi pribadi yang apatis, malas, indiferent atau tidak mau tahu dengan
situasi di sekelilingnya. Kedua, ada pribadi manusia yang bercorak
materialisme. Ia sungguh mengagungkan materi dalam hidupnya. Memang hidup itu
butuh materi. Tetapi materi bukan segala-galanya dalam hidup. Orang dengan tipe
seperti ini gampang terbawa arus konsumtif dan hidup penuh kemewahan. Baginya,
iman akan Tuhan itu tidak penting. Ketiga, ada juga pribadi manusia yang sangat
mendewakan hidup penuh kenikmatan dan kesenangan (hedonisme). Orang-orang
dengan corak hedonis adalah pribadi-pribadi yang suka pesta pora, berjudi, dan
sebagainya.
Hidup mereka tidak akan terikat dengan Sabda Allah karena
mereka sudah menciptakan allah lain dalam prinsip hidup yang mereka jalani.
Inilah tantangan-tantangan yang dialami dan dihidupi oleh manusia-manusia era
ini. Sadar atau tidak, inilah gambaran realitas sosial yang terjadi di sekitar
kita. Banyak orang Katolik yang sudah tidak menjadi Katolik dalam hidup mereka
sehari-hari.
Para murid Yesus telah menjadi
kelompok pendengar setia dari setiap sabda yang disampaikan oleh Yesus. Para
murid dalam hal ini telah menyiapkan ladang hati mereka dengan baik untuk
menerima warta sabda Allah. Tidak hanya itu saja, para murid juga sementara
disiapkan untuk menjadi penabur yang baik. Mereka tidak saja menjadi “tanahyang subur” bagi benih yang jatuh tetapi harus menjadi penabur yang handal
dalam segala medan laga penuh tantangan dan cobaan. Semangat seorang penabur
yang diperankan oleh Yesus sendiri secara perlahan-lahan mulai diwariskan kepada
para murid. Keikutsertaan para murid dalam setiap peristiwa atau warta
keselamatan menjadi proses pembelajaran sekaligus masa training bagi mereka
menjadi seorang penabur pasca Yesus meninggalkan dunia.
Bagaimana
dengan kita para murid di zaman ini. Kita hendaknya meneladani semangat para
rasul yang dengan setia dan total telah menyiapkan ladang hati mereka sebagai
tempat bertumbuhnya benih Sabda Allah. Semoga benih yang jatuh dalam pribadi
kita adalah beni yang jatuh di tanah yang berhumus dan bukannya benih yang
nyasar di pinggir jalan, tanah berbatu-batu, dan semak berduri. Kita semua
telah diberi anugerah khusus oleh sakramen pembaptisan yang memampukan kita
untuk menjadi seorang pewarta yang handal. St. Josep Freinademetz telah
menginspirasi kita untuk bisa menjadi seorang penabur yang mumpuni. Seorang
penabur yang tidak pernah takut akan segala bahaya dan tantangan yang datang.
Dan yang paling utama, seorang penabur harus menjaga integritas dirinya agar
selalu siap sedia menjaga ladang pesemainnya. Semoga kita mampu menjadi tanah
yang baik sekaligus penabur yang handal dalam menyebarkan benih sabda Allah di
tengah-tengah dunia.
MATERI PENYIARAN DI RUMAH SAKIT BUKIT LEWOLEBA
Lewoleba, Rabu,
29
Januari
2020
Tidak ada komentar:
Posting Komentar