Jumat, 28 Agustus 2020

PANGGILAN MENJADI KUDUS

 

Mat 25:1-13 

            . Kekudusan dan keselamatan bukan milik pribadi para biarawan/biarawati, namun semua orang Kristiani dipanggil secara khusus untuk mencapai kekudusan dan keselamatan itu. Panggilan untuk hidup dalam kekudusan harus direspon dan ditanggapi dengan serius dengan tetap konsisten melakukan perbuatan-perbuatan baik sesuai kehendak Allah dan konsisten menolak hidup yang dikuasai oleh hasrat yang menyesatkan. Kemarin kita telah bersama-sama merefleksikan perjalanan hidup Sta. Monika. Beliau adalah ibu kandung dari St. Agustinus. Iman dan cara hidup Sta. Monika patut diteladani khususnya bagi ibu-ibu yang anak-anaknya dipengaruhi oleh gaya hidup glamour dan terlena dalam lembah nista. Berkat imannya yang teguh dan hidup doa yang tekun, anaknya Agustinus bertobat dan menjadi seorang kudus. Sta. Monika telah berperan sebagai ibu yang baik sekaligus sebagai pengasuh iman bagi anaknya hingga imannya dewasa dan matang. Tak ada dalam kamus hidupnya terbersit kata menyerah dan putus asa, namun ia berjuang untuk memenangkan hati dan jiwa anaknya untuk dipersembahkan kepada Tuhan.

           

Hari ini, Gereja Katolik sejagad memperingati pesta St. Agustinus, Uskup dan Pujangga Gereja. Agustinus adalah sosok anak yang dulunya dikenal sebagai anak yang sangat menyusahkan dan merepotkan orang tuanya, karena ia memeluk ajaran sesat, memiliki hidup moral yang bejat, hidup bergelimang dosa, namun berkat doa dan ketekunan iman Sta. Monika ibunya, maka ia berhasil ditobatkan dan kembali ke pangkuan Gereja Katolik. Tuhan telah membelokkan arah hidupnya dan menggerakan hatinya untuk mengenal Allah yang benar dan pada akhirnya menghantarnya menjadi seorang uskup yang kudus dan seorang Pujangga Gereja yang termasyur.

           

Injil yang baru saja kita dengar tadi, di mana Yesus mengumpamakan penantian terhadap Kerajaan Allah seperti sepuluh gadis. Lima di antaranya bijaksana dan lima yang lainnya bodoh. Lima gadis yang bijaksana setia menanti mempelai laki-laki penuh harapan. Dalam penantian panjang itu mereka bijaksana melakukan apa yang nanti diperlukan dalam penantian yang tak pasti itu. Selain membawa pelita, mereka juga membawa minyak sebagai cadangan. Ketika mempelai datang, mereka dalam keadaan siap dan masuk dalam perjamuan bersama mempelai. Sementara lima gadis yang bodoh, mereka juga menanti tetapi mereka tidak memperhatikan dan memperlengkapi diri dengan apa yang diperlukan dalam penantian tersebut. Mereka hanya membawa lampu tetapi tidak membawa minyak, ketika mempelai datang, mereka tidak berada di tempat penantian karena mereka pergi membeli minyak untuk pelita yang sudah pudar nyalanya. Perumpamaan yang disampaikan oleh Yesus ini erat terkait dengan Kerajaan Allah. Untuk memasuki Kerajaan Allah, kita perlu setia menanti dan tekun untuk mempersiapkan hati menerima datangnya Kerajaan Allah. Cara kita menanti dengan mempersiapkan hidup yang baik, karena untuk memasuki Kerajaan Allah kita tidak mungkin nebeng atau meminjam kesetiaan iman orang lain atau kualitas hidup iman orang lain. Kita masing-masing membawa hidup kita sendiri dengan segala kebaikan dan kesetiaan kita sendiri selama hidup ke hadapan Allah untuk ditakar dan ditimbang. Keputusan atasnya sangat tergantung dari kemurahan hati Allah, sehingga intervensi manusia tidak dapat mempengaruhi keputusan bebas Allah atas nasib manusia.

