Rabu, 27 Mei 2020

CERITA TENTANG KEBERANIAN


Kis 22:30; 23:6-11 & Yoh 17:20-26
Paulus adalah seorang pemberani. Ia dididik menjadi orang yang berjiwa pemberani dan militan. Keberaniannya terbukti ketika ia tampil sebagai tokoh penting dalam pengejaran, penganiayaan dan pembunuhan para pengikut  Yesus yang dipandang sebagai sekte baru dalam Yudaisme. Setelah pertobatannya oleh peristiwa penampakan Yesus dalam perjalanannya ke Damsyik untuk mengejar orang-orang Nasrani (netzarim-Ibr), Paulus dialihkan oleh Yesus menjadi rasul bangsa-bangsa.

Semangat dan keberaniannya dikobarkan oleh Kristus untuk menjadi saksi-Nya. Keberaniannya untuk membunuh dialihkan untuk menyelamatkan dengan mewartakan Injil Kristus kepada semua bangsa. Ancaman permusuhan, penganiayaan dan pembunuhan tidak pernah menyurutkan keberaniaanya untuk tetap mewartakan Injil. Ke mana saja ia pergi untuk mewartakan Injil, ia mendirikan jemaat di situ  sekalipun dengan mencucurkan air mata.

Semakin ditantang dan diancam, Paulus bertambah dalam semangat dan keberanian. Sebab Yesus yang telah menariknya, terus menyertai dan meneguhkan dia dengan Roh-Nya. Ia ada selalu dalam persekutuan dengan Tuhan yang hadir bagi dirinya. Dengan jelas Yesus hadir dan menguatkannya, misalnya ketika Yesus hendak memilih dan mengutusnya ke Roma: "Kuatkanlah hatimu, sebab sebagaimana engkau dengan berani telah bersaksi tentang Aku di Yerusalem, demikian jugalah hendaknya engkau pergi bersaksi di Roma" (Kis 23:11).
Sama seperti Paulus, demikian juga para murid Yesus. Keberanian mereka tanpa tunduk kepada penderitaan, penganiayaan dan ancaman pembunuhan melahirkan Gereja dan membuatnya terus kokoh berdiri dalam peredaran waktu meski juga tidak sedikit mengalami situasi kelam. Penderitaan dan apapun situasi kelam itu dihadapi dengan keberanian di dalam Tuhan. Itulah kekuatan Gereja. Itulah kekuatan murid-murid  Tuhan dan semua orang yang percaya dan bersekutu di bawah Dia sebagai Gembala.

Dalam Injil hari ini, Yesus memandang penting kesatuan itu. Sebagaiman kehadiran-Nya membentuk suatu persekutuan antara Dia dengan murid-murid-Nya membangkitkan semangat dan keberanian mereka, demikian juga kesatuan itu dikehendaki di antara para murid dan semua orang yang percaya kepada-Nya.

Itulah sebabnya Yesus tidak hanya berdoa untuk murid-murid-Nya saja, melainkan juga mendoakan semua orang yang percaya kepada-Nya agar menjadi satu. Kita semua didoakan agar menjadi satu di dalam Dia. Dan dalam Dia kita menjadi satu juga dengan Bapa yang hadir di dalam Dia. Ada kesatuan insani dan ilahi. Dan itulah kekuatan dasar kita sebagai Gereja.

Kesatuan ini solid dan kokoh karena ia menceritakan tentang kita dan Tuhan. Kita adalah kesatuan itu. Maka kesatuan itu menjadi sumber inspirasi, semangat, kekuatan, keberanian juga segala energi positif yang dibutuhkan dalam menjalankan kehidupan kita sebagai umat beriman. Segala persoalan apapun yang kita hadapi dapat kita selesaikan; kita pun berani menceritakan kebenaran, keadilan dan solidaritas tanpa merasa takut.

Di tengah situasi perjuangan bangsa ini menghadapi situasi kelam akibat covid-19, “cerita kita” menggerakkan kita untuk berani keluar dari “kandang kita” untuk membangun dan menggalakan solidaritas kemanusiaan. Kita tidak takut distigamtisasi atau diberi label apapun itu karena cerita kita adalah cerita kebaikan, cerita tentang hidup dan keselamatan.

Ada tantangan, kesulitan, penolakan, dan mungkin disertai dengan kekerasan,  namun cerita kita meneguhkan hati dan memantapkan langkah kita. Cerita tentang kita membuat kita kuat. Kita menjadi berani. Sebab Dia yang memanggil kita ke dalam persekutuan itu akan selalu hadir dan meneguhkan kita: “Kuatkanlah hatimu”! Dia ada dan satu dengan kita.

