Senin, 14 September 2020

PENDERITAAN SEBAGAI UJIAN IMAN

Yoh 19:25-27 (PESTA SANTA PERAWAN MARIA BERDUKACITA)

            Setiap manusia memiliki salib kehidupannya masing-masing yang berbeda tetapi tetap terasa berat. Beban penderitaan hidup ini serasa tak pernah berakhir karena kita ingin menyelesaikannya sendiri, kita merasa paling mampu dan bisa mengatasinya sendiri tanpa butuh bantuan rahmat Allah. Hari ini, Bunda Maria Bunda berdukacita mengajarkan kepada kita semua rahasia mengatasi penderitaan agar jangan sampai membuat kita putus asa dan kehilangan relasi dengan Tuhan.  Dalam penderitaan dan kesedihannya yang mendalam, Bunda Maria tetap setia dan bersikap pasrah penuh harap akan pertolongan Allah.  Bunda Maria hanya mengandalkan tiga keutamaan hidup yang menjadi dasar kokoh baginya untuk tetap setia pada Tuhan yaitu iman, harap dan kasih. Pertanyaan yang menantang bagi kita murid-murid Yesus: Mampukah kita melaksanakan tiga keutamaan dasar ini sehingga kita layak membangun relasi yang baik dengan Tuhan dan sesama?

            Kemarin Gereja merayakan pesta Salib Suci Yesus, dimana kita diajak untuk menyadari bahwa kasih Allah begitu besar sehingga Ia mengutus Putra-Nya yang tunggal untuk menyelamatkan kita. Keselamatan yang ditempuh oleh Yesus bukanlah jalan kekuasaan atau kemenangan di dunia tetapi salib penderitaan. Ia ingin mengajarkan jalan itu kepada kita, agar kita jangan ragu  memanggul salib hidup kita karena dibalik salib itu terbentang kebangkitan yang mulia. Hari ini Gereja Katolik memperingati pesta Santa Perawan Maria Bunda Berdukacita. Banyak sekali penderitaan yang dialami Bunda Maria dalam perjalanan hidupnya bersama Yesus Puteranya, dalam karya agung penyelamatan umat manusia dari dosa. Maria selalu menyertai Yesus dalam suka dukanya sejak Ia di dalam kandungan hingga akhir hidup-Nya di bawah kaki salib. Ibu dan wanita mana di dunia ini yang bisa setegar Maria, menyaksikan Putera-Nya dicemooh, dicaci maki, dan disiksa dengan keji dalam jalan salib menuju Golgota dan pada akhirnya dipaku di kayu salib. St. Bonaventura dan St. Alfonsus Maria de Liguori merenungkan dan mengajarkan tujuh dukacita Maria yakni: saat Simeon meramalkan kejadian yang akan menimpa Yesus (Luk 2:34-35), saat pengungsian ke Mesir (Mat 2:13-14), saat bersama Yusuf suaminya mencari Yesus di Yerusalem (Luk 2:43-45), saat Yesus berjumpa dengan ibuNya dalam jalan salib (Luk 27:27), saat Yesus wafat disalib (Yoh 19:25-27), saat Yesus dibaringkan di pangkuannya (Mrk 15:43-46), dan saat Yesus dimakamkan (Yoh 19:41-42). Deretan pengalaman dukacita ini menunjukkan bahwa, Bunda Maria sanggup menghadapinya sebagai bukti bahwa ia benar-benar memperoleh rahmat dari Tuhan dan diberi karunia iman, pengharapan dan kasih melimpah. Oleh karena itu, Gereja memberikan penghormatan besar kepada Maria sebagai “Mater Dolorosa (Bunda Berdukacita atau Ratu para martir).           

            Kalau kita memperhatikan semua ayat Injil yang dikutip untuk menggambarkan dukacita Bunda Maria di atas, maka kita melihat bahwa ayat-ayat ini justru lebih fokus pada Yesus Puteranya. Maria berdukacita dalam hubungannya dengan penderitaan Yesus. Maria ikut aktif atau memiliki andil yang besar untuk keselamatan umat manusia. Ia menjadi teladan iman bagi kita terutama ketika kita mengalami penderitaan, ia justru banyak menderita supaya kita memperoleh penebusan yang berlimpah melalui jalan salib penderitaan Puteranya. Bunda Maria juga memberikan teladan ketaatan iman, ia berjanji kepada Tuhan: ‘jadilah padaku menurut perkataan-mu.” (Luk 1:38). Seluruh hidupnya ia dedikasikan untuk selalu hadir bersama Yesus sampai akhir/tuntas. Ia juga menerima kita semua menjadi anak-anaknya sesuai perintah Yesus Puteranya. 

