Selasa, 03 November 2020

MENJADI PRIBADI YANG OTENTIK

(Luk 14: 25-34)

Baru-baru ini, ketua lingkungan di komunitas saya berada mengeluhkan partisipasi yang lemah dari anggota lingkungan terhadap berbagai kegiatan yang diadakan baik di tingkat lingkungan maupun paroki. Banyak anggota lingkungan yang tidak proaktif, masa bodoh dan tidak mau tahu. Entah itu menyangkut kegiatan doa bersama, latihan koor, kerja bakti, pertemuan bersama dan pelbagai kegiatan sosial keagamaaan lainnya. Banyak alasan yang disodorkan oleh mereka untuk mengelak dan mencari pembenaran. Mulai dari alasan keluarga, sibuk dengan urusan rumah tangga sampai dengan urusan pekerjaan dan rutinitas di luar rumah yang tidak bisa ditinggalkan. Tentu saja hal ini bisa diterima akal sehat. Yang menjadi masalah adalah alasan-alasan ini menjadi alasan klise dan klasik bagi anggota lingkungan untuk tidak mau terlibat.

 

Dalam bacaan Injil (Luk 14:25-34) yang diperdengarkan kepada kita, Yesus menyampaikan tiga halangan besar bagi orang-orang yang hendak mengikuti-Nya. Pertama, keterikatan kepada keluarga. “Jikalau seorang datang kepada-Ku dan ia tidak membenci bapanya, ibunya, isterinya, anak-anaknya, saudara-saudaranya laki-laki atau perempuan, bahkan nyawanya sendiri, ia tidak dapat menjadi murid-Ku (Luk 14:26). Kedua, ketidakberanian untuk memikul salib. “Barangsiapa tidak memikul salibnya dan mengikuti Aku, ia tidak dapat menjadi murid-Ku (Luk 14:27). Ketiga, kelekatan kepada barang atau hal-hal duniawi. “Demikian pulalah tiap-tiap orang di antara kamu, yang tidak melepaskan dirinya dari segala miliknya, tidak dapat menjadi murid-Ku (Luk 14:33).

 

Ungkapan membenci keluarga sendiri seperti yang disampaikan oleh Yesus tidak bisa ditafsir secara lurus. Yesus sebenarnya tidak menghendaki orang untuk membenci anggota keluarnya. Sangat naif dan konyol apabila kita melakukan hal demikian. Yang ditekankan oleh Yesus adalah kepentingan Tuhan jauh lebih tinggi, melebihi segala kepentingan privasi kita. Kita boleh fokus dengan urusan keluarga tetapi jangan sampai meniadakan waktu untuk Tuhan. Kita harus membebaskan diri dari segala keterikatan dengan keluarga agar kita bisa memiliki waktu untuk melayani Tuhan dengan sepenuh hati. Tidak dengan setengah hati.

Banyak orang Katolik yang mengaku dirinya Katolik tetapi tidak menghidupi identitas kekatolikan di dalam dirinya. Agama Katolik hanya sekedar warisan dari nenek moyang. Tidak lebih dari itu. Agama Katolik hanya tertera dalam KTP (Kartu Tanda Penduduk). Sekedar formalitas belaka. Banyak orang Katolik yang tidak berani mengakui identitas kekatolikan di depan publik. Bahkan itu hanya berupa membuat tanda salib. Banyak orang Katolik takut menerima beban kalau identitasnya sebagai orang Katolik terungkap atau diketahui. Mereka takut mendapat tantangan atau kesulitan dalam hidupnya. Takut dihina, takut dicemooh, takut dianiaya, takut tidak mendapat pekerjaan dan penghidupan yang layak, takut tidak mendapatkan jabatan atau kekuasaan. Banyak orang Katolik yang berubah menjadi pribadi yang pragmatis dan oportunis. Atau dalam bahasa awam dikenal dengan istilah “cukup bermain aman saja.” Selama angin bertiup ke arah barat, ia akan mengikuti. Begitu pun sebaliknya apabila angin bertiup ke arah timur. Selagi membawa keuntungan dalam hidupnya, Tuhan dan agama menjadi entitas yang tidak penting.