Dari kisah hidup Paulus kita belajar suatu kebenaran bahwa tidak ada yang bernilai diperoleh dengan gampang semudah kita membalikan telapak tangan. Paulus mendirikan jemaat dengan cucuran air mata. Dia berhasil karena Tuhan ada dan satu dengan dia. Demikian juga dengan situasi kita sekarang. Ketika kita kuat oleh karena kesatuan kita dengan Dia, maka apapun dan betapapun sulitnya membawa suatu kebaikan, juga kebaikan untuk bangsa ini, pada akhirnya dapat terwujud dengan baik.

Marilah kita bersatu karena oleh kesatuan itu kita menjadi kuat. Kita mampu menghadapi situasi sulit kita dengan gagah berani. Apapun yang bernilai yang kita perjuangkan akan terwujud karena kita berani dalam kesatuan dengan Dia yang mengutus kita. ***Apol Wuwur***

Senin, 25 Mei 2020

KAMU AKAN MENERIMA SEMUANYA DALAM NAMAKU SUPAYA PENUHLAH SUKACITAMU


Yoh 16 : 24b-28 )
Dimasa pandemic covid19 kegelisaan dan rasa bosan anak begitu nampak jelas. Semua kegiatan dibatasi mengakibatkan hilangnya rasa kegembiraan  anak dalam masa pertumbuhan mereka. Keinginan untuk keluar rumah pun dibatasi apalagi ingin jalan-jalan.  Namun untuk mengatasi kejenuhan, anak-anak diajak ke toko sekedar menghibur dengan membeli kebutuhan sehari-hari. Kegembiraan seorang anak akan sangat terasa jika permintaan kepada orang tuanya terkabul. Ia akan menampakan rasa sukacita dalam segala tingkah lakunya. Pancaran kegembiraan sang anak inilah yang menjadikan hati orang tua manapun juga merasakan kebahagiaan.  Melihat wajah anak berseri-seri itu sudah cukup membuat orang tua juga merasakan sukacita. Orang tua mana tidak dapat berhitung-hitung soal pemberian pada anaknya. Berapapun dan apapun yang diinginkan anak, orang tua akan mengabulkannya.

Bacaan hari ini berbicara sukacita, Yesus berkata kepada para murid bahwa Ia masih memberitakan kuasa dan cinta Bapa dalam bahasa kiasan. Dengan cara itu Yesus mendorong para murid untuk terus menerus merenung dan mencari makna terdalam dari ajaranNya.  Yesus juga merasakan sukacita semacam itu. Ia berkata kepada para muridNya, “ Mintalah maka kamu akan menerima, supaya penuhlah sukacitamu.” Yesus sadar betul cara membahagian para rasulNya,  yankni dengan mengabulkan permintaan mereka. Namun doa itu sesungguhnya bukan identic dengan permintaan Tuhan. Sukacita bisa ditemukan dalam situasi manapun.

Bagi yang menemukan arti terdalam itu, iman yang dibinanya akan semakin tertanam kuat. Sebagai pribadi yang dijiwai dan digerakkan oleh Roh,  Yesus secara intensif berkomunikasi dengan Roh dan menghayati segenap karunia Roh. Pola pemberitaan semacam ini tentu akan berubah sejalan dengan perubahan situasi yang dihadapi para murid. Iman yang diasah dalam permenungan akan mampu menjawabi perubahan itu. Iman berpadu dengan ilmu pengetahuan melahirkan sosok-sosok pewarta yang tangguh, yang sanggup menerjemahkan pesan keselamatan kedalam konteks keselamatan. Dengan demikian semakin banyak orang memahami kehendak Tuhan. Itulah sesungguhnya keinginan Yesus, ketika Ia berbicara kepada para rasul dalam amanat perpisahanNya.

Seperti para murid kita juga selalu berhadapan dengan misteri iman. Nilai-nilai Iman tidak selamanya dapat dimengerti secara langsung.  Kita dapat menyikapinya dengan rendah hati dan selalu berharap kiranya Tuhan dapat memberikan pengharapan atas misteri itu. Sering kali kita masih mengukur doa identic dengan permintaan saja. Ketika doa kita belum terkabul Tuhan, kita lalu protes pada Tuhan.  Kita marah, mengeluh, protes dan bahkan ngambek pada Tuhan karena permintaan kita belum terkabul. Sama seperti orang tua yang bahagia jika menyaksikan kebahagian anaknya jika permintaannya dikabulkan. Tuhan juga demikian. Tapi bedanya orang tua dan Tuhan. Kalau orang tua bertindak tidak bijaksana karena memberikan sesuatu kepada anak yang belum tentu pemberian yang tepat, tapi kalau Tuhan sungguh tahu betul apa yang diberikan itu tepat atau tidak diberikan sekarang,  kelak atau bahkan diberikan yang lain.

