Luk 12:49-53
Pandangan tentang Yesus berbeda-beda di antara
manusia. Bukan saja ketika Yesus sudah dewasa dan menjalankan misi keselamatan
pasca dibaptis Yahanes di sungai Yordan, tetapi sudah sejak awal mula ketika Ia
lahir ke dunia ini. Sepanjang hidup dan karya-Nya, bahkan hingga dewasa ini dan
setrusnya, Yesus yang satu dan sama dipahami secara berbeda.
Perbendaan pandangan itu melahirkan sikap yang
berbeda pula. Herodes, misalnya memandang kelahiran Yesus sebagai mimpi buruk. Ia
merasa ada saingan baru yang membahayakan kedudukannya. Maka melalui orang
Majus, ia sangat berharap mendapatkan keterangan tentang posisi bayi Yesus agar
ia dapat membunuh-Nya (Mat 2:7-16).
Demikian pula selama Ia menjalankan karya-Nya
di dunia ini, beragam pendapat dan sikap, juga di antara sanak keluarga-Nya
sendiri (Mrk 3:21; Yoh 7:5) menjadi suatu kenyataan yang tidak dapat
dipungkiri. Banyak yang menerima dan mengakui-Nya sebagai Mesias, namun tidak
sedikit pula yang membenci, menolak dan kemudian membunuh-Nya.
Dalam Injil Luk 12:49-53 kita menemukan
pengakuan Yesus sendiri terhadap kehadiran-Nya yang membawa pertentangan di
tengah dunia ini. Oleh baptisan yang diteriman-Nya, yang berarti penenggelaman
diri-Nya ke dalam misi keselamatan, suatu pandangan yang menimbulkan aneka
ragam perasaan karena penderitaan dikaitkan dengan baptisan itu - Mrk 10:38-39
- (Tafsir Alkitab PB, 139), Yesus mendatangkan pandangan dan sikap yang berbeda
terhadap-Nya dan menjadi pertentangan yang hebat.
Yesus menunjuk kenyataan itu dengan
kata-kata-Nya: “Kamu menyangka, bahwa Aku datang untuk membawa damai di atas
bumi? Bukan, kata-Ku kepadamu, bukan damai, melainkan pertentangan” (Luk
12:51).
Pertentangan itu tidaklah jauh-jauh.
Pertentangan itu nyata terjadi di tengah keluarga. Tiga dari lima anggota
keluarga yang menerima Dia dilawan oleh dua yang lain yang menolak-Nya. Ayah
melawan putranya dan putra melawan ayahnya, ibu melawan anaknya perempuan, dan
anak perempuan melawan ibunya, ibu mertua melawan menantunya perempuan dan
menantu perempuan melawan ibu mertuanya. (Luk 12:52-53). Pertentanga itu
berlangsung selamanya karena keyakinan yang berbeda terhadap Yesus.
Yesus dengan jelas dan terang berbicara
tentang pertentangan di dalam keluarga sebagai konsekuenasi dari kedatangan-Nya
ke dunia agar semua orang yang mengambil bagian dalam iman rasuli menyadari
realitas ini. Lebih dari itu, agar semua orang beriman teguh berdiri dalam keyakinan;
tidak goyah, tidak oleng, dan tidak membiarkan diri ditaklukkan oleh kebatilan.
Yesus sendiri telah melemparkan api ke bumi. Ia
dipercayakan Bapa-Nya untuk menyalakan api di bumi. Api itu adalah lambang Roh
Kudus (Kis 2:3-4) dan Yesus berharap api itu telah menyala (Luk 12:49) di dalam
hati setiap orang yang menerima Dia. Kita ingat, dalam pembaptisan, Api Roh
Kudus itu diterima dan secara simbolik dinyatakan dalam lilin yang dinyalakan.
Api itulah yang menjaga iman semua orang beriman agar tetap bernyala.
Membiarkan diri terus-menerus dibakar oleh Api
Roh Kudus berarti sadar akan realitas dan menerima dengan penuh sukacita bahwa
kebenaran yang dibawa oleh Yesus sungguh melahirkan pertentangan, juga
penderitaan yang tidak sedikit karena pertentangan itu. Roh Api cinta kasih itu
menengadakan pandangan kita kepada Dia yang lebih dahulu mengalami penderitaan
karenan kebenaran yang dibawa-Nya dan dengan begitu meneguhkan kita untuk tetap
kokoh berdiri dan bertahan hingga akhir, seperti yang telah Ia tunjukkan hingga
kematian-Nya di salib.
Masing-masing kita mengalami penghakiman
ketika setiap dari kita memilih atau menolak Dia. Bukan hanya memilih. Setiap
orang yang setia pada pilihannya sampai mati akan menerima mahkota kemenangan, seperti
Yesus menerima mahkota kemuliaan oleh karena kesetiaan pada kehendak Bapa-Nya
sampai mati. Menolak Dia berarti menjatuhkan penghakiman atas diri kita sendiri
sebagai bagian orang yang berada di luar keselamatan yang dibawa oleh-Nya.
Kita sudah menentukan pilihan kita ketika kita
memberi diri dibaptis. Namun acapkali kita kurang menunjukkan iman kita dalam
keseharian kita, terutama di tengah situasi hidup yang menantang, penuh risiko
dan penderitaan. Kita mudah mengalah terhadap kebatilan dan kompromistis
terhadap tekanan.
Refleksi ini kiranya membantu kita untuk
menyadari kenyataan ini dan membuat kita tergerak untuk bangun kembali dari
keterpurukan kita dan memberikan diri dibakar oleh Api Roh Cinta kasih. Dengan
demikian iman kita bermekaran kembali dan mendatangkan buahnya yang nyata dalam
hidup kita. Oleh Api Roh itu kita pasti akan tetap setia kepada Yesus sampai
akhir, meskipun hidup kita tidak terlepas dari pertentangan, penolakan dan
penderitaan. ***Apol***
Tidak ada komentar:
Posting Komentar