           

Dalam ajaran Yahudi, minyak adalah simbol perbuatan baik. Lima wanita bijaksana tahu menjalankan hidup yang menghasilkan perbuatan-perbuatan baik. Keberatan mereka berbagi sedikit minyak kepada lima gadis bodoh bukan menunjukkan keegoisan mereka atau sifat kikir mereka sebagai manusia lemah tetapi ini justru mau menunjukkan hal yang paling mendasar bahwa dalam Kerajaan Surga perbuatan baik seseorang tidak dapat mewakili dan menyelamatkan orang lain. Hanya kita sendiri dapat menolong diri kita, bukan orang lain atau diwakilkan. Jadi, sepanjang peziarahan hidup kita di dunia menjadi masa dimana kita perlu menyiapkan pelita dengan stok minyak yang cukup agar pelita hidup kita tetap menyalah dan tidak redup. Perumpamaan yang disampaikan oleh Yesus kali ini tidak sekedar ilustrasi hampa atau kosong, namun memberi kita pelajaran berharga agar kita dapat membekali diri dengan pengetahuan dan keterampilan yang menjawabi situasi iman kita.

            Poin kesetiaan menjadi amat penting bagi kita dalam menanti, karena itu kesetiaan dalam hidup yang baik sesuai Kehendak Allah adalah hal yang mutlak perlu kita persiapkan. Mentalitas hidup santai dengan prinsip masih ada banyak waktu untuk mempersiapkan diri harus segera diubah dan dibaharui agar kita selalu waspada dan mawas diri. Mentalitas santai justru akan membuat kita kaget dan panik manakala kita didapati dalam keadaan tidak siap alias santai, karena hari Tuhan itu datangnya seperti pencuri di malam hari yang tak dapat diduga. Yang terpenting, kita perlu setia menjalani hidup ini dengan bobot dan kualitas yang memadai sambil berbuat baik, karena itulah persiapan yang paling sederhana yang dapat kita lakukan untuk menyukakan hati Tuhan agar kita layak dan pantas dizinkan masuk menikmati perjamuan surgawi bersama para kudus di surga.

           

Usaha dan ketekunan Sta. Monika mempertobatkan anaknya, adalah teladan istimewa yang perlu dihidupi. Ia menyediakan stok minyak yang banyak dalam hidupnya sehingga anaknya dapat disapah dan ditobatkan oleh Tuhan. Begitu pula, teladan kelima gadis bijaksana mengajarkan kepada kita aspek kesetiaan dalam menanti sambil melaksanakan tugas dan pekerjaan secara bertanggungjawab.

           

Kisah Injil hari ini tentang lima gadis bijaksana dan lima gadis bodoh, tidak hanya menyatakan kepada kita bahwa ada orang bijaksana dan ada orang bodoh, tetapi lebih dari itu, menyatakan kebijaksanaan dan kebodohan itu juga ada dalam diri kita masing-masing. Menjadi orang bijaksana itu penting, namun untuk mencapai tahap bijaksana orang harus melewati proses hidup yang panjang hingga membuatnya matang. Ia harus mati bagi dirinya artinya segala kecenderungan manusiawi harus mampu diatasi dengan tetap berkiblat pada hal-hal yang baik yang menghantarnya mencapai kemurnian diri. Sedangkan, menjadi orang bodoh mengisyaratkan bahwa kita tidak mau berubah dari cara hidup lama kita, kita lebih suka hidup menuruti kehendak dan nafsu murahan kita dan mengabaikan kekudusan. Kita lebih suka mengulur-ulur waktu untuk melakukan perbuatan-perbuatan baik karena kita menganggap kita masih punya banyak waktu untuk melakukannya. Karena itu, kita perlu berdoa dan memohon rahmat Tuhan agar kita dapat hidup bijaksana, tahu mana yang baik dan benar, sempurna dan terus melakukan apa yang menjadi kehendak Tuhan. Dengan demikian, kita dapat mempersembahkan hidup kita kepada Tuhan dengan tanpa cacat, tak bernoda,  tetapi tetap dalam kekudusan sebagaimana St. Agustinus mengalami perubahan hidup yang total sampai usahanya mencapai kekudusan. Semoga semangat ketekunan dan kesetiaan Sta. Monika, St. Agustinus dan lima gadis bijaksana menginspirasi kita untuk membangun kekudusan dalam diri kita dengan tetap konsisten melakukan perbuatan-perbuatan baik yang menjamin kekudusan dan keselamatan kekal. Perbuatan-perbuatan baik adalah garansi kita memperoleh keselamatan dan kemurahan hati dari Tuhan. ***Bernard Wadan***

Tidak ada komentar:

Posting Komentar