Kamis, 04 Juni 2020

YESUS ADALAH MESIAS


2Tim 3:10-17 & Mrk 12:35-37
Hari ini (Jumat/5/6/2020), Gereja Katolik sejagat memperingati Santo Bonefasius. Seorang uskup dan martir.  Kisah hidup Bonefasius adalah kisah keberhasilan dan pengorbanan. Dia mencatat keberhasilan gemilang dalam misinya di Jerman dengan mempertobatkan para penyembah berhala. Namun hidupnya berakhir tragis ketika kelompok barbar membunuhnya justru saat ia mempersiapkan penguatan bagi beberapa orang yang bertobat. Karya misioner yang prestisius dari St. Bonefasius  tidak terlepas dari kekuatan spiritual yang mengalir dari imannya akan Yesus sebagai Mesias yang bukan saja dalam arti keturunan Daud tetapi jauh melampaui di atas segala-galanya yakni Mesias Sang Putra Ilahi (Berjalan Bersama Sang Sabda, hal. 217).

Terminologi Mesias menjadi materi utama pengajaran Yesus pada hari ini di bait Allah (Mrk 12:35-37). Pada pokoknya, Yesus ingin memberi pencerahan kepada banyak orang mengenai siapakah Mesias itu sebenarnya. Pengajaran tentang Mesias ini dikaitkan dengan sikap para ahli taurat yang mengatakan bahwa Mesias adalah anak Daud. Benarkah Mesias itu anak Daud atau jauh melampaui anak Daud? Menjawabi itu, Yesus pun mengutip kalimat yang diucapkan Daud sendiri atas ilham Roh Kudus: “Tuhan telah berfirman kepada Tuanku: duduklah di sebelah kanan-Ku, sampai musuh-musuh-Mu Kutaruh di bawah kaki-Mu (Mrk 12:36)”. Dari penjelasan di atas ada dua hal yang mau disampaikan terkait makna Mesias. Pertama, secara genealogi (garis keturunan secara biologis) Mesias itu berasal dari keturunan Daud sehingga pantas dikatakan sebagai anak Daud. Kedua, merujuk kepada pengakuan Daud sendiri, ternyata Mesias itu berasal dari garis ilahi. Ia tidak hanya sekedar anak Daud. Tetapi lebih dari itu, Mesias adalah firman yang telah menjadi manusia. Dia adalah Yesus, anak Allah yang diurapi untuk membawa keselamatan bagi manusia.

Orang-orang Yahudi memahami Mesias adalah seorang utusan Allah yang lahir dari keturunan Daud untuk membawa bangsa Israel keluar dari penjajahan bangsa Romawi. Orang Israel era Yesus ternyata masih merindukan seorang sosok seperti Daud yang akan duduk sebagai raja yang gagah perkasa. Dia tidak hanya disegani oleh kawan dan lawan, tetapi ia akan menjadikan Israel sebagai bangsa yang merdeka, bangsa yang otonom, terlepas dari penindasan penjajah. Mesias dalam pandangan orang Israel adalah Mesias yang hadir secara politik dan militer. Eforia akan figur Daud mengaburkan mata batin mereka untuk mengenal siapa Yesus sebenarnya. Kehadiran Yesus di tengah-tengah orang Israel hendak menegaskan bahwa Mesias yang dijanjikan oleh Allah itu telah hadir. Dan sekarang telah ada di hadapan mata mereka. Tetapi Mesias itu tidak seperti yang mereka bayangkan; yang akan hadir secara politik. Yesus mau membuka pikiran dan pandangan orang Israel saat itu bahwa model kepemimpinan-Nya sebagai seorang Mesias berbeda dengan model kepemimpinan raja Daud. Ia bukan raja duniawi. Melainkan raja sorgawi yang akan membawa umat Israel keluar dari belenggu dosa menuju keselamatan kekal. Kesalahan “gagal paham” orang Israel melalui para elit agama Yahudi, menyebabkan mereka tidak mampu melihat Mesias anak Allah yang hidup dalam diri Yesus. Pada akhirnya, mereka juga menolak Yesus dan seluruh ajaran-Nya.

Dalam masa pengembaraan-Nya di dunia, Yesus tidak secara otonom memperkenalkan diri-Nya terlepas dari Allah. Yesus selalu menegaskan bahwa Diri dan segala karya-Nya adalah dari Bapa di sorga (Iman Katolik, hal. 313). Yesus adalah representasi langsung dari Allah sendiri. Berbicara tentang Allah berarti kita berbicara mengenai Yesus dan segala karya-Nya di muka bumi. Ini dengan tegas mengatakan bahwa sesungguhnya Mesias itu adalah Yesus. Putra Allah yang telah menyejarah dalam sejarah keselamatan hidup manusia. Kalau hanya dimengerti  sebagai keturunan Daud dalam aspek manusiawi maka bisa dipastikan bahwa Santo Bonefasius tidak akan melakukan segala sesuatu demi Sang Mesias yang mendatangkan risiko bagi nyawanya. Santo Bonefasius sungguh-sungguh mengakui Yesus sebagai Mesias. Dan itu bukan sebuah pilihan tanpa konsekuensi. Ia harus menghadapi banyak kesulitan dan penderitaan demi mempertahankan imannya akan Yesus Sang Mesias. Begitu pula, dalam surat keduanya kepada Timotius (2Tim 3:10-17), Paulus berusaha mengingatkan dan meneguhkan Timotius akan risiko pilihan mereka mengikuti Yesus. Sebuah risiko yang sulit. Tetapi Paulus menguatkan Timotius untuk tetap berpegang pada kebenaran yang telah ia terima dan yakini (2Tim 3:14).
Keyakinan kita tentang Yesus sebagai Mesias tentu harus tetap membara dalam hati kita masing-masing. Tidak sekedar kata-kata kosong. Bahwa Yesus bukan sekedar Mesias anak Daud. Tetapi lebih dari itu, Yesus sebagai Mesias, Anak Allah yang telah menjadi manusia dan tinggal di antara kita. Keyakinan kita tentang Mesias, hendaknya menyadarkan kita untuk tetap teguh dan selalu mengandalkan Dia dalam segala dinamika hidup yang kita hadapi. Tidak hanya dalam nada syukur, kita memuliakan Yesus Sang Mesias yang telah meretas jalan kebaikan dan kesuksesan yang kita alami. Namun, dalam tiap kesulitan dan penderitaan yang kita alami, hendaknya iman kita akan Dia tetap teguh. Kita tidak boleh patah semangat dan berpindah kepada kekuatan lain selain diri-Nya. Hanya dalam kesulitan dan tantangan itulah, iman kita akan Yesus sang Mesias terus berkembang dan menjadi matang. Kita akan menjadi seorang murid Kristus yang setia dan militan dalam mengarungi arus zaman yang semakin ganas. Amin. Tuhan memberkati. ***Atanasius KD Labaona***


Tidak ada komentar:

Posting Komentar