Maka tak pantas kita marah, mengeluh, protes dan ngambek pada Tuhan yang tahu betul permintaan-permintaan kita. Sebagai manusia lemah kita tidak selamanya terus menerus bersemangat tinggi di dalam pelayanan. Ada saanya kita bahkan ingin meninggalkannya untuk menikmati tawaran dunia. Mintalah maka kamu akan menerimanya, supaya penuhlah sukacitamu. Allah bapa akan mendengarkan lewat doa-doa kita. Kuasa dan wewenang untuk mengabulkan doa adalah sepenuhnya ada ditangan kuasaNya. Pintu yang telah dibuka ini perlu kita manfaatkan,  dengan meningkatkan kualitas doa, refleksi, Kitab Suci, menerima sakramen. Biarkan Tuhan menentukan arah hidup kita dan bertekunlah dalam doamu. Apakah anda pernah marah kepada Tuhan karena keinginanmu tidak dikabulkan dalam doamu?

( Yoh 23b-28 ) Aku berkata kepadamu: Sesungguhnya segala sesuatu yang kamu minta kepada Bapa, akan diberikan-Nya kepadamu dalam nama-Ku. Sampai sekarang kamu belum meminta sesuatu pun dalam nama-Ku. Mintalah maka kamu akan menerima, supaya penuhlah sukacitamu.  Semuanya ini Kukatakan kepadamu dengan kiasan. Akan tiba saatnya Aku tidak lagi berkata-kata kepadamu dengan kiasan, tetapi terus terang memberitakan Bapa kepadamu.  Pada hari itu kamu akan berdoa dalam nama-Ku. Dan tidak Aku katakan kepadamu, bahwa Aku meminta bagimu kepada Bapa,  sebab Bapa sendiri mengasihi kamu, karena kamu telah mengasihi Aku dan percaya, bahwa Aku datang dari Allah.  Aku datang dari Bapa dan Aku datang ke dalam dunia; Aku meninggalkan dunia pula dan pergi kepada Bapa."
Semoga bermanfaat. **JK Lejab**

Kamis, 21 Mei 2020

HARAPAN ITU PASTI


Kis 18:9-18 & Yoh 16:20-23a
Ketika mendapat Surat Keputusan (SK) pengangkatan sebagai CPNS pada bulan Agustus 2009, hati saya begitu berbunga-bunga. Perasaan senang, haru, dan bangga bercampur menjadi satu. Betapa tidak, penantian yang panjang disertai harapan tak pasti akhirnya terjawab dengan selembar SK yang sangat berharga dalam sejarah kehidupan saya. Di balik semua itu, ternyata ada perasaan takut, cemas dan ragu karena saya akan menempati tempat tugas pertama di luar Kabupaten Lembata, tanah leluhur saya. Sesuai dengan formasi dan tempat tugas yang saya pilih sendiri, maka mau tidak mau, siap atau tidak saya harus berangkat ke Kabupatent Sikka. Saya akan menempati pos kerja saya yang perdana sebagai seorang calon ASN pada Kantor Kementerian Agama Kab. Sikka. Saya merasa takut dan cemas. Apakah saya akan bisa menyesuaikan diri dengan situasi yang baru. Apakah saya bisa bekerja dengan baik di lingkup pemerintahan yang terasa asing. Saya juga merasa sedih karena harus meninggalkan keluarga tercinta. Beruntungnya, keluarga kecil saya sangat mendukung dan memberi motivasi yang menguatkan. Sehingga dengan langkah pasti, pada akhir bulan Agustus 2009, saya bertolak ke tempat tugas saya di Maumere, Kab. Sikka. Satu pesan dari keluarga yang tetap tergiang di telinga saya adalah bekerja dengan sebaik-baiknya. Pasti suatu saat, harapan untuk kembali ke Lembata akan terwujud. Dan harapan itu menjadi nyata. Kurang lebih tiga tahun mengabdi di Kantor Kementerian Agama Kab. Sikka, pada bulan Juli 2012, saya mendapat SK mutasi untuk pindah ke Kantor Kementerian Agama Kab. Lembata.

Perasaan takut dan cemas dialami oleh Paulus ketika berada di Korintus. Di balik kegemilangan karya misionernya yang membuat banyak orang Korintus menjadi percaya, ternyata ia juga merasa takut dan cemas akan keselamatan dirinya. Sebuah perasaan yang sangat manusiawi. Paulus mulai kehilangan harapan. Melihat keadaan psikologi Paulus yang mulai goyah, maka Tuhan mendatanginya dalam suatu penglihatan. Tuhan datang dan memberi kekuatan padanya untuk tidak takut memberitakan firman Allah. Tuhan menyuruhnya untuk tetap tinggal dan mewartakan Injil di Korintus. Tuhan memberi jaminan akan selalu mendampingi dan menjamin keselamatan dirinya. Dalam iman, paulus menyerahkan segala harapan hidupnya hanya kepada Tuhan. Dan Paulus tinggal selama satu tahun enam bulan untuk memberitakan firman Allah (Kis 18:10-11). Ketika Galio menjadi gubernur di Akhaya, bangkitlah orang-orang Yahudi melawan Paulus. Mereka membawa Paulus ke hadapan sang gubernur untuk diadili. Ternyata Tuhan menjadikan Galio sebagai alat-Nya untuk menyelamatkan Paulus. Tuhan telah mewujudkan janji-Nya untuk menyelamatkan Paulus dari amukan massa. Tuhan menunjukkan intervensi-Nya agar Paulus menjadi kuat dan tidak ragu-ragu lagi untuk menyerahkan segala harapannya kepada Tuhan.
           
