(Luk 14: 25-34)
Baru-baru ini, ketua lingkungan di komunitas saya berada mengeluhkan
partisipasi yang lemah dari anggota lingkungan terhadap berbagai kegiatan yang
diadakan baik di tingkat lingkungan maupun paroki. Banyak anggota lingkungan
yang tidak proaktif, masa bodoh dan tidak mau tahu. Entah itu menyangkut
kegiatan doa bersama, latihan koor, kerja bakti, pertemuan bersama dan pelbagai
kegiatan sosial keagamaaan lainnya. Banyak alasan yang disodorkan oleh mereka
untuk mengelak dan mencari pembenaran. Mulai dari alasan keluarga, sibuk dengan
urusan rumah tangga sampai dengan urusan pekerjaan dan rutinitas di luar rumah
yang tidak bisa ditinggalkan. Tentu saja hal ini bisa diterima akal sehat. Yang
menjadi masalah adalah alasan-alasan ini menjadi alasan klise dan klasik bagi
anggota lingkungan untuk tidak mau terlibat.
Dalam bacaan Injil (Luk 14:25-34) yang diperdengarkan kepada kita, Yesus
menyampaikan tiga halangan besar bagi orang-orang yang hendak mengikuti-Nya.
Pertama, keterikatan kepada keluarga. “Jikalau seorang datang kepada-Ku dan ia
tidak membenci bapanya, ibunya, isterinya, anak-anaknya, saudara-saudaranya
laki-laki atau perempuan, bahkan nyawanya sendiri, ia tidak dapat menjadi
murid-Ku (Luk 14:26). Kedua, ketidakberanian untuk memikul salib. “Barangsiapa tidak
memikul salibnya dan mengikuti Aku, ia tidak dapat menjadi murid-Ku (Luk
14:27). Ketiga, kelekatan kepada barang atau hal-hal duniawi. “Demikian pulalah
tiap-tiap orang di antara kamu, yang tidak melepaskan dirinya dari segala
miliknya, tidak dapat menjadi murid-Ku (Luk 14:33).
Ungkapan membenci keluarga sendiri seperti yang disampaikan oleh Yesus
tidak bisa ditafsir secara lurus. Yesus sebenarnya tidak menghendaki orang
untuk membenci anggota keluarnya. Sangat naif dan konyol apabila kita melakukan
hal demikian. Yang ditekankan oleh Yesus adalah kepentingan Tuhan jauh lebih
tinggi, melebihi segala kepentingan privasi kita. Kita boleh fokus dengan
urusan keluarga tetapi jangan sampai meniadakan waktu untuk Tuhan. Kita harus
membebaskan diri dari segala keterikatan dengan keluarga agar kita bisa
memiliki waktu untuk melayani Tuhan dengan sepenuh hati. Tidak dengan setengah
hati.
Banyak orang Katolik yang mengaku dirinya Katolik tetapi tidak menghidupi
identitas kekatolikan di dalam dirinya. Agama Katolik hanya sekedar warisan
dari nenek moyang. Tidak lebih dari itu. Agama Katolik hanya tertera dalam KTP
(Kartu Tanda Penduduk). Sekedar formalitas belaka. Banyak orang Katolik yang
tidak berani mengakui identitas kekatolikan di depan publik. Bahkan itu hanya
berupa membuat tanda salib. Banyak orang Katolik takut menerima beban kalau
identitasnya sebagai orang Katolik terungkap atau diketahui. Mereka takut
mendapat tantangan atau kesulitan dalam hidupnya. Takut dihina, takut dicemooh,
takut dianiaya, takut tidak mendapat pekerjaan dan penghidupan yang layak,
takut tidak mendapatkan jabatan atau kekuasaan. Banyak orang Katolik yang
berubah menjadi pribadi yang pragmatis dan oportunis. Atau dalam bahasa awam
dikenal dengan istilah “cukup bermain aman saja.” Selama angin bertiup ke arah
barat, ia akan mengikuti. Begitu pun sebaliknya apabila angin bertiup ke arah
timur. Selagi membawa keuntungan dalam hidupnya, Tuhan dan agama menjadi
entitas yang tidak penting.
