Mat
6:6-15
Salah satu hal yang diajarkan Yesus berkenaan
dengan doa adalah janganlah kita bertele-tele seperti orang yang tidak mengenal
Allah. Yesus memberikan alasan mendasar mengapa kita jangan bertele-tele dalam
doa, karena Bapa kita mengetahui apa yang kita perlukan, sebelum kita meminta
kepada-Nya.
Ajaran ini mengingatkan kita bahwa yang
dibutuhkan Tuhan adalah ungkapan hati yang langsung dan jelas pada apa yang mau
disampaikan tanpa harus membumbuinya dengan banyaknya kata. Banyaknya kata dan
panjangnya kalimat tidak menentukan mutu dari doa kita. Bertele-tele malah membuat
kita menjadi tidak fokus dan konsen untuk mengangkat hati kita kepada Dia yang
mahatahu. Jika kita lebih fokus kepada banyak kata-kata yang ingin kita katakan
maka kita condong mengabaikan bahwa yang intinya adalah kita menyatu hati
dengan Dia yang menginginkan hati kita.
Yesus meminta kita agar kata-kata secukupnya
saja namun bernas untuk menggambarkan hati kita kepada-Nya. Jika sesuatu yang
jujur datangnya dari hati kita dan diungkapkan apa adanya di dalam kata-kata
yang sederhana dan tepat maka itu sudah menunjukkan keseluruhan dari apa yang
hendak kita sampaikan. Bahkan boleh dikatakan bahwa dalam diam tanpa kalimat
dan kata pun, hati kita berbicara dengan Tuhan apabila kita memang
sungguh-sungguh mau berdoa, dan Ia pasti mendengarkan seruan kita yang tak
terucapkan.
Untuk menunjukkan bagaimana kita berdoa dengan
baik, Yesus mengajarkan kita doa Bapa Kami. Doa itu begitu sederhananya, tidak
bertele-tele, namun sangat bernas dan mengungkapkan apa yang mendasar dalam
hidup kita. Ia sempurna dalam formulasi maupun isinya. Secara keseluruhan, ia
mengungkapkan apa yang sejatinya kita lakukan di dalam hidup kita baik dalam
tatanan relasi vertikal dengan Allah Bapa, maupun relasi horisontal
antarsesama. Oleh karena kesempurnaan
ini, maka doa Bapa Kami menjadi model dari doa-doa kita, dan segala doa kita
disempurnakan dengan doa itu.
Karena penekanan utama doa kepada Allah Bapa
adalah ungkapan hati atas hal-hal mendasar dalam hidup kita maka yang terpenting
bagi kita adalah menyatukan diri dengan setiap kata yang diucapkan. Hal yang
sama terjadi juga ketika doa Bapa Kami dan doa-doa apapun yang kita daraskan. Gerakan
bibir ketika kata-kata doa keluar dari mulut kita adalah gerakan hati. Dan ini
terjadi bila setiap kita benar-benar menyadari bahwa kita berdoa, dan bukan
mengucapkan doa. Kita fokus dan penuh konsentrasi. Jiwa kita menyatu dalam
aktivitas doa kita.
Kualitas doa ini benar-benar dinyatakan oleh
setiap kita yang memandang setiap doa sebagai kebutuhan dasar hidup kita. Akan
lain jadinya ketika kita berdoa hanya untuk memenuhi kewajiban keagamaan kita. Kewajiban
tanpa kesadaran menjerumuskan kita ke dalam formalisme. Kita membutuhkan waktu
bermenit-menit, bahkan berjam-jam, misalnya di dalam Ekaristi atau apapun
kebaktian itu, namun kita tidak berdoa apapun karena hati kita tidak menyatu
dengan aktivitas doa yang sedang berlangsung. Kita hanya seolah-olah berdoa.
Pengalaman seperti ini bisa menjadi suatu
medan reflleksi bagi kita. Sebagai umat beriman kita memang tidak bisa
menghindari doa sebagai suatu aktivitas keagamaan kita. Kita berdoa dan terus
berdoa. Namun defakto, kita berada dalam tegangan antara yang nyata terjadi dan
ideal ke arah mana kita diarahkan. Dalam tegangan itu, kita bisa terarah kepada
ideal tetapi juga bisa terpuruk. Dalam situasi inilah kita patut melihat diri
kita bagaimana kita menghayati kehidupan doa kita secara baik.
Untuk maksud itu, maka atas dasar firman Tuhan
dalam Injil hari ini, kita bisa melakukan otokritik atas diri kita sendiri.
Kita sendirilah yang paling mengetahui diri kita sendiri dan hanya kita sendiri
pulalah yang secara orisinal melakukan kritik atas diri kita. Dengan melakukan
otokritik kita bisa menyadari kekuatan dan kelemahan diri kita dan kita bisa
bergerak untuk membangun kehidupan doa kita secara berkualitas. Semakin jujur
dan tajam kita melakukan otokritik semakin terbuka peluang bagi kita untuk
bertumbuh dalam kualitas doa kita.
Sebagai satu kesatuan umat beriman, kita tidak
bisa menyangkal bahwa kualitas kehidupan doa secara personal baik akan sangat
menentukan kualitas doa kita secara komunal sebagai suatu persekutuan umat
beriman. Maka ketika kita meningkat secara kualitatif di dalam kehidupan doa
pribadi akan memberi nilai pada kualitas doa secara komunal dan sebaliknya
kualitas doa komunal yang baik akan memberikan jaminan penghayatan doa secara
pribadi.
Doa yang berkualitas adalah gambaran kehidupan
kita sebagai anak-anak Tuhan. Maka marilah kita membangun dan terus membangun
kehidupan doa kita secara berkualitas sebab olehnya kita dapat bertumbuh
sebagai orang-orang Kristiani berkualitas pula.***Apol Wuwur***
Tidak ada komentar:
Posting Komentar