Rabu, 05 Februari 2020

MENAMBAL FONDASI IMAN


MENAMBAL FONDASI IMAN (Mrk 6: 1-6)

Hari ini kita memperingati pesta Santa Agatha. Seorang gadis kristen bernama Agatha hidup di Sisilia, Italia pada abad ketiga. Gubernur Romawi kafir mendengar kabar tentang kecantikan Agatha dan menyuruh orang untuk membawa gadis itu ke istana untuk dijadikan sebagai istrinya. Tapi Agatha menolak perintah sang gubernur karena ia ingin mempersembahkan hidupnya bagi Yesus. Penolakan Agatha membuat sang gubernur marah. Ia menangkap Agatha lalu mengirimnya kepada seorang mucikari untuk dijadikan sebagai wanita penghibur. Tetapi sekali lagi sang gubernur menjadi kecewa. Agatha berserah diri sepenuhnya ke dalam lindungan Tuhan dan ia berdoa sepanjang waktu. Walau disekap dalam rumah pelacuran namun ia dapat menjaga kesucian dirinya. Ia dapat menghindar dari semua tipu daya dan bujukan jahat mucikari tersebut. Setelah sebulan berlalu, Agatha dibawa kembali kepada gubernur. Sekali lagi gubernur membujuknya. “Engkau seorang wanita terhormat,” katanya dengan lembut. “Mengapa engkau merendahkan dirimu sendiri dengan menjadi seorang Kristen?” “Meskipun aku seorang terhormat, aku ini seorang hamba di hadapan Yesus Kristus,” jawab Agatha. “Jika demikian, apa sesungguhnya arti dari menjadi terhormat?” tanya gubernur. Agatha menjawab: “Melayani Tuhan.” Ketika gubernur tahu bahwa Agatha tidak akan mau berbuat dosa, ia menjadi sangat murka. Ia menyuruh orang mencambuk serta menyiksa Agatha. Siksaan yang dialami Agatha sangat mengerikan. Setelah tak henti-hentinya dicambuk, sang gubernur kemudian memerintahkan para pengawalnya untuk memotong kedua payudara Agatha dan meletakkannya di atas sebuah piring. Ada legenda pada jemaat kristen perdana mengatakan bahwa pada malam hari setelah payudara Agatha dipotong, St. Petrus dan seorang malaikat Tuhan datang mengunjunginya dalam penjara. Mereka menghiburnya dan memulihkan kembali kedua payudaranya. Agatha wafat sebagai martir di Catania, Sisilia, pada tahun 250. Sta. Agatha dihormati sebagai pelindung para wanita penderita penyakir kanker payuradara. Banyak doa mohon penyembuhan yang terkabul dengan perantaraan martir suci ini.

Injil hari ini menampilkan bagaimana Yesus ditolak di kampung halaman-Nya sendiri. Dikisahkan bahwa Tuhan Yesus mengadakan perjalanan hingga tiba di kampung halamannya yaitu di Nazaret. Dia menjumpai ibu-Nya, melihat rumah tinggal-Nya. Pada hari Sabat, Ia masuk ke dalam rumah ibadat dan berlaku sebagai seorang rabi yang berkuasa dan berwibawa. Ia mengajar di dalam rumah ibadat dan semua orang takjub kepada-Nya. Perasaan takjub itu bukanlah menyenangkan hati Tuhan Yesus. Jemaat yang besar itu justru bersikap skeptis dan mempertanyakan kuasa-Nya, karena mereka mengenal Yesus dan latar belakang-Nya.

Inilah pertanyaan-pertanyaan skeptis, ungkapan ketidakpercayaan mereka kepada Yesus: “Dari mana diperoleh-Nya semunya itu? Hikmat apa pulakah yang diberikan kepada-Nya? Dan mukjizat-mukjizat yang demikian bagaimanakah dapat diadakan oleh tangan-Nya? Bukankah Ia ini tukang kayu, anak Maria, saudara Yakobus, Yoses, Yudas dan Simon? Dan bukankah saudara-saudara-Nya yang perempuan ada bersama kita?” (Mrk 6:2-3). Karena mereka tidak percaya sehingga hanya memandang Yesus sebagaimana adanya maka mereka kecewa dan menolaknya. Orang-orang yang menolak Yesus adalah orang-orang Nazaret, tempat Ia dibesarkan. Reaksi Yesus adalah Ia merasa heran dengan orang-orang sekampung halaman-Nya yang hanya melihat Yesus dengan mata manusiawi dan tidak percaya kepada-Nya. Karena itu Ia berkata: “Seorang nabi dihormati dimana-mana kecuali di tempat asalnya sendiri, di antara kaum keluarganya dan di rumahnya” (Mrk 6:4). Yesus menunjukkan kuasa Allah dan kasih-Nya kepada orang-orang di desa yang lain yang menerima dan percaya kepada-Nya.

