Am 30:5-9 & Luk 9:1-6
Penulis Amsal menyatakan, “firman Allah itu
murni” (ay 5). Ia memiliki kebenaran yang memadai dan karena itu mampu
mencukupi kebutuhan rohani manusia. Maka lebih lanjut dituliskan: “Ia adalah
perisai bagi orang-orang yang berlindung kepada-Nya” (ay 5).
Oleh karena firman Allah itu memadai dalam
kebenaran dan berdaya memurnikan sesuai hakikatnya yang murni, maka penulis
Amsal menganjurkan hal praktis tetapi bersifat hakiki. Anjurannya adalah: “Jangan
menambahi firman-Nya, supaya engkau tidak ditegur-Nya dan dianggap pendusta”
(ay 6).
Kemurniannya mesti dipelihara. Itulah sikap
hormat yang sepatutnya. Caranya sederhana juga. Elakan diri kita dari sikap
merasa diri berlebihan untuk menambahkannya dengan pemikiran-pemikiran yang
bersifat manusiawi dan terbatas. St. Paulus menulis: “... hikmat dunia adalah
kebodohan bagi Allah” (1 Kor 3:19). Yang penting untuk dilakukan adalah
menjadikannya sebagai perisai kebenaran yang menjaga dan melindungi kemurnian hidup.
Tidak cukup berusaha sendiri. Menurut Amsal,
agar terhindar dari kecenderungan menambahi firman Allah dan merusak
kemurniaannya, maka kita harus meminta kekuatan dari Tuhan untuk dua hal:
Pertama, dijauhkan dari kecurangan dan kebohongan, dan yang kedua, jangan
dianugerahi kemiskinan dan kekayaan. Keduanya dipandang sama-sama merusakkan
komitmen untuk menjaga dan memelihara kemurnian firman Allah.
Kecurangan dan kebohongan membuat orang lupa
bahwa ia tidak layak menambahkan pemikirannya pada firman Allah, apa lagi
menggantikannya dengan pemikirannya demi kepentingannya. Misalnya, pada
orang-orang yang bersumbu pendek kekerasan dan pembunuhan ditambahkan sebagai
suatu yang dikehendaki Allah dan karena itu memandang perilaku kejam dan
membunuh sebagai suatu kebajikan.
Demikanpun dengan kemiskinan dan kekayaan.
Kekayaan memalingkan hati kita kepada materi dan mamon dan berpotensi sangat
besar untuk mematikan kepekaan, perhatian, solidaritas, dan relasi persaudaraan
dengan sesama. Bahkan ia mampu memudarkan, jika memang tidak mematikan, cinta
dan doa yang murni kepada Tuhan. Kemiskinan material pun berpotensi merobohkan
kemurnian hati pada firman Allah sebab kemiskinan bisa memaksakan kita mencuri
dan mencemarkan nama baik Allah (ay 9).
Lagi-lagi. Fokus pada firman Allah adalah urgen agar pewartaan bisa berhasil.
Hati pewarta tidak boleh bercabang dan dihantui oleh berbagai hal yang merusak
karya pewartaannya. Maka kepada para murid-Nya yang diperintahkan untuk memberitakan
Injil, Yesus meminta agar mereka melucuti diri dari keterikatan terhadap
kekayaan. Selaras kata Amsal, kekayaan berpotensi mengalihkan hati dan mereka
terancam mengabaikan yang utama, yaitu Injil.
Sebaliknya yang diminta adalah supaya para
murid itu mengandalkan Tuhan dalam seluruh karya pewartaan mereka. Tuhan sudah
memberikan tenaga dan kuasa kepada mereka dan itulah tanda keikutsertaan Tuhan
dalam tugas perutusan mereka. Ia sendiri akan melengkapi mereka dengan
kebutuhan yang secukupnya, tidak kurang dan tidak lebih, agar mereka tetap
fokus pada karya pewartaan Injil.
Yang mau ditampilkan di sini adalah hidup
dalam semangat kesederhanaan dan kesahajaan sebagai suatu sikap hati sangatlah
penting. Kita sudah harus merasa cukup dengan apa yang ada dan tidak sibuk
dengan hal-hal yang lebih atau kurang. Janganlah kita merasa penting untuk
mencari yang lebih-lebih atau merasa serba kurang dalam hidup kita sebab
hal-hal itulah yang mengikat kita dan membuat kita tidak fokus untuk hal-hal
yang penting dan hakiki.
Terlalu memikirkan yang lebih-lebih dan merasa
serba kurang memaksa kita untuk mementingkan diri kita sendiri, melupakan orang
lain dan juga melupakan Dia yang memanggil dan mengutus kita. Kita terjebak
dalam sikap hati yang curang dan congkak di mana dalam karya pewartaan yang kita
tonjolkan adalah nama dan popularitas diri kita. Atau juga kita terjerembab
dalam kubangan kejahatan seperti korupsi karena hati kita haus akan materi ataupun rengekan hati yang selalu merasa
serba kurang untuk dipenuhi.
Refleksi ini merupakan jalan kita kembali
kebenaran dan kemurnian hidup berdasarkan firman Allah. Untuk itu, baiklah kita
mendengarkan kata-kata Amsal: “Jauhkanlah dari padaku kecurangan dan
kebohongan. Jangan berikan kepadaku kemiskinan atau kekayaan. Biarkanlah aku
menikmati makanan yang menjadi bagianku” (Am 30:8), dan apa yang dikatakan
Yesus: “Jangan membawa apa-apa”. Biarlah dengan itu kita menjadi murni hati
untuk firman-Nya yang murni dan fokus pada apa yang diminta Tuhan untuk kita
lakukan dalam tugas perutusan kita.*** Apol***
Tidak ada komentar:
Posting Komentar