 

Miris terjadi bahwa orang Katolik bisa dengan mudah menggadaikan agamanya demi mendapatkan keuntungan atau kekayaan duniawi. Kelekatan pada harta, kuasa, dan jabatan duniawi membuat orang Katolik tidak sungguh-sungguh menjadi orang Katolik. Cita-cita untuk mendapatkan banyak kekayaan dan jabatan yang tinggi dalam dunia membutakan orang Katolik untuk tetap berada di luar area kebenaran dan kehendak Allah sendiri. Acapkali terjadi saling sikut, timbul rasa iri hati, dendam kesumat, dan kemarahan yang tidak terkontrol. Dan itu dipertontonkan oleh orang Katolik. Tiga tantangan yang secara eksplisit dibeberkan oleh Yesus dalam sabda-Nya, menjadi tantangan besar bagi kita semua yang mengaku diri menjadi pengikuti Yesus Kristus. Selama tantangan-tantangan itu masih bercokol dalam diri kita maka akan menjadi sulit bagi kita untuk menjadi pengikut-Nya yang setia.

 

Kita tidak boleh menjadi seorang pengikut Yesus yang abal-abal. Pengikut yang penuh kemunafikan dan kebohongan. Kita harus menjadi seorang pengikut Yesus yang otentik. Pengikut Yesus yang otentik adalah pribadi yang sungguh menyadari hakikat panggilannya menjadi orang Kristen. Pribadi yang tahu akan kapasitas dan kapabilitasnya untuk menghidupi spiritualitas Yesus dalam setiap langkah kakinya. Sebagai orang Katolik, kita harus membebaskan diri dari tantangan-tantangan atau keterikatan-keterikatan yang menghalangi jalan kita untuk mengikuti Yesus. Santo Carolus Boromeus yang perayaannya kita rayakan pada hari ini sungguh memberi inspirasi kepada kita semua. Datang dari keluarga bangsawan yang kaya ternyata tidak menghalangi niat suci dari Carolus Boromeus untuk menjadi seorang imam Tuhan. Berseberangan dengan kehendak keluarganya, ia memutuskan untuk ditahbiskan menjadi imam. Dalam rentang waktu yang tidak begitu lama, ia akhirnya kembali ditahbiskan menjadi uskup agung kota Milan, Italia. Carolus Boromeus telah menunjukkan jati dirinya sebagai pribadi yang otentik. Pribadi yang mampu menunjukkan kesetiaannya kepada Tuhan dan tidak mau terikat dengan segala kepentingan duniawi. Ia sungguh membela kepentingan orang sakit dan tertindas dengan menyiapkan tempat tinggal dan memfasilitasi mereka dengan harta yang dimilikinya.

 

Menjadi pribadi yang otentik adalah milik kita sebagai orang Katolik di era ini. Tidak saja menjadi urusan kaum klerus, para biarawan/wati, tetapi kita semua sebagai anggota gereja yang satu dan sama. Kita harus mampu membebaskan diri segala keterikatan duniawi yang membelenggu kita. Tidak itu saja, kita mampu bertahan dari segala kesulitan dan tantangan yang merintangi jalan kita menuju iman kita yang sejati. Dengan berani, kita mampu menunjukkan kesetiaan kita kepada Yesus dengan mengikuti segala kebenaran dan kehendak-Nya. Terutama bagi kita dalam memberi pelayanan kasih kepada sesama di tempat ini. Karena wajah Tuhan sungguh tergambar dalam wajah-wajah yang menanti uluran kasih dan perhatian kita. Mari kita tunjukkan pribadi yang otentik dengan selalu setia menjadi pengikut Yesus Kristus. Amin. ***Atanasius KD Labaona***

Tidak ada komentar:

Posting Komentar