Situasi kebatinan para murid juga sedang goyah. Perasaan mereka mulai diliputi oleh rasa cemas dan takut. Ada tendensi kehilangan asa ketika Yesus mengatakan bahwa Ia tidak lama lagi bersama-sama dengan mereka. Tinggal sesaat lagi Yesus bersama dengan para murid-Nya. Hal ini yang membuat para murid menjadi kuatir akan nasib masa depan mereka. Apa yang akan terjadi jika Yesus benar-benar meninggalkan mereka. Masih bersama-sama dengan Yesus saja mereka sudah menghadapi sekian rintangan dan hambatan yang tidak sedikit. Ajaran Yesus rupanya tidak berjalan mulus di tengah bangsa Israel. Memang ada banyak yang percaya dan mengikuti Yesus. Tetapi ada banyak juga yang menolak terutama dari kalangan elit agama Yahudi. Mereka memvonis ajaran Yesus sebagai ajaran yang tidak sesuai dengan agama yang mereka anut. Yesus dianggap sebagai pembelot, pembangkang yang harus dihukum mati. Tentu tidak hanya Yesus yang akan menerima konsekuensi pahit tersebut. Tetapi para murid, para tangan kanan-Nya pasti juga merasakan efek dari pilihan hidup yang mereka jalani. Mereka juga akan diperlakukan sama seperti Sang Guru. Mereka sepertinya sudah membayangkan masa depan mereka yang buruk tanpa kehadiran Yesus. Para murid sangat menggantungkan hidup dan harapan mereka pada Yesus yang hadir secara fisik. Mereka belum siap lahir batin ketika ditinggalkan Yesus. Yesus membaca kasak kusuk yang terjadi di antara para murid. Ia tahu apa yang sementara mereka perbincangkan. Ia bisa merasakan apa yang sementara mereka rasakan.

Oleh karena itu, Yesus memberi harapan bahwa dukacita yang sementara mereka rasakan akan segera berganti dengan sukacita (Yoh 16:20). Yesus memang akan pergi dari dunia ini. Tetapi Ia akan datang untuk mendampingi, menemani dan menguatkan murid-murid-Nya. Melalui roh kudus, Yesus akan datang untuk membuka pikiran mereka sehingga mereka dapat berbicara tentang kebenaran Kerajaan Allah tanpa merasa takut. Roh Kudus itu pula yang akan memberi jaminan keselamatan. Walaupun mereka ditindas dan dianiaya dalam nama-Nya, roh kudus akan memberikan sukacita iman dalam hidup mereka. Iman akan Yesus itu yang membuat para murid akan bertahan dalam penderitaan. Seperti “seorang perempuan berdukacita pada saat ia melahirkan, tetapi sesudah ia melahirkan anaknya, ia tidak ingat lagi akan penderitaannya, karena kegembiraan bahwa seorang manusia telah dilahirkan ke dunia” (Yoh 16:21). Harapan itu sungguh-sungguh mendapat kepenuhan pada hari Pentekosta (Kis 2:1-13). Yesus memenuhi janji-Nya untuk datang dalam rupa Roh Kudus untuk menguatkan dan meneguhkan panggilan kemuridan mereka.
           
Dalam iman akan Yesus, kita juga percaya bahwa segala harapan akan kebaikan dan kesuksesan dalam hidup kita pasti tercapai. Dalam iman itu pula, kita meyakini bahwa banyak tantangan dan hambatan yang akan kita alami. Butuh perjuangan dan pengorbanan untuk mencapai segala sesuatu yang menjadi harapan. Kita tidak mungkin berjalan sendiri. Kita membutuhkan sosok lain yang akan mendampingi dan menguatkan kita. Sosok itu adalah Tuhan sendiri. Dalam rupa Roh Kudus, Tuhan akan menepati janji-Nya untuk memenuhi segala harapan akan kebaikan dan kesuksesan yang menjadi cita-cita dalam hidup kita. Mari kita selalu berharap dalam iman. Karena iman membawa kepastian akan kebaikan dan keselamatan dalam hidup. Semoga. Tuhan memberkati. ***Atan***