Miris terjadi bahwa orang Katolik bisa dengan mudah menggadaikan agamanya
demi mendapatkan keuntungan atau kekayaan duniawi. Kelekatan pada harta, kuasa,
dan jabatan duniawi membuat orang Katolik tidak sungguh-sungguh menjadi orang
Katolik. Cita-cita untuk mendapatkan banyak kekayaan dan jabatan yang tinggi
dalam dunia membutakan orang Katolik untuk tetap berada di luar area kebenaran
dan kehendak Allah sendiri. Acapkali terjadi saling sikut, timbul rasa iri
hati, dendam kesumat, dan kemarahan yang tidak terkontrol. Dan itu
dipertontonkan oleh orang Katolik. Tiga tantangan yang secara eksplisit
dibeberkan oleh Yesus dalam sabda-Nya, menjadi tantangan besar bagi kita semua
yang mengaku diri menjadi pengikuti Yesus Kristus. Selama tantangan-tantangan
itu masih bercokol dalam diri kita maka akan menjadi sulit bagi kita untuk
menjadi pengikut-Nya yang setia.
Kita tidak boleh menjadi seorang pengikut Yesus yang abal-abal. Pengikut
yang penuh kemunafikan dan kebohongan. Kita harus menjadi seorang pengikut
Yesus yang otentik. Pengikut Yesus yang otentik adalah pribadi yang sungguh
menyadari hakikat panggilannya menjadi orang Kristen. Pribadi yang tahu akan
kapasitas dan kapabilitasnya untuk menghidupi spiritualitas Yesus dalam setiap
langkah kakinya. Sebagai orang Katolik, kita harus membebaskan diri dari
tantangan-tantangan atau keterikatan-keterikatan yang menghalangi jalan kita
untuk mengikuti Yesus. Santo Carolus Boromeus yang perayaannya kita rayakan
pada hari ini sungguh memberi inspirasi kepada kita semua. Datang dari keluarga
bangsawan yang kaya ternyata tidak menghalangi niat suci dari Carolus Boromeus
untuk menjadi seorang imam Tuhan. Berseberangan dengan kehendak keluarganya, ia
memutuskan untuk ditahbiskan menjadi imam. Dalam rentang waktu yang tidak
begitu lama, ia akhirnya kembali ditahbiskan menjadi uskup agung kota Milan,
Italia. Carolus Boromeus telah menunjukkan jati dirinya sebagai pribadi yang
otentik. Pribadi yang mampu menunjukkan kesetiaannya kepada Tuhan dan tidak mau
terikat dengan segala kepentingan duniawi. Ia sungguh membela kepentingan orang
sakit dan tertindas dengan menyiapkan tempat tinggal dan memfasilitasi mereka
dengan harta yang dimilikinya.
Menjadi pribadi yang otentik adalah milik kita sebagai orang Katolik di era
ini. Tidak saja menjadi urusan kaum klerus, para biarawan/wati, tetapi kita
semua sebagai anggota gereja yang satu dan sama. Kita harus mampu membebaskan
diri segala keterikatan duniawi yang membelenggu kita. Tidak itu saja, kita
mampu bertahan dari segala kesulitan dan tantangan yang merintangi jalan kita
menuju iman kita yang sejati. Dengan berani, kita mampu menunjukkan kesetiaan
kita kepada Yesus dengan mengikuti segala kebenaran dan kehendak-Nya. Terutama
bagi kita dalam memberi pelayanan kasih kepada sesama di tempat ini. Karena
wajah Tuhan sungguh tergambar dalam wajah-wajah yang menanti uluran kasih dan
perhatian kita. Mari kita tunjukkan pribadi yang otentik dengan selalu setia
menjadi pengikut Yesus Kristus. Amin. ***Atanasius KD Labaona***
Tidak ada komentar:
Posting Komentar