Yoh 12: 44 – 50
Istilah jubir atau juru bicara merupakan sebuah istilah yang familiar di
telinga kita. Istilah yang tidak asing. Sekian sering, bahkan setiap waktu kita
mendengar, menyaksikan atau membaca ada orang yang menyandang status sebagai
jubir. Atau mungkin ada di antara kita yang pernah menjadi jubir atau juru
bicara dalam suatu acara atau pertemuan. Jubir adalah orang yang berbicara
mewakili seseorang, kelompok orang, lembaga atau institusi tertentu untuk
menyampaikan sesuatu hal atau pesan. Jubir memang berkata-kata dengan
pikirannya sendiri, tetapi apa yang disampaikan tidak mewakili dirinya sendiri.
Ia mengejawantakan pihak lain yang telah memberi amanah kepadanya untuk
berbicara. Oleh karena itu, jubir bisa dikatakan juga adalah seorang utusan. Ia
diberi wewenang atau kuasa untuk menyampaikan pesan tertentu kepada orang lain.
Apa yang dikatakan oleh sang jubir atau orang utusan tersebut, hendaknya
selaras atau tidak melenceng dengan apa yang dikehendaki atau diinginkan oleh
pihak pemberi amanah itu. Tak jarang kita melihat bahwa ada jubir yang dicopot
karena ia berbicara tidak sesuai dengan apa yang dikehendaki oleh sang pemberi
pesan. Banyak jubir juga sangat komunikatif dan menjadi jembatan penghubung
yang hebat untuk menyampaikan pesan baik itu berupa informasi, himbauan,
peringatan, motivasi atau bahkan propaganda tentang isu tertentu kepada orang
lain (publik).
Dalam bacaan hari ini, di hadapan orang-orang Farisi yang percaya
kepada-Nya, Yesus menegaskan diri-Nya sebagai seorang jubir atau orang utusan.
Yesus berbicara tidak mewakili diri-Nya sendiri. Yesus berbicara mewakili
Bapa-Nya, yang telah mengutus dan memberi amanat ilahi itu kepada-Nya. Ada tiga
bagian penting yang bisa kita tangkap dari pesan yang disampaikan oleh Yesus
kepada orang banyak. Pertama, kepada orang banyak yang percaya, termasuk orang
Farisi, Yesus menyampaikan bahwa mereka tidak hanya percaya kepada Dia, tetapi
juga percaya kepada Bapa-Nya. Ketika melihat Yesus yang sedang berbicara,
sebenarnya mereka juga sedang melihat Allah yang berbicara. Kedua, sebagai
seorang utusan, Yesus berbicara tentang tujuan kedatangan-Nya ke dalam dunia.
Ia datang sebagai terang, supaya orang tidak lagi melihat kegelapan, melainkan
tinggal dalam terang oleh karena nama-Nya. Ketiga, Yesus datang bukan sebagai
hakim yang akan menghakimi dunia. Ia datang sebagai penyelamat bagi mereka yang
percaya kepada-Nya.
Yesus dan Bapa-Nya di Sorga, adalah Dua Pribadi yang tidak bisa dipisahkan
satu sama lain. Yang Satu tidak sebagai pelengkap Yang Lain. Yang Lain juga tidak
menyempurnakan Yang Satu. Justru Yang Satu menegaskan atau memanifestasikan
yang lain. Yesus menegaskan diri-Nya sebagai Bapa dan memanifestasikan
kehadiran Sang Bapa di muka bumi. Hubungan Yesus dan Bapa-Nya bukanlah relasi
vertikal atasan dan bawahan, atau relasi antara majikan dan buruh. Hubungan
keduanya adalah hubungan yang selevel, selaras dan seimbang. Tidak saling
meniadakan. Melainkan saling menegaskan antara satu dengan yang lain. Bagi
orang yang percaya, mereka tidak hanya percaya kepada Yesus tetapi percaya
kepada Allah. Mereka tidak hanya melihat Yesus tetapi juga melihat Allah.
