Yoh 19:25-27 (PESTA SANTA PERAWAN MARIA BERDUKACITA)
Setiap manusia memiliki salib kehidupannya
masing-masing yang berbeda tetapi tetap terasa berat. Beban penderitaan
hidup ini serasa tak pernah berakhir karena kita ingin menyelesaikannya
sendiri, kita merasa paling mampu dan bisa mengatasinya sendiri tanpa butuh
bantuan rahmat Allah. Hari ini, Bunda Maria Bunda berdukacita mengajarkan
kepada kita semua rahasia mengatasi penderitaan agar jangan sampai membuat kita
putus asa dan kehilangan relasi dengan Tuhan. Dalam penderitaan dan
kesedihannya yang mendalam, Bunda Maria tetap setia dan bersikap pasrah penuh
harap akan pertolongan Allah. Bunda Maria hanya mengandalkan tiga
keutamaan hidup yang menjadi dasar kokoh baginya untuk tetap setia pada Tuhan
yaitu iman, harap dan kasih. Pertanyaan yang menantang bagi kita murid-murid
Yesus: Mampukah kita melaksanakan tiga keutamaan dasar ini sehingga kita layak membangun
relasi yang baik dengan Tuhan dan sesama?
Kemarin
Gereja merayakan pesta Salib Suci Yesus, dimana kita diajak untuk menyadari
bahwa kasih Allah begitu besar sehingga Ia mengutus Putra-Nya yang tunggal
untuk menyelamatkan kita. Keselamatan yang ditempuh oleh Yesus bukanlah jalan
kekuasaan atau kemenangan di dunia tetapi salib penderitaan. Ia ingin
mengajarkan jalan itu kepada kita, agar kita jangan ragu memanggul salib hidup kita karena dibalik
salib itu terbentang kebangkitan yang mulia. Hari ini Gereja
Katolik memperingati pesta Santa Perawan Maria Bunda Berdukacita. Banyak sekali
penderitaan yang dialami Bunda Maria dalam perjalanan hidupnya bersama Yesus
Puteranya, dalam karya agung penyelamatan umat manusia dari dosa. Maria selalu
menyertai Yesus dalam suka dukanya sejak Ia di dalam kandungan hingga akhir
hidup-Nya di bawah kaki salib. Ibu dan wanita mana di dunia ini yang bisa
setegar Maria, menyaksikan Putera-Nya dicemooh, dicaci maki, dan disiksa dengan
keji dalam jalan salib menuju Golgota dan pada akhirnya dipaku di kayu salib.
St. Bonaventura dan St. Alfonsus Maria de Liguori merenungkan dan mengajarkan
tujuh dukacita Maria yakni: saat Simeon meramalkan kejadian yang akan menimpa
Yesus (Luk 2:34-35), saat pengungsian ke Mesir (Mat 2:13-14), saat bersama
Yusuf suaminya mencari Yesus di Yerusalem (Luk 2:43-45), saat Yesus berjumpa
dengan ibuNya dalam jalan salib (Luk 27:27), saat Yesus wafat disalib (Yoh
19:25-27), saat Yesus dibaringkan di pangkuannya (Mrk 15:43-46), dan saat Yesus
dimakamkan (Yoh 19:41-42). Deretan pengalaman dukacita ini menunjukkan bahwa,
Bunda Maria sanggup menghadapinya sebagai bukti bahwa ia benar-benar memperoleh
rahmat dari Tuhan dan diberi karunia iman, pengharapan dan kasih melimpah. Oleh
karena itu, Gereja memberikan penghormatan besar kepada Maria sebagai “Mater
Dolorosa (Bunda Berdukacita atau Ratu para martir).
Kalau kita memperhatikan semua ayat
Injil yang dikutip untuk menggambarkan dukacita Bunda Maria di atas, maka kita
melihat bahwa ayat-ayat ini justru lebih fokus pada Yesus Puteranya. Maria
berdukacita dalam hubungannya dengan penderitaan Yesus. Maria ikut aktif atau
memiliki andil yang besar untuk keselamatan umat manusia. Ia menjadi teladan
iman bagi kita terutama ketika kita mengalami penderitaan, ia justru banyak
menderita supaya kita memperoleh penebusan yang berlimpah melalui jalan salib
penderitaan Puteranya. Bunda Maria juga memberikan teladan ketaatan iman, ia
berjanji kepada Tuhan: ‘jadilah padaku menurut perkataan-mu.” (Luk 1:38).
Seluruh hidupnya ia dedikasikan untuk selalu hadir bersama Yesus sampai
akhir/tuntas. Ia juga menerima kita semua menjadi anak-anaknya sesuai perintah
Yesus Puteranya.