Saya melihat ada dua sikap berbeda yang ditampilkan oleh para tokoh dalam bacaan Injil ini. Pertama, sikap negatif yang ditunjukkan oleh orang-orang sekampung Yesus. Mereka menjadi pribadi-pribadi yang arogan, iri hati, penuh dengki dan amarah terhadap Yesus. Mereka tidak bisa mengapresiasi kharisma ilahi yang dimiliki oleh Yesus untuk menyelamatkan banyak orang. Kedua, sikap positif yang ditunjukkan oleh Yesus berhadapan dengan orang-orang Nazaret. Yesus tetap tenang, walaupun mungkin dalam hati berkecamuk perasaan jengkel dan tidak suka. Yesus tidak reaktif menanggapi sikap mereka. Ia terus bergerak mewartakan kasih Allah ke desa-desa lain di sekitarnya.

Berangkat dari dua sikap di atas, ada dua pesan Injil yang bisa kita refleksikan pada kesempatan ini. Pertama, kita belajar menjadi pribadi yang bisa menerima dan menghargai segala berkat yang kita terima dari kehidupan kita ini. Sebenarnya, tanpa kita sadari ada banyak hal positif yang kita alami dalam kehidupan ini. Kita belajar untuk semakin peka menyadarinya. Termasuk di dalamnya, kita memberi apreasi kepada orang-orang yang dipakai oleh Tuhan sendiri untuk membawa berkat dalam hidup kita. Kedua, ada banyak tantangan atau halangan yang kita hadapi sebagai seorang murid Yesus. Terutama ketika kita hendak memperjuangkan nilai-nilai universal seperti keadilan, kejujuran, kebenaran, kesetiaan, dan sebagainya. Ada banyak orang yang mungkin tidak merasa nyaman dengan spirit hidup yang kita bawa. Seperti Yesus, kita tetap tenang dan tidak merasa takut untuk tetap mewartakan nilai-nilai itu dalam hidup dan perjuangan kita sehari-hari. Kita percaya bahwa Tuhan akan selalu ada dan menyertai setiap langkah hidup kita.

Satu pertanyaan yang mau diungkapkan oleh Penginjil Markus bagi kita semua pada hari ini adalah apakah kita sungguh-sungguh percaya dan mengimani Yesus sebagai Tuhan kita? Kalau kita percaya dan mengimani-Nya maka hidup kita harus sungguh-sungguh kristiani. Artinya kita menjadi serupa dengan Yesus dalam segala hal. Tantangan bagi kita adalah cepat merasa puas sebagai pengikut Kristus. Kita hanya bisa mengikuti-Nya  tetapi tidak mampu menyerupai-Nya. Mengapa demikian? Karena kita belum sepenuhnya percaya kepada Yesus. Tuhan Yesus merasa heran karena ketidakpercayaan orang-orang sekampung halaman-Nya. Tuhan Yesus juga merasa heran karena ketidakpercayaan orang-orang yang mengakui dirinya kristiani tetapi hidupnya tidak kristiani. Mereka hanya kristiani dalam KTP saja. Mereka sebenarnya tidak percaya, selalu mempertanyakan siapakah Yesus di dalam hidup mereka, selalu kecewa ketika doa dan permohonan tidak dikabulkan Tuhan padahal Yesus adalah satu-satu-Nya Pengantara kepada Bapa di sorga.

Semoga kita dapat memperbaiki dan menambal fondasi iman kita yang telah retak oleh karena sikap pesimis dan skeptis kita akan karya Allah yang senantiasa bekerja dalam hidup kita. Semoga kita semakin percaya dengan menjadi pribadi yang semakin peka, tahu mengucap syukur atas segala berkat yang kita terima. Dan kita juga dapat menjadi pribadi yang matang secara spiritual, tidak gampang menyerah dan putus asa manakala menghadapi tantangan yang mengancam hidup iman kita. Semoga.


MATERI PENYIARAN DI RUMAH SAKIT BUKIT LEWOLEBA
Lewoleba, Rabu, 05 Februari 2020

Tidak ada komentar:

Posting Komentar