Rabu, 17 Juni 2020

Bertumbuh Dalam Kualitas Doa


Mat 6:6-15
Salah satu hal yang diajarkan Yesus berkenaan dengan doa adalah janganlah kita bertele-tele seperti orang yang tidak mengenal Allah. Yesus memberikan alasan mendasar mengapa kita jangan bertele-tele dalam doa, karena Bapa kita mengetahui apa yang kita perlukan, sebelum kita meminta kepada-Nya.

Ajaran ini mengingatkan kita bahwa yang dibutuhkan Tuhan adalah ungkapan hati yang langsung dan jelas pada apa yang mau disampaikan tanpa harus membumbuinya dengan banyaknya kata. Banyaknya kata dan panjangnya kalimat tidak menentukan mutu dari doa kita. Bertele-tele malah membuat kita menjadi tidak fokus dan konsen untuk mengangkat hati kita kepada Dia yang mahatahu. Jika kita lebih fokus kepada banyak kata-kata yang ingin kita katakan maka kita condong mengabaikan bahwa yang intinya adalah kita menyatu hati dengan Dia yang menginginkan hati kita.

Yesus meminta kita agar kata-kata secukupnya saja namun bernas untuk menggambarkan hati kita kepada-Nya. Jika sesuatu yang jujur datangnya dari hati kita dan diungkapkan apa adanya di dalam kata-kata yang sederhana dan tepat maka itu sudah menunjukkan keseluruhan dari apa yang hendak kita sampaikan. Bahkan boleh dikatakan bahwa dalam diam tanpa kalimat dan kata pun, hati kita berbicara dengan Tuhan apabila kita memang sungguh-sungguh mau berdoa, dan Ia pasti mendengarkan seruan kita yang tak terucapkan.

Untuk menunjukkan bagaimana kita berdoa dengan baik, Yesus mengajarkan kita doa Bapa Kami. Doa itu begitu sederhananya, tidak bertele-tele, namun sangat bernas dan mengungkapkan apa yang mendasar dalam hidup kita. Ia sempurna dalam formulasi maupun isinya. Secara keseluruhan, ia mengungkapkan apa yang sejatinya kita lakukan di dalam hidup kita baik dalam tatanan relasi vertikal dengan Allah Bapa, maupun relasi horisontal antarsesama.  Oleh karena kesempurnaan ini, maka doa Bapa Kami menjadi model dari doa-doa kita, dan segala doa kita disempurnakan dengan doa itu.

Karena penekanan utama doa kepada Allah Bapa adalah ungkapan hati atas hal-hal mendasar dalam hidup kita maka yang terpenting bagi kita adalah menyatukan diri dengan setiap kata yang diucapkan. Hal yang sama terjadi juga ketika doa Bapa Kami dan doa-doa apapun yang kita daraskan. Gerakan bibir ketika kata-kata doa keluar dari mulut kita adalah gerakan hati. Dan ini terjadi bila setiap kita benar-benar menyadari bahwa kita berdoa, dan bukan mengucapkan doa. Kita fokus dan penuh konsentrasi. Jiwa kita menyatu dalam aktivitas doa kita.

Kualitas doa ini benar-benar dinyatakan oleh setiap kita yang memandang setiap doa sebagai kebutuhan dasar hidup kita. Akan lain jadinya ketika kita berdoa hanya untuk memenuhi kewajiban keagamaan kita. Kewajiban tanpa kesadaran menjerumuskan kita ke dalam formalisme. Kita membutuhkan waktu bermenit-menit, bahkan berjam-jam, misalnya di dalam Ekaristi atau apapun kebaktian itu, namun kita tidak berdoa apapun karena hati kita tidak menyatu dengan aktivitas doa yang sedang berlangsung. Kita hanya seolah-olah berdoa.

Pengalaman seperti ini bisa menjadi suatu medan reflleksi bagi kita. Sebagai umat beriman kita memang tidak bisa menghindari doa sebagai suatu aktivitas keagamaan kita. Kita berdoa dan terus berdoa. Namun defakto, kita berada dalam tegangan antara yang nyata terjadi dan ideal ke arah mana kita diarahkan. Dalam tegangan itu, kita bisa terarah kepada ideal tetapi juga bisa terpuruk. Dalam situasi inilah kita patut melihat diri kita bagaimana kita menghayati kehidupan doa kita secara baik.

Untuk maksud itu, maka atas dasar firman Tuhan dalam Injil hari ini, kita bisa melakukan otokritik atas diri kita sendiri. Kita sendirilah yang paling mengetahui diri kita sendiri dan hanya kita sendiri pulalah yang secara orisinal melakukan kritik atas diri kita. Dengan melakukan otokritik kita bisa menyadari kekuatan dan kelemahan diri kita dan kita bisa bergerak untuk membangun kehidupan doa kita secara berkualitas. Semakin jujur dan tajam kita melakukan otokritik semakin terbuka peluang bagi kita untuk bertumbuh dalam kualitas doa kita.

Sebagai satu kesatuan umat beriman, kita tidak bisa menyangkal bahwa kualitas kehidupan doa secara personal baik akan sangat menentukan kualitas doa kita secara komunal sebagai suatu persekutuan umat beriman. Maka ketika kita meningkat secara kualitatif di dalam kehidupan doa pribadi akan memberi nilai pada kualitas doa secara komunal dan sebaliknya kualitas doa komunal yang baik akan memberikan jaminan penghayatan doa secara pribadi.

Doa yang berkualitas adalah gambaran kehidupan kita sebagai anak-anak Tuhan. Maka marilah kita membangun dan terus membangun kehidupan doa kita secara berkualitas sebab olehnya kita dapat bertumbuh sebagai orang-orang Kristiani berkualitas pula.***Apol Wuwur***

Tidak ada komentar:

Posting Komentar