            Bunda Maria berdiri di dekat salib Yesus, bahkan Michael Angelo melukiskan Bunda Maria memangku Yesus yang telah wafat di kayu salib. Bunda Maria adalah teladan umat beriman, maka kita sebagai orang beriman dengan rendah hati berusaha meneladani Bunda Maria agar bersama dan bersatu dengan Yesus yang disalibkan. Kita mempersembahkan diri seutuhnya kepada Allah dan dunia demi keselamatan seluruh umat manusia. Bunda yang Berdukacita setiap saat mengajak kita untuk berdiri di dekat salib Yesus untuk merasakan dan merenungkan seluruh penderitaan Yesus. Dengan begitu, kita dapat ikut berpartisipasi memikul salib penderitaan Yesus dalam mengatasi penderitaan hidup kita sehari-hari. Kita memberikan diri seutuhnya pada pekerjaan, tugas atau kewajiban yang dibebankan kepada kita dengan semangat “hanya memberi tak harap kembali, bagai sang surya menyinari dunia”. Semoga cara hidup dan cara bertindak kita dimanapun dan kapanpun ‘menyinari dunia’ artinya membuat dan menyebabkan segala sesuatu baik adanya. Masing-masing dari kita menjadi ‘terang’ bagi dunia; kehadiran dan sepak terjang kita dimanapun dan kapanpun tidak mempersulit orang lain, melainkan membuat orang lain dengan mudah dan gembira melaksanakan tugas pekerjaan dan kewajiban mereka.

            Dukacita merupakan pengalaman yang sering kali kita jumpai dalam hidup kita. Namun terkadang cara kita menyikapinya juga berbeda. Dukacita bisa membuat kita putus asa, lekas menyerah, dan tidak mau berusaha untuk bangkit kembali dari keterpurukan. Hanya orang yang memiliki iman, harapan dan kasih yang teguh akan Tuhan yang sanggup melihat kemuliaan di balik penderitaan dan kematian yang penuh dukacita itu. Meskipun manusia memiliki kecenderungan untuk hidup nyaman dan menghindari kesulitan. Namun sebagai umat beriman hendaknya kita jangan pernah melarikan diri dari permasalahan, penderitaan, atau pun kesengsaraan yang kita temui di sepanjang jalan kehidupan. Bunda Maria selalu memberi kita teladan istimewa, agar kita setia memikul salib kehidupan dengan taat, setia, percaya dan berserah diri kepada rahmat Tuhan. Semoga kita tidak seperti para murid Yesus yang melarikan diri melihat penderitaan Yesus disalib, tetapi berani menghadapi penderitaan sebagai ujian iman, karena Bunda Berdukacita senantiasa mendoakan kita, agar tetap setia mengikuti Yesus dan menerima kehendak Allah sepahit apa pun.

            Hari ini kita diajak untuk belajar dari Bunda Maria yang selalu menanggung penderitaan dalam iman, harap dan kasih. Tiga keutamaan ini merupakan dasar kokoh bagi kita dalam mengarungi dunia kehidupan yang selalu dihantui oleh penderitaan ini. Bunda Maria selalu tabah dan sabar sampai akhir karena dia menyandarkan hidupnya pada iman, harap, dan kasih. Hal ini mengajarkan kepada kita untuk mencontohi teladan iman Bunda Maria yang selalu siap menderita. Pengalaman penderitaan Maria ini membuka jalan bagi kita murid-murid Yesus untuk semakin setia mengikuti Yesus yang tersalib agar iman kita semakin didewasakan sehingga kita dapat menyerahkan hidup kita seutuhnya kepada Kehendak Allah. Tanpa melewati tantangan dan penderitaan hidup, kita tidak akan pernah mengalami kematangan dalam iman, karena dengannya kita dikuatkan oleh Allah. Maria Bunda berdukacita setia melaksanakan semua rencana kasih Allah dalam hidupnya, ia setia menapaki jalan-jalan kerikil panggilannya untuk ikut ambil bagian dalam salib penderitaan Yesus Puteranya. Pada perayaan Maria Berdukacita ini, kita sekali lagi diajak untuk mengenang kembali kehidupan Bunda Maria yang setia pada kehendak dan rencana Allah meskipun jalan kehidupannya penuh dengan duka dan derita. Ia selalu setia menemani Yesus, bahkan mengikuti perjalananNya sampai di kaki salib, meskipun para murid melarikan diri. Ia tetap berdiri tegak walaupun hatinya hancur, kehadirannya memberikan kekuatan bagi Yesus untuk menuntaskan tugas perutusanNya di dunia. Amin

*****Bernard Wadan****

 

 

 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar