Senin, 17 Februari 2020

MENGHIDUPI NILAI KERENDAHAN HATI DAN KESABARAN



 (Mrk 8: 22-26)
 
Pada awal kelas filsafat di sebuah unversitas, profesor berdiri dengan beberapa item yang terlihat aneh di mejanya. Sebuah stoples mayonaisse kosong, beberapa batu, kerikil dan pasir. Mahasiswa memandang benda-benda tersebut dengan penasaran. Mereka bertanya-tanya, apa yang ingin profesor itu lakukan. Mereka mencoba untuk menebak demonstrasi apa yang akan terjadi. Tanpa mengucapkan sepatah kata pun, profesor mulai meletakkan batu-batu kecil ke dalam stoples mayonaisse satu persatu. Para mahasiswa pun bingung, namun profesor tidak memberikan penjelasan terlebih dahulu. Setelah batu-batu itu sampai ke leher stoples, sang profesor berbicara untuk pertama kalinya hari itu.

Dia bertanya kepada para mahasiswa apakah mereka pikir stoples itu sudah penuh. Para mahasiswa sepakat bahwa stoples tersebut sudah penuh. Profesor itu lalu mengambil kerikil di atas meja dan perlahan menuangkan kerikil tersebut ke dalam stoples.  Kerikil kecil tersebut menemukan celah di antara batu-batu besar. Profesor itu kemudian dengan perlahan mengguncangkan stoples tersebut untuk memungkinkan kerikil menetap pada celah yang terdapat di dalamnya. Ia kemudian kembali bertanya kepada mahasiswa apakah stoples itu sudah penuh. Dan mahasiswa kembali sepakat bahwa stoples tersebut sudah penuh.

https://penerang1.blogspot.com/2020/02/kamu-akan-kujadikan-sebagai-penjala.html

            Para mahasiswa sekarang tahu apa yang akan sang profesor lakukan selanjutnya. Tetapi mereka masih tidak mengerti mengapa profesor melakukannya. Profesor itu mengambil pasir  dan menuangkannya ke dalam stoples mayonaisse. Pasir, seperti yang diharapkan, mengisi setiap ruang yang tersisa dalam stoples. Untuk terakhir kalinya, profesor kembali bertanya kepada para mahasiswanya; apakah stoples itu sudah penuh. Dan jawabannya adalah sekali lagi: Ya. Profesor itu kemudian menjelaskan bahwa stoples mayonaisse adalah analogi untuk sebuah kehidupan manusia. Dia menyamakan batu dengan hal paling penting dalam hidup, yakni pendidikan, kesehatan, pasangan kita, anak-anak kita, dan semua hal yang membuat hidup menjadi bernilai.

Dia kemudian membandingkan kerikil untuk hal-hal yang membuat hidup kita nyaman, seperti pekerjaan, rumah dan mobil. Akhirnya, ia menjelaskan pasir adalah hal-hal kecil yang tidak terlalu penting di dalam hidup kita. Sang profesor menjelaskan bahwa menempatkan pasir terlebih dahulu di stoples akan menyebabkan tidak ada ruang untuk batu dan kerikil. Demikian pula, mengacaukan hidup kita dengan hal-hal kecil akan menyebabkan kita tidak memiliki ruang untuk hal-hal besar yang benar-benar berharga dalam kehidupan kita (Majalah Catholic Life, hal. 2).

            Hari ini Penginjil Markus mengisahkan sebuah kisah inspiratif yakni penyembuhan orang buta di daerah Betsaida. Ketika Yesus sampai di daerah Betsaida, orang membawa seorang buta kepada Yesus. Kalau kita perhatikan, Yesus tidak langsung menyembuhkan si buta. Tindakan pertama yang dilakukan Yesus adalah membawa orang buta itu ke luar kampung. Kemudian Ia meludahi dan meletakkan tangannya ke mata orang buta itu. Namun, orang buta itu belum melihat segala sesuatu dengan sempurna. Obyek yang dilihatnya masih kabur. Sekali lagi Yesus meletakkan tangan-Nya di mata orang itu.

Akhirnya mata orang buta itu menjadi sembuh dan ia dapat melihat dengan jelas. Dari kisah Injil ini, ada tiga hal yang dapat kita tangkap. Pertama, Yesus selalu menolong orang yang datang kepada-Nya. Kedua, penyembuhan itu membutuhkan proses. Tidak sekali jadi. Ketiga, manusia itu bukan sebuah pulau yang hidup sendiri. Ia hidup di atas bumi bersama orang lain. Dan manusia tidak dapat hidup tanpa orang lain. Ia membutuhkan orang lain agar bisa eksis dalam kehidupannya.


https://penerang1.blogspot.com/2020/02/kamu-adalah-terang-dunia.html
        Mukjizat itu anugerah dan karunia ilahi yang mengalir keluar dari kemurahan hati Allah. Banyak mukjizat dan keajaiban akan selalu terjadi di dalam kehidupan setiap orang sejauh orang itu rendah hati dan sadar akan kerapuhan diri serta memiliki iman yang kokoh bahwa Allah sanggup melakukan apa saja yang dikehendaki-Nya. Si buta dan orang yang menghantarnya kepada Yesus, sangat percaya dengan sungguh-sungguh bahwa Yesus pasti menyembuhkan orang buta tersebut. Kalau mereka tidak percaya tentu mereka tidak akan pergi kepada Yesus. Orang buta juga memiliki sikap yang rendah hati. Ia sadar dengan kerapuhan dan kelemahannya yang dimilikinya. Walaupun proses penyembuhan itu tidak sekali jadi, ia tetap sabar sambil mengharapkan belas kasih dari Allah melalui Yesus. Orang yang menghantar si buta kepada Yesus menyiratkan pesan bahwa keselamatan itu tidak dapat kita peroleh melalui usaha kita sendiri. Orang lain bisa menjadi mediator yang membawa kita kepada keselamatan.
           
Ibarat stoples mayonaisse yang akan diisi dengan batu, kerikil dan pasir. Begitu juga dengan gambaran tabung kehidupan kita. Kita harus mengisinya dengan batu terlebih dahulu. Kemudian baru menambahkan kerikil dan pasir. Batu-batu yang diisi adalah nilai-nilai penting seperti nilai kerendahan hati, nilai kesabaran, dan nilai keimanan yang kokoh akan Allah. Dengan demikian, kita tidak pernah ragu dengan mukjizat Allah yang senantiasa terjadi dalam kehidupan kita. Kita juga harus terbuka terhadap orang lain di sekitar kita. Karena bisa saja, Allah sementara menjadikan mereka sebagai alat-Nya untuk menyampaikan mukjizat-Nya kepada kita. Mari kita isi tabung kehidupan kita dengan nilai kerendahan hati, kesabaran, dan keimanan yang kokoh. Semoga. Tuhan memberkati.

Atanasius KD Labaona
           

Tidak ada komentar:

Posting Komentar