Senin, 18 Mei 2020

ROH KEBENARAN AKAN BERSAKSI TENTANG AKU


Yoh 15:26-16;4a
Dalam berbagai aneka kegiatan terutama dalam pemilihan umum anggota Dewan Perwakilan Rakyat ( DPR ) dan Dewan Perwakilan Daerah ( DPD ) biasanya bertebaran aneka janji manis dari para calon terhormat Legislatip dan partai-partai pendukung dari para calon tersebut.  Dalam setiap kampanye semua janji manis selalu terngiang di telinga dengan umbar ungkapan-ungkapan yang mengecewakan. Semua berisi bunga-bunga manis nan indah jika terpilih nanti. Saya akan komitmen dengan janji saya yakni memajukan Program Pendidikan Gratis , Program Kesehatan Gratis, gaji sekian persen untuk menyumbangkan kepada janda-janda dan fakir miskin,  dsb.  Tidak ada seorang tokoh politik yang mengajak seperti ini, mari memikul salib, mari menderita terlebih dahulu, kita semua akan ditolak dan akan dianiaya. Teren saat ini yakni jika iklannya itu baik maka barangnya jelek tentu akan sukses di pasaran. Dan apa bila barangnya bagus namun iklannya jelek tentu barangnya tidak akan laku di pasaran begitulah umbaran janji manis.  

Firman Tuhan hari ini menjadi peringatan Yesus yang sungguh-sungguh nyata. Karena tantangan kedepan selalu akan mengahadang para murid untuk bersaksi tentang Dia.  Bahkan mereka yang memusuhi dan membunuh para murid akan menyangka bahwa mereka berbuat bakti kepada Allah.  Sabda Yesus ini masih tetap nyata  terjadi hingga saat ini.  Namun demikian tugas kesaksian tak pernah boleh berhenti.  Sabda Tuhan harus terus diwartakan sampai kepada semua orang bahkan sampai ke ujung dunia.

Ketika Nabi Yeremia di panggil Tuhan untuk menjadi utusannya, ia menolak dengan berbagai dalih. “Ah, Tuhan Allah !  Sesungguhnya aku tidak pandai bicara, sebab aku ini masih mudah” kata Yeremia ( Yer 1:6 )  Dalih Yeremiah ini dimentahkan oleh Tuhan,  karena apa yang akan dikatakan dan dilakukan oleh Yeremia sepenuhnya berasal dari Tuhan ( bdk Yer 1:7-10).  Dengan peneguhan itu, Yeremia yang tak pandai berbicara itu menjelma menjadi utusan Tuhan yang sanggup melewati berbagai tantangan.

Pengalaman Yeremia juga terulang pada para murid Yesus. Yesus melihat dan menyadari kecemasan dalam diri mereka.  Karena itu Ia menekankan pentingnya para murid menyadari dua hal. Pertama Roh penghibur yang akan berperan menuntun para murid untuk bersaksi tentang keselamatan.  Mereka akan bersaksi tentang apa yang dikehendaki oleh Bapa. Kedua, dari pihak para murid sendiri Yesus menuntut agar mereka juga berusaha keras untuk memberi kesaksian dengan bertolak dari pengalaman hidup mereka bersama-sama dengan Yesus. Disini tergambar kerjasama antara Tuhan dan manusia, agar warta keselamatan itu sunguh-sunguh tersebar ke banyak orang hingga sampai ke ujung bumi. 

Yesus berbicara apa  adanya jika Ia menjanjikan Roh Penghibur yang akan menggantikaNya. Ia katakan bahwa Ia tidak akan bisa terusan bersama dengan para murid-muridNya. Setelah itu para murid bukannya akan sukses dan bahagia, tetapi justru akan menhadapi tantangan hebat, ditolak bahkan dibunuh demi namaNya. Jelas Yesus tidak menawarkan kenikmatan dan kesuksesan dalam kacamata dunia.

Kita sebagai orang beriman yang mengikuti Kristus semestinya sedari awal harus menyadari panggilan ini. Ikut Yesus itu bukan berarti segala penderitaan dan kesuksesan kita lenyap seketika. Bahkan kita tidak pernah dijanjikan hidup makmur dan sejahtera mendapatkan kelimpahan duniawi. Tetapi Yesus tetap memberikan jaminan dalam Roh Kudus yang senantiasa meneguhkan dan menghibur bagi umat pilihanNya. Tetapi bertahanlah dalam Iman akan Yesus apapun yang terjadi pada kita, yakinlah selalu Roh Kudus selalu dan senantiasa akan mendampingi dan menghibur kita dalam tugas  dan pelayanan kita sehari-hari, Tuhan Memberkati

( Yoh 15 :26-16;4a )  Jikalau Penghibur yang akan Kuutus dari Bapa datang, yaitu Roh Kebenaran yang keluar dari Bapa, Ia akan bersaksi tentang Aku. Tetapi kamu juga harus bersaksi, karena kamu dari semula bersama-sama dengan Aku."
"Semuanya ini Kukatakan kepadamu, supaya kamu jangan kecewa dan menolak Aku.  Kamu akan dikucilkan, bahkan akan datang saatnya bahwa setiap orang yang membunuh kamu akan menyangka bahwa ia berbuat bakti bagi Allah. Mereka akan berbuat demikian, karena mereka tidak mengenal baik Bapa maupun Aku.  Tetapi semuanya ini Kukatakan kepadamu, supaya apabila datang saatnya kamu ingat, bahwa Aku telah mengatakannya kepadamu." **JK Lejab**