Kehadiran Yesus sebagai sang utusan Allah telah memberi pengharapan bagi
orang-orang yang menaruh kepercayaan kepada-Nya. Karena sesungguhnya mereka
tidak tinggal dalam kegelapan dosa melainkan akan mendapat terang yang
menyelamatkan. Terang yang membawa pembaruan dan sukacita dalam hidup. Semua
orang yang percaya akan “dilahirkan kembali” menjadi putih dan suci berkat
terang itu. Bagi orang-orang yang tidak percaya, Yesus datang bukan sebagai
hakim untuk menghakimi mereka. Mereka akan mendapat hakim yang menghakimi
mereka pada saat akhir zaman. Yesus datang hanya untuk menyelamatkan mereka
yang percaya kepada-Nya.
Sebagai seorang juru bicara agung, Yesus telah dengan sangat gamblang dan
terang benderang menyatakan diri-Nya sebagai sang utusan dari Bapa-Nya di
sorga. Sebenarnya, Yesus tidak hanya menyampaikan pesan itu kepada orang banyak
yang percaya kepada-Nya pada saat itu. Tetapi kepada kita semua, orang-orang kepercayaan-Nya
pada masa kini. Hendaknya kita juga percaya kepada Allah. Bukan dengan
kepura-puraan atau setengah hati tetapi dengan hati yang total dan tulus.
Melalui Yesus, Allah telah datang membawa terang kepada kita semua agar kita
tidak lagi diliputi oleh kegelapan dosa, melainkan tetap tinggal dalam terang
yang membawa keselamatan hidup yang kekal. Sebagai manusia, kita kerap jatuh
dan tinggal dalam kegelapan dosa. Berkat kehadiran Yesus, kita selalu diajak,
diarahkan dan dituntun untuk bangkit dan berjalan bersama Sang Terang. Sebagai
orang beriman kita tidak hanya cukup “berada dalam nama-Nya”. Kita harus bisa
pula menjadi orang-orang utusan yang selalu setia membawa kemuliaan wajah-Nya
di tengah dunia. Kita dituntut untuk terus menyebarkan pesan kasih-Nya yang
membawa keselamatan bagi dunia.
Rasul Barnabas dan Saulus telah menunjukkan diri mereka sebagai juru bicara
sekaligus orang-orang utusan Allah yang mumpuni. Dengan gagah berani dan
militan, mereka tidak ragu-ragu menunjukkan identitas diri mereka sebagai
pengikut Kristus. Mereka berjalan dari satu daerah ke daerah yang lain membawa
terang agar semakin banyak orang yang diselamatkan dalam nama Yesus. Mereka
tidak takut dengan segala bahaya, tantangan dan ancaman. Bahkan ketika darah
dan nyawa menjadi taruhannya, mereka tidak gentar sedikit pun. Dalam nama
Yesus, ada keyakinan yang kuat bahwa mereka pasti mendapat terang dan
keselamatan. Sebagai pengikut Yesus, kita tidak hanya secara formal menjadi
orang-orang beragama. Kita juga tidak hanya sekedar percaya dengan mengikuti
berbagai upacara dan ritus keagamaan. Kita dituntut lebih untuk menjadi seorang
jubir Allah, yang mewartakan kasih dan kebaikan Kristus dalam hidup kita
sehari-hari. Sebagai seorang utusan Tuhan, hendaknya kita menunjukkan kasih dan
kebaikan itu dalam setiap kata dan aksi nyata yang menuntun orang ke dalam
terang. Dan bukan sebaliknya, membuat atau membawa orang menuju ke dalam
kegelapan. Di tengah badai pandemik Covic-19, hendaknya kita sebagai jubir atau
utusan Allah, tidak menyebarkan hoaks atau berita bohong yang membawa
keresahan, ketakutan, dan kepanikan di tengah umat atau masyarakat. Kita harus
hadir memberikan informasi yang akurat (benar-benar terpercaya), kata-kata
motivasi yang menyejukan, dan aksi nyata yang meringankan beban atau
penderitaan orang lain. Dengan demikian, sekecil apa pun yang telah kita
lakukan demi kebaikan orang lain dan dunia, sesungguhnya telah menunjukkan diri
kita sebagai seorang jubir dan utusan Allah. Amin. Tuhan memberkati.
***Atanasius KD Labaona***
Tidak ada komentar:
Posting Komentar