Bunda Maria berdiri di dekat salib Yesus, bahkan Michael Angelo melukiskan
Bunda Maria memangku Yesus yang telah wafat di kayu salib. Bunda Maria adalah
teladan umat beriman, maka kita sebagai orang beriman dengan rendah hati
berusaha meneladani Bunda Maria agar bersama dan bersatu dengan Yesus yang
disalibkan. Kita mempersembahkan diri seutuhnya kepada Allah dan dunia demi
keselamatan seluruh umat manusia. Bunda yang Berdukacita setiap saat mengajak
kita untuk berdiri di dekat salib Yesus untuk merasakan dan merenungkan seluruh
penderitaan Yesus. Dengan begitu, kita dapat ikut berpartisipasi memikul salib
penderitaan Yesus dalam mengatasi penderitaan hidup kita sehari-hari. Kita
memberikan diri seutuhnya pada pekerjaan, tugas atau kewajiban yang dibebankan
kepada kita dengan semangat “hanya memberi tak harap kembali, bagai sang surya
menyinari dunia”. Semoga cara hidup dan cara bertindak kita dimanapun dan
kapanpun ‘menyinari dunia’ artinya membuat dan menyebabkan segala sesuatu baik
adanya. Masing-masing dari kita menjadi ‘terang’ bagi dunia; kehadiran dan
sepak terjang kita dimanapun dan kapanpun tidak mempersulit orang lain,
melainkan membuat orang lain dengan mudah dan gembira melaksanakan tugas
pekerjaan dan kewajiban mereka.
Dukacita merupakan pengalaman yang
sering kali kita jumpai dalam hidup kita. Namun terkadang cara kita
menyikapinya juga berbeda. Dukacita bisa membuat kita putus asa, lekas
menyerah, dan tidak mau berusaha untuk bangkit kembali dari keterpurukan. Hanya
orang yang memiliki iman, harapan dan kasih yang teguh akan Tuhan yang sanggup
melihat kemuliaan di balik penderitaan dan kematian yang penuh dukacita itu.
Meskipun manusia memiliki
kecenderungan untuk hidup nyaman dan menghindari kesulitan. Namun sebagai umat
beriman hendaknya kita jangan pernah melarikan diri dari permasalahan,
penderitaan, atau pun kesengsaraan yang kita temui di sepanjang jalan
kehidupan. Bunda Maria selalu memberi kita teladan istimewa, agar kita setia
memikul salib kehidupan dengan taat, setia, percaya dan berserah diri kepada
rahmat Tuhan. Semoga kita tidak seperti para murid Yesus yang melarikan diri
melihat penderitaan Yesus disalib, tetapi berani menghadapi penderitaan sebagai
ujian iman, karena Bunda Berdukacita senantiasa mendoakan kita, agar tetap
setia mengikuti Yesus dan menerima kehendak Allah sepahit apa pun.
Hari ini kita diajak untuk belajar
dari Bunda Maria yang selalu menanggung penderitaan dalam iman, harap dan
kasih. Tiga keutamaan ini merupakan dasar kokoh bagi kita dalam mengarungi
dunia kehidupan yang selalu dihantui oleh penderitaan ini. Bunda Maria selalu
tabah dan sabar sampai akhir karena dia menyandarkan hidupnya pada iman, harap,
dan kasih. Hal ini mengajarkan kepada kita untuk mencontohi teladan iman Bunda
Maria yang selalu siap menderita. Pengalaman penderitaan Maria ini membuka
jalan bagi kita murid-murid Yesus untuk semakin setia mengikuti Yesus yang
tersalib agar iman kita semakin didewasakan sehingga kita dapat menyerahkan
hidup kita seutuhnya kepada Kehendak Allah. Tanpa melewati tantangan dan
penderitaan hidup, kita tidak akan pernah mengalami kematangan dalam iman,
karena dengannya kita dikuatkan oleh Allah. Maria Bunda berdukacita setia
melaksanakan semua rencana kasih Allah dalam hidupnya, ia setia menapaki
jalan-jalan kerikil panggilannya untuk ikut ambil bagian dalam salib
penderitaan Yesus Puteranya. Pada
perayaan Maria Berdukacita ini, kita sekali lagi diajak untuk mengenang kembali
kehidupan Bunda Maria yang setia pada kehendak dan rencana Allah meskipun jalan
kehidupannya penuh dengan duka dan derita. Ia selalu setia menemani Yesus,
bahkan mengikuti perjalananNya sampai di kaki salib, meskipun para murid
melarikan diri. Ia tetap berdiri tegak walaupun hatinya hancur, kehadirannya
memberikan kekuatan bagi Yesus untuk menuntaskan tugas perutusanNya di dunia.
Amin
*****Bernard Wadan****
Tidak ada komentar:
Posting Komentar