Kamis, 14 Mei 2020

KASIH TANPA PAMRIH


Kis 15:22-31 & Yoh 15:12-17
Namanya Bapak Amin. Umurnya sekitar 70 tahun. Tubuhnya gempal dan tinggi. Masih kelihatan tegap. Dari penampakan fisiknya, kelihatan bahwa sang bapak ini dulunya seorang yang tidak saja gagah tetapi juga pekerja ulet. Walau tidak sekuat dan segagah dulu, ia masih bekerja demi tetap survive (bertahan hidup) dari kerasnya dunia ini. Di usianya yang mulai senja, ia harus tinggal sendiri tanpa ditemani oleh para kekasih hatinya. Sang istri sudah pergi entah ke mana. Dua anaknya yang telah menginjak usia dewasa tidak tahu tinggal di mana. Dulu mereka sering datang mengunjunginya. Namun, sekarang sang bapak betul-betul bergulat dengan kesendiriannya. Sesekali ia dikunjungi oleh para tetangganya yang baik hati. Mungkin merasa terenyuh dan turut berempati dengan kesendiriannya. Para tetangga menunjukkan kasih kepada sang bapak dengan berbagai cara. Ada yang datang membawa sembako. Dan ada pula yang sekedar menemaninya bercerita. Sang bapak merasa beruntung karena dalam kesendiriannya, sebenarnya ia tidak sendiri. Masih banyak saudara-saudarinya yang tidak sedarah, tetap menunjukkan perhatian dan kasih mereka tanpa mengharapkan pamrih (balasan).
           
Dalam seruannya kepada para murid (Yoh 15:12-17), Yesus mengatakan supaya mereka saling mengasihi. Kasih itu tidak timbul dari pribadi mereka. Tetapi datang dari Allah sendiri. Dan Allah melalui diri Yesus, telah sungguh-sungguh menyatakan kasih itu dalam kata-kata dan perbuatan-Nya. Yesus menghendaki para murid mengikuti kasih yang telah Ia tunjukkan kepada mereka. Sebuah kasih yang total dan tulus. Tanpa ada kepentingan tertentu yang bermain di dalamnya. Kasih itu adalah kasih tanpa pamrih. Kasih yang tidak mengharapkan balasan. Kasih tanpa kalkulasi matematis. Kasih tanpa syarat. Saya mengasihi engkau karena engkau adalah bagian dari saya. Du bist ein stuck von mir (engkau adalah sepotong dari tubuhku).
           
Kasih Yesus adalah model kasih orang-orang kristiani. Model kasih Yesus adalah salib. Yesus memilih untuk tetap mengasihi manusia ketika situasi manusia tidak menggembirakan. Manusia berdosa dan Ia harus mati karena dosa-dosa manusia. Ia tetap mencintai orang yang bersalah dengan mengorbankan diri di atas salib. Sungguh suatu perbuatan yang besar dan agung (BBSS, hal.190). Yesus sendiri berkata: “Tidak ada kasih yang lebih besar daripad kasih seorang yang memberikan nyawanya untuk sahabat-sahabatnya.” Kasih Yesus kepada manusia tahan uji di atas kayu salib. Tahan dalam penderitaan dan kematian. Dan tak pernah berubah.
           
Kasih Yesus sungguh berbeda dengan model kasih manusia di era ini. Kasih manusia yang masih dibaluti oleh pamrih-pamrih. Kasih yang masih menuntut balasan. Apa yang saya dapat ketika kasih itu terpancar untuk orang lain. Kasih yang masih dihiasi oleh perhitungan untung rugi. Atau bisa juga kita mengasihi orang lain dengan syarat-syarat tertentu. Saya mengasihi engkau karena engkau seorang yang tampan, cantik, kaya, baik hati, rela berkorban, dan sebagainya. Dan kita dengan tegas menolak mengasihi orang lain yang tidak berada dalam kategori baik. Kita menolak mengasihi mereka yang miskin, tidak tampan dan tidak gagah. Kita juga ogah memberikan kasih kepada mereka yang berlaku jahat. Orang-orang yang tidak membawa pengaruh positif malahan merugikan hidup kita. Kita membenci dan memusuhi mereka.
           
Hari ini, Yesus membawa sebuah model kasih yang revolusioner. Sebuah kasih yang tulus dan total. Tanpa pamrih dan syarat-syarat tertentu. Apabila para murid-Nya sungguh meneladani kasih-Nya, maka Yesus juga memberi garansi bahwa ia tidak akan memanggil mereka dengan hamba, melainkan sahabat. Yesus akan memperlakukan mereka sebagai seorang sahabat. Sebagai sahabat, tentu hubungan Yesus dan para murid-Nya sangat mesra. Ia akan selalu menjaga dan melindungi karya dan pelayanan kasih mereka di tengah dunia. Yudas dan Silas adalah dua contoh murid yang telah dengan gagah berani mempertaruhkan nyawanya karena kasih mereka kepada Kristus (Kis 15:26). Melalui bimbingan dan petunjuk roh kudus, dua orang murid itu telah dipilih oleh jemaat untuk bersama-sama dengan Paulus dan Barnabas pergi mengunjungi saudara-saudara mereka yang lain di Antiokhia. Kasih kristus itulah yang mendorong mereka untuk pergi ke Antiokhia. Mereka datang untuk menyampaikan kasih Kristus sehingga menguatkan hati saudara-saudara mereka (Kis 15:32).
           
