Kamis, 14 Mei 2020

KASIH TANPA PAMRIH


Kis 15:22-31 & Yoh 15:12-17
Namanya Bapak Amin. Umurnya sekitar 70 tahun. Tubuhnya gempal dan tinggi. Masih kelihatan tegap. Dari penampakan fisiknya, kelihatan bahwa sang bapak ini dulunya seorang yang tidak saja gagah tetapi juga pekerja ulet. Walau tidak sekuat dan segagah dulu, ia masih bekerja demi tetap survive (bertahan hidup) dari kerasnya dunia ini. Di usianya yang mulai senja, ia harus tinggal sendiri tanpa ditemani oleh para kekasih hatinya. Sang istri sudah pergi entah ke mana. Dua anaknya yang telah menginjak usia dewasa tidak tahu tinggal di mana. Dulu mereka sering datang mengunjunginya. Namun, sekarang sang bapak betul-betul bergulat dengan kesendiriannya. Sesekali ia dikunjungi oleh para tetangganya yang baik hati. Mungkin merasa terenyuh dan turut berempati dengan kesendiriannya. Para tetangga menunjukkan kasih kepada sang bapak dengan berbagai cara. Ada yang datang membawa sembako. Dan ada pula yang sekedar menemaninya bercerita. Sang bapak merasa beruntung karena dalam kesendiriannya, sebenarnya ia tidak sendiri. Masih banyak saudara-saudarinya yang tidak sedarah, tetap menunjukkan perhatian dan kasih mereka tanpa mengharapkan pamrih (balasan).
           
Dalam seruannya kepada para murid (Yoh 15:12-17), Yesus mengatakan supaya mereka saling mengasihi. Kasih itu tidak timbul dari pribadi mereka. Tetapi datang dari Allah sendiri. Dan Allah melalui diri Yesus, telah sungguh-sungguh menyatakan kasih itu dalam kata-kata dan perbuatan-Nya. Yesus menghendaki para murid mengikuti kasih yang telah Ia tunjukkan kepada mereka. Sebuah kasih yang total dan tulus. Tanpa ada kepentingan tertentu yang bermain di dalamnya. Kasih itu adalah kasih tanpa pamrih. Kasih yang tidak mengharapkan balasan. Kasih tanpa kalkulasi matematis. Kasih tanpa syarat. Saya mengasihi engkau karena engkau adalah bagian dari saya. Du bist ein stuck von mir (engkau adalah sepotong dari tubuhku).
           
Kasih Yesus adalah model kasih orang-orang kristiani. Model kasih Yesus adalah salib. Yesus memilih untuk tetap mengasihi manusia ketika situasi manusia tidak menggembirakan. Manusia berdosa dan Ia harus mati karena dosa-dosa manusia. Ia tetap mencintai orang yang bersalah dengan mengorbankan diri di atas salib. Sungguh suatu perbuatan yang besar dan agung (BBSS, hal.190). Yesus sendiri berkata: “Tidak ada kasih yang lebih besar daripad kasih seorang yang memberikan nyawanya untuk sahabat-sahabatnya.” Kasih Yesus kepada manusia tahan uji di atas kayu salib. Tahan dalam penderitaan dan kematian. Dan tak pernah berubah.
           
Kasih Yesus sungguh berbeda dengan model kasih manusia di era ini. Kasih manusia yang masih dibaluti oleh pamrih-pamrih. Kasih yang masih menuntut balasan. Apa yang saya dapat ketika kasih itu terpancar untuk orang lain. Kasih yang masih dihiasi oleh perhitungan untung rugi. Atau bisa juga kita mengasihi orang lain dengan syarat-syarat tertentu. Saya mengasihi engkau karena engkau seorang yang tampan, cantik, kaya, baik hati, rela berkorban, dan sebagainya. Dan kita dengan tegas menolak mengasihi orang lain yang tidak berada dalam kategori baik. Kita menolak mengasihi mereka yang miskin, tidak tampan dan tidak gagah. Kita juga ogah memberikan kasih kepada mereka yang berlaku jahat. Orang-orang yang tidak membawa pengaruh positif malahan merugikan hidup kita. Kita membenci dan memusuhi mereka.
           
Hari ini, Yesus membawa sebuah model kasih yang revolusioner. Sebuah kasih yang tulus dan total. Tanpa pamrih dan syarat-syarat tertentu. Apabila para murid-Nya sungguh meneladani kasih-Nya, maka Yesus juga memberi garansi bahwa ia tidak akan memanggil mereka dengan hamba, melainkan sahabat. Yesus akan memperlakukan mereka sebagai seorang sahabat. Sebagai sahabat, tentu hubungan Yesus dan para murid-Nya sangat mesra. Ia akan selalu menjaga dan melindungi karya dan pelayanan kasih mereka di tengah dunia. Yudas dan Silas adalah dua contoh murid yang telah dengan gagah berani mempertaruhkan nyawanya karena kasih mereka kepada Kristus (Kis 15:26). Melalui bimbingan dan petunjuk roh kudus, dua orang murid itu telah dipilih oleh jemaat untuk bersama-sama dengan Paulus dan Barnabas pergi mengunjungi saudara-saudara mereka yang lain di Antiokhia. Kasih kristus itulah yang mendorong mereka untuk pergi ke Antiokhia. Mereka datang untuk menyampaikan kasih Kristus sehingga menguatkan hati saudara-saudara mereka (Kis 15:32).
           
Kasih kristus yang tanpa pamrih mendorong kita semua untuk tidak ragu-ragu memberikan kasih kita kepada setiap orang yang ada di sekitar kita. Dengan berbagai cara, kehadiran kita sungguh membawa wajah kasih Kristus kepada siapa saja. Bahkan kepada mereka yang mungkin tidak menyukai atau membenci kita. Kasih kita sungguh menyasar mereka yang dipandang “sebelah mata dan dibuang” oleh komunitasnya. Kasih kita sungguh menggema bagi siapa saja tanpa mengharapkan pamrih atau balasan. Mari kita wujudkan kasih tanpa pamrih itu, terutama bagi mereka yang sungguh-sungguh mengalami dampak buruk dari bahaya pandemi Covic-19. Semoga. Tuhan memberkati. ***Atanasius KD Labaona***

Tidak ada komentar:

Posting Komentar