2Tim 3:10-17 & Mrk 12:35-37
Hari ini (Jumat/5/6/2020), Gereja Katolik sejagat memperingati Santo
Bonefasius. Seorang uskup dan martir.
Kisah hidup Bonefasius adalah kisah keberhasilan dan pengorbanan. Dia
mencatat keberhasilan gemilang dalam misinya di Jerman dengan mempertobatkan
para penyembah berhala. Namun hidupnya berakhir tragis ketika kelompok barbar
membunuhnya justru saat ia mempersiapkan penguatan bagi beberapa orang yang
bertobat. Karya misioner yang prestisius dari St. Bonefasius tidak terlepas dari kekuatan spiritual yang
mengalir dari imannya akan Yesus sebagai Mesias yang bukan saja dalam arti
keturunan Daud tetapi jauh melampaui di atas segala-galanya yakni Mesias Sang
Putra Ilahi (Berjalan Bersama Sang Sabda, hal. 217).
Terminologi Mesias menjadi materi utama pengajaran Yesus pada hari ini di
bait Allah (Mrk 12:35-37). Pada pokoknya, Yesus ingin memberi pencerahan kepada
banyak orang mengenai siapakah Mesias itu sebenarnya. Pengajaran tentang Mesias
ini dikaitkan dengan sikap para ahli taurat yang mengatakan bahwa Mesias adalah
anak Daud. Benarkah Mesias itu anak Daud atau jauh melampaui anak Daud?
Menjawabi itu, Yesus pun mengutip kalimat yang diucapkan Daud sendiri atas
ilham Roh Kudus: “Tuhan telah berfirman kepada Tuanku: duduklah di sebelah
kanan-Ku, sampai musuh-musuh-Mu Kutaruh di bawah kaki-Mu (Mrk 12:36)”. Dari
penjelasan di atas ada dua hal yang mau disampaikan terkait makna Mesias.
Pertama, secara genealogi (garis keturunan secara biologis) Mesias itu berasal
dari keturunan Daud sehingga pantas dikatakan sebagai anak Daud. Kedua, merujuk
kepada pengakuan Daud sendiri, ternyata Mesias itu berasal dari garis ilahi. Ia
tidak hanya sekedar anak Daud. Tetapi lebih dari itu, Mesias adalah firman yang
telah menjadi manusia. Dia adalah Yesus, anak Allah yang diurapi untuk membawa
keselamatan bagi manusia.
Orang-orang Yahudi memahami Mesias adalah seorang utusan Allah yang lahir
dari keturunan Daud untuk membawa bangsa Israel keluar dari penjajahan bangsa
Romawi. Orang Israel era Yesus ternyata masih merindukan seorang sosok seperti
Daud yang akan duduk sebagai raja yang gagah perkasa. Dia tidak hanya disegani
oleh kawan dan lawan, tetapi ia akan menjadikan Israel sebagai bangsa yang
merdeka, bangsa yang otonom, terlepas dari penindasan penjajah. Mesias dalam
pandangan orang Israel adalah Mesias yang hadir secara politik dan militer.
Eforia akan figur Daud mengaburkan mata batin mereka untuk mengenal siapa Yesus
sebenarnya. Kehadiran Yesus di tengah-tengah orang Israel hendak menegaskan
bahwa Mesias yang dijanjikan oleh Allah itu telah hadir. Dan sekarang telah ada
di hadapan mata mereka. Tetapi Mesias itu tidak seperti yang mereka bayangkan;
yang akan hadir secara politik. Yesus mau membuka pikiran dan pandangan orang
Israel saat itu bahwa model kepemimpinan-Nya sebagai seorang Mesias berbeda
dengan model kepemimpinan raja Daud. Ia bukan raja duniawi. Melainkan raja
sorgawi yang akan membawa umat Israel keluar dari belenggu dosa menuju
keselamatan kekal. Kesalahan “gagal paham” orang Israel melalui para elit agama
Yahudi, menyebabkan mereka tidak mampu melihat Mesias anak Allah yang hidup
dalam diri Yesus. Pada akhirnya, mereka juga menolak Yesus dan seluruh
ajaran-Nya.
Dalam masa pengembaraan-Nya di dunia, Yesus tidak secara otonom
memperkenalkan diri-Nya terlepas dari Allah. Yesus selalu menegaskan bahwa Diri
dan segala karya-Nya adalah dari Bapa di sorga (Iman Katolik, hal. 313). Yesus
adalah representasi langsung dari Allah sendiri. Berbicara tentang Allah berarti
kita berbicara mengenai Yesus dan segala karya-Nya di muka bumi. Ini dengan
tegas mengatakan bahwa sesungguhnya Mesias itu adalah Yesus. Putra Allah yang
telah menyejarah dalam sejarah keselamatan hidup manusia. Kalau hanya
dimengerti sebagai keturunan Daud dalam
aspek manusiawi maka bisa dipastikan bahwa Santo Bonefasius tidak akan
melakukan segala sesuatu demi Sang Mesias yang mendatangkan risiko bagi
nyawanya. Santo Bonefasius sungguh-sungguh mengakui Yesus sebagai Mesias. Dan
itu bukan sebuah pilihan tanpa konsekuensi. Ia harus menghadapi banyak
kesulitan dan penderitaan demi mempertahankan imannya akan Yesus Sang Mesias.
Begitu pula, dalam surat keduanya kepada Timotius (2Tim 3:10-17), Paulus
berusaha mengingatkan dan meneguhkan Timotius akan risiko pilihan mereka
mengikuti Yesus. Sebuah risiko yang sulit. Tetapi Paulus menguatkan Timotius
untuk tetap berpegang pada kebenaran yang telah ia terima dan yakini (2Tim
3:14).
Keyakinan kita tentang Yesus sebagai Mesias tentu harus tetap membara dalam
hati kita masing-masing. Tidak sekedar kata-kata kosong. Bahwa Yesus bukan
sekedar Mesias anak Daud. Tetapi lebih dari itu, Yesus sebagai Mesias, Anak
Allah yang telah menjadi manusia dan tinggal di antara kita. Keyakinan kita
tentang Mesias, hendaknya menyadarkan kita untuk tetap teguh dan selalu
mengandalkan Dia dalam segala dinamika hidup yang kita hadapi. Tidak hanya
dalam nada syukur, kita memuliakan Yesus Sang Mesias yang telah meretas jalan
kebaikan dan kesuksesan yang kita alami. Namun, dalam tiap kesulitan dan
penderitaan yang kita alami, hendaknya iman kita akan Dia tetap teguh. Kita
tidak boleh patah semangat dan berpindah kepada kekuatan lain selain diri-Nya.
Hanya dalam kesulitan dan tantangan itulah, iman kita akan Yesus sang Mesias
terus berkembang dan menjadi matang. Kita akan menjadi seorang murid Kristus
yang setia dan militan dalam mengarungi arus zaman yang semakin ganas. Amin.
Tuhan memberkati. ***Atanasius KD Labaona***
Tidak ada komentar:
Posting Komentar