Kasih kristus yang tanpa pamrih mendorong kita semua untuk tidak ragu-ragu memberikan kasih kita kepada setiap orang yang ada di sekitar kita. Dengan berbagai cara, kehadiran kita sungguh membawa wajah kasih Kristus kepada siapa saja. Bahkan kepada mereka yang mungkin tidak menyukai atau membenci kita. Kasih kita sungguh menyasar mereka yang dipandang “sebelah mata dan dibuang” oleh komunitasnya. Kasih kita sungguh menggema bagi siapa saja tanpa mengharapkan pamrih atau balasan. Mari kita wujudkan kasih tanpa pamrih itu, terutama bagi mereka yang sungguh-sungguh mengalami dampak buruk dari bahaya pandemi Covic-19. Semoga. Tuhan memberkati. ***Atanasius KD Labaona***

Jumat, 08 Mei 2020

ALLAH MENJUMPAI KITA DALAM PENGALAMAN HIDUP


Yoh 14:7-14

Filipus meminta Yesus menunjukkan Bapa kepada mereka untuk menanggapi apa yang dikatakan Yesus bahwa siapa yang mengenal-Nya, pasti juga mengenal Bapa-Nya. Filipus memang sungguh penasaran. Ia ingin agar Bapa disebut Yesus dapat dilihat dan dikenal.

Dalam hal tertentu mungkin Filipus benar  sebab Allah Ishak, Allah Yakub, Allah Abraham  yang disebut “Allahku, Allah kita, Allah Kami”  dan yang disapa Yesus sebagai Bapa itu, sejak awal mula tidak pernah menampakkan diri secara langsung. Ia berbicara kepada umat-Nya melalui orang-orang yang ditentukan secara khusus, tetapi Ia tidak pernah menunjukkan diri-Nya. Filipus mau melihat Bapa secara jelas sebagaimana ia melihat Yesus, Anak-Nya.

Akan tetapi Filipus ditegur Tuhan. Bukan saja karena Yesus telah mengakatan, siapa yang mengenal-Nya, pasti mengenal Bapa-Nya pula dan Filipus tidak memahaminya, melainkan juga kenyataan bahwa sekalipun  Filipus itu selalu ada bersama dengan Yesus, akan tetapi Ia belum mampu melihat Bapa yang hadir dan bekerja dalam diri Yesus.

Berbeda dengan orang-orang Farisi dan ahli-ahli Taurat yang meminta penjelasan tentang kebenaran Allah untuk kepentingan “menjerat Yesus” dan karena itu tidak diladeni, maka Filipus oleh kepolosannya membuka jendela pemahaman yang lebih dalam tentang kebenaran yang diajarkan Yesus, namun masih samar-samar untuknya. Dan sekiranya bukan untuk dirinya saja, melainkan juga untuk murid-murid yang lain bahwa akibat “kedunguan” Filipus mereka pun memahami dengan  jelas relasi  antara Yesus dengan Bapa dan bagaimana Bapa bekerja di dalam Anak-Nya.

Karena itu maka dalam penjelasan-Nya  untuk menanggapi tanggapan Filipus, Yesus berkata: “Barangsiapa telah melihat Aku, ia telah melihat Bapa” (Yoh 14:9). Yesus menunjukkan bahwa Ia dan Bapa-Nya adalah satu (Yoh 10:13) atau yang diungkapkan dengan cara lain dalam bahasa Injil hari ini: “Aku di dalam Bapa dan Bapa di dalam Aku” (Yoh 14:10). Dialah Imanuel, Allah yang ada bersama-sama mereka. Dialah Anak dari Bapa yang mengutus-Nya. Di dalam diri-Nya berdiam kepenuhan Allah Bapa. Kata-kata-Nya dan pekerjaan-Nya adalah tindakan Allah Bapa sendiri.  Demikianlah Yesus berkata: “Apa yang Aku katakan kepadamu, tidak Aku katakan dari diri-Ku sendiri, tetapi Bapa, yang diam di dalam Aku, Dialah yang melakukan pekerjaan-Nya” (Yoh 14:10).

Dengan ini Yesus menunjukkan dengan terang dan jelas bahwa barangsiapa yang melihat dan mengenal Dia, maka sesungguhnya ia telah melihat dan mengenal Bapa. Dialah yang hadir dan menyertai umat manusia sepanjang hidupnya. Dia tidak hanya berbicara dan hanya didengar suara-Nya,  melainkan Dia yang menampakkan diri secara nyata dalam diri Pribadi yang dapat dilihat, didengar, diraba, dicium dan pekerjaan-pekerjaan yang dilakukan-Nya dapat dialami dan dirasakan pengaruhnya.

Kepada kita umat beriman, Yesus juga memberikan jawaban atas pertanyaan-pertanyaan dasariah dalam hidup kita meskipun seperti Filipus kita juga dikritik Yesus atas kelambanan kita dalam mengerti kebenaran yang diajarkan-Nya kepada kita melalui Gereja-Nya yang kudus. 

Dan wajar bahwa kita mesti menjadi Filipus yang penasaran, dan bukannya sudah merasa sempurna,  agar kita bisa melihat diri bahwa kita belumah apa-apa dalam beriman dan karena itu membutuhkan bantuan untuk semakin bertumbuh dalam iman. Adalah lebih baik dicap “dungu” agar kita bisa diubah daripada berdiman diri dan memandang diri kita sudah sempurna dan kita tidak bertumbuh apa-apa.

Kritikan Yesus terhadap kita membuat kita menjadi terbuka dan memahami bahwa hidup kita adalah medan Allah menyatakan diri-Nya secara personal. Seperti pada masa para murid, Allah dapat dialami kehadiran-Nya secara nyata dalam pengalaman hidup mereka baik sebelum maupun sesudah paskah, demikian pula Dia yang satu dan sama itu tetap menghadirkan diri-Nya di dalam hidup dan pengalaman kita umat manusia dewasa ini.

Ia hadir di dalam Gereja melalui sakramen-sakramen yang dirayakan, melalui doa-doa komunitas dan pribadi, melalui karya-karya amal dan kebaikan, melalui pengalaman-pengalaman hidup yang biasa namun unik jika direfleksikan dan melalui setiap orang yang dengan kehendak baik ingin memberikan yang baik kepada kita.

Bahkan secara radikal Dia yang personal itu hadir dalam pengalaman-pengalaman tapal batas untuk membuat kita semakin mengenal Dia dan merasakan pekerjaan-pekerjaan-Nya yang nyata dalam hidup kita dan membuat kita bertumbuh kokoh dalam kepercayaan.

Di akhir Injil hari ini Yesus berkata: “Jika kamu meminta sesuatu kepada-Ku dalam nama-Ku, Aku akan melakukannya” (Yoh 14:14). Yesus mau mengajak kita sekalian bahwa apapun  kesulitan kita termasuk kesulitan dalam memahami Dia dengan benar, jika kita  minta dalam nama-Nya, maka Ia akan melakukannya juga. Marilah kita memberi diri kita untuk diubah agar kita sungguh mengalami Dia secara personal dalam pengalaman hidup kita sekalian.*** Apol Wuwur***

Selasa, 05 Mei 2020

MENJADI JUBIR DAN UTUSAN ALLAH


Yoh 12: 44 – 50
Istilah jubir atau juru bicara merupakan sebuah istilah yang familiar di telinga kita. Istilah yang tidak asing. Sekian sering, bahkan setiap waktu kita mendengar, menyaksikan atau membaca ada orang yang menyandang status sebagai jubir. Atau mungkin ada di antara kita yang pernah menjadi jubir atau juru bicara dalam suatu acara atau pertemuan. Jubir adalah orang yang berbicara mewakili seseorang, kelompok orang, lembaga atau institusi tertentu untuk menyampaikan sesuatu hal atau pesan. Jubir memang berkata-kata dengan pikirannya sendiri, tetapi apa yang disampaikan tidak mewakili dirinya sendiri. Ia mengejawantakan pihak lain yang telah memberi amanah kepadanya untuk berbicara. Oleh karena itu, jubir bisa dikatakan juga adalah seorang utusan. Ia diberi wewenang atau kuasa untuk menyampaikan pesan tertentu kepada orang lain. Apa yang dikatakan oleh sang jubir atau orang utusan tersebut, hendaknya selaras atau tidak melenceng dengan apa yang dikehendaki atau diinginkan oleh pihak pemberi amanah itu. Tak jarang kita melihat bahwa ada jubir yang dicopot karena ia berbicara tidak sesuai dengan apa yang dikehendaki oleh sang pemberi pesan. Banyak jubir juga sangat komunikatif dan menjadi jembatan penghubung yang hebat untuk menyampaikan pesan baik itu berupa informasi, himbauan, peringatan, motivasi atau bahkan propaganda tentang isu tertentu kepada orang lain (publik).

Dalam bacaan hari ini, di hadapan orang-orang Farisi yang percaya kepada-Nya, Yesus menegaskan diri-Nya sebagai seorang jubir atau orang utusan. Yesus berbicara tidak mewakili diri-Nya sendiri. Yesus berbicara mewakili Bapa-Nya, yang telah mengutus dan