Rabu, 23 September 2020

Fokus Pada Tugas

Am 30:5-9 & Luk 9:1-6

Penulis Amsal menyatakan, “firman Allah itu murni” (ay 5). Ia memiliki kebenaran yang memadai dan karena itu mampu mencukupi kebutuhan rohani manusia. Maka lebih lanjut dituliskan: “Ia adalah perisai bagi orang-orang yang berlindung kepada-Nya” (ay 5).

 

Oleh karena firman Allah itu memadai dalam kebenaran dan berdaya memurnikan sesuai hakikatnya yang murni, maka penulis Amsal menganjurkan hal praktis tetapi bersifat hakiki. Anjurannya adalah: “Jangan menambahi firman-Nya, supaya engkau tidak ditegur-Nya dan dianggap pendusta” (ay 6).

 

Kemurniannya mesti dipelihara. Itulah sikap hormat yang sepatutnya. Caranya sederhana juga. Elakan diri kita dari sikap merasa diri berlebihan untuk menambahkannya dengan pemikiran-pemikiran yang bersifat manusiawi dan terbatas. St. Paulus menulis: “... hikmat dunia adalah kebodohan bagi Allah” (1 Kor 3:19). Yang penting untuk dilakukan adalah menjadikannya sebagai perisai kebenaran yang menjaga dan melindungi kemurnian hidup.

 

Tidak cukup berusaha sendiri. Menurut Amsal, agar terhindar dari kecenderungan menambahi firman Allah dan merusak kemurniaannya, maka kita harus meminta kekuatan dari Tuhan untuk dua hal: Pertama, dijauhkan dari kecurangan dan kebohongan, dan yang kedua, jangan dianugerahi kemiskinan dan kekayaan. Keduanya dipandang sama-sama merusakkan komitmen untuk menjaga dan memelihara kemurnian firman Allah.

 

Kecurangan dan kebohongan membuat orang lupa bahwa ia tidak layak menambahkan pemikirannya pada firman Allah, apa lagi menggantikannya dengan pemikirannya demi kepentingannya. Misalnya, pada orang-orang yang bersumbu pendek kekerasan dan pembunuhan ditambahkan sebagai suatu yang dikehendaki Allah dan karena itu memandang perilaku kejam dan membunuh sebagai suatu kebajikan.

 

Demikanpun dengan kemiskinan dan kekayaan. Kekayaan memalingkan hati kita kepada materi dan mamon dan berpotensi sangat besar untuk mematikan kepekaan, perhatian, solidaritas, dan relasi persaudaraan dengan sesama. Bahkan ia mampu memudarkan, jika memang tidak mematikan, cinta dan doa yang murni kepada Tuhan. Kemiskinan material pun berpotensi merobohkan kemurnian hati pada firman Allah sebab kemiskinan bisa memaksakan kita mencuri dan mencemarkan nama baik Allah (ay 9).

 

Lagi-lagi. Fokus pada firman Allah  adalah urgen agar pewartaan bisa berhasil. Hati pewarta tidak boleh bercabang dan dihantui oleh berbagai hal yang merusak karya pewartaannya. Maka kepada para murid-Nya yang diperintahkan untuk memberitakan Injil, Yesus meminta agar mereka melucuti diri dari keterikatan terhadap kekayaan. Selaras kata Amsal, kekayaan berpotensi mengalihkan hati dan mereka terancam mengabaikan yang utama, yaitu Injil.

 

Sebaliknya yang diminta adalah supaya para murid itu mengandalkan Tuhan dalam seluruh karya pewartaan mereka. Tuhan sudah memberikan tenaga dan kuasa kepada mereka dan itulah tanda keikutsertaan Tuhan dalam tugas perutusan mereka. Ia sendiri akan melengkapi mereka dengan kebutuhan yang secukupnya, tidak kurang dan tidak lebih, agar mereka tetap fokus pada karya pewartaan Injil.

 

Yang mau ditampilkan di sini adalah hidup dalam semangat kesederhanaan dan kesahajaan sebagai suatu sikap hati sangatlah penting. Kita sudah harus merasa cukup dengan apa yang ada dan tidak sibuk dengan hal-hal yang lebih atau kurang. Janganlah kita merasa penting untuk mencari yang lebih-lebih atau merasa serba kurang dalam hidup kita sebab hal-hal itulah yang mengikat kita dan membuat kita tidak fokus untuk hal-hal yang penting dan hakiki.

 

Terlalu memikirkan yang lebih-lebih dan merasa serba kurang memaksa kita untuk mementingkan diri kita sendiri, melupakan orang lain dan juga melupakan Dia yang memanggil dan mengutus kita. Kita terjebak dalam sikap hati yang curang dan congkak di mana dalam karya pewartaan yang kita tonjolkan adalah nama dan popularitas diri kita. Atau juga kita terjerembab dalam kubangan kejahatan seperti korupsi karena hati kita haus akan materi  ataupun rengekan hati yang selalu merasa serba kurang untuk dipenuhi.

 

Refleksi ini merupakan jalan kita kembali kebenaran dan kemurnian hidup berdasarkan firman Allah. Untuk itu, baiklah kita mendengarkan kata-kata Amsal: “Jauhkanlah dari padaku kecurangan dan kebohongan. Jangan berikan kepadaku kemiskinan atau kekayaan. Biarkanlah aku menikmati makanan yang menjadi bagianku” (Am 30:8), dan apa yang dikatakan Yesus: “Jangan membawa apa-apa”. Biarlah dengan itu kita menjadi murni hati untuk firman-Nya yang murni dan fokus pada apa yang diminta Tuhan untuk kita lakukan dalam tugas perutusan kita.*** Apol***

 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar