Jumat, 25 September 2020

Waktu & Kebenaran

Pkh 3:1-11 & Luk 9:19-22

“Untuk segala sesuatu ada masanya, untuk apa pun di bawah langit ada waktunya” (Pkh 3:1). Dalam bahasa lain, tidak ada yang kekal di bawah langit. Selagi terikat dengan ruang, selalu ada waktu yang membatasi segala sesuatu.

 

Karena segala sesuatu itu dibatasi oleh waktu, maka waktu menjadi hal yang amat penting. Orang beriman meyakini, waktu adalah karunia Allah yang tak terbanding nilainya.

 

Sebagai suatu karunia, waktu itu hanya dapat digunakan dalam kehidupan kita di dunia sekarang ini. Tidak untuk dunia nanti. Yang ada nanti adalah kekekalan atau keabadian. Adalah ilusi bahwa kita masih mengharapkan ada waktu dalam dunia keabadian.

 

Maka selagi kita menghuni dunia ini, baiklah kita memandang penting untuk mengisi waktu hidup kita dengan hal-hal yang berguna bagi kehidupan, baik di dunia sekarang maupun di dunia keabadian. Dan itu mungkin bila kita memiliki kebenaran yang datangnya dari Allah.

 

Yesus adalah keabadian; Ia itu kebenaran yang kekal. Namun Ia berinkarnasi dan masuk ke dalam ruang yang terikat oleh waktu. Ia datang ke dunia untuk menyatakan kebenaran agar manusia yang terikat oleh waktu sekarang ini sungguh-sungguh menggunakan kebenaran itu untuk mengisi waktu hidupnya di dunia ini. Apapun dapat dilakukan manusia, namun titik tolaknya adalah kebenaran yang diajarkan-Nya.

 

Yesus sungguh sadar bahwa segala sesuatu itu ada waktunya, termasuk juga kebenaran yang hendak diajarkan kepada manusia. Ia tahu momennya yang tepat untuk mengungkapkan kebenaran-Nya. Kebenaran yang disampaikan bukan pada waktunya bisa menghadirkan kekacauan.

 

Setidaknya hal ini dapat kita petik dari larangan keras Yesus kepada para murid-Nya supaya jangan memberitahukan kebenaran tentang diri-Nya sebagai Mesias kepada siapapun. Belum waktunya untuk mengungkapkan kebenaran itu. Ia tahu bahwa orang kebanyakan belum memiliki pemahaman yang sama seperti yang dikatakan Petrus, bahwa Yesus adalah Mesias.

 

Meskipun pandangan umum mengatakan bahwa Yesus itu diidentikan dengan Yohanes atau Elia atau salah seorang dari antara para nabi yang telah bangkit, namun konteksnya adalah bahwa orang kebanyakan mengharapkan seorang mesias politis yang membebaskan mereka dari pejajahan Romawi. Yesus mesianik tidak memenuhi harapan mereka. Apabila kebenaran tentang Yesus itu disampaikan maka akan memancing perdebatan, pertentangan dan huru-hara besar di tengah masyarakat.

 

Inilah dasar bagi Yesus sehingga Ia melarang dengan keras para murid-Nya untuk memberitahu siapapun tentang Dia bahwa Dia adalah Mesias bukan pada waktunya. Akan ada waktunya bahwa kebenaran itu diwartakan ketika Yesus ditinggikan di atas kayu salib. Supaya semua orang yang memandang kepada Dia, menerima kebenaran tentang Dia dan  menikmati rahmat mesianik-Nya yang membebaskan dari dosa.

 

Pesan yang dapat kita petik untuk hidup kita adalah bahwa kebenaran itu penting, malah mutlak untuk disampaikan, namun kebenaran itu mesti diungkapkan pada waktunya. Orang tua-tua mengatakan, kebenaran yang tidak disampaikan pada waktunya sulit diterima. Butuh kearifan untuk menentukan waktu yang tepat.

 

Kita sadar bahwa kebenaran yang datang dari Tuhan tidak untuk membinasakan, melainkan untuk menyelamatkan. Maka meskipun kita terkadang berat menerima kebenaran dan tidak mau diubah, namun janganlah kita membiarkan diri kita tetap berkanjang dalam keadaan kita ini. Kita perlu memberi ruang hati kita untuk kebenaran yang mendatangi kita dan mau mengubah kita, agar waktu hidup kita di dunia yang begitu singkat dapat digunakan  sebaik mungkin dengan perbuata-perbuatan yang menyelamatkan, bukan membinasakan.

 

Hidup kita di dunia ini akan berlalu. Kata Pengkhotbah, segala sesuatu ada waktunya. Maka gunakan waktu kita sekarang ini untuk melakukan perbuatan baik apapun itu atas dasar kebenaran yang Tuhan ajarkan kepada kita. Itulah jaminan bagi kita untuk masuk ke dalam keabadian. ***Apol***


Tidak ada komentar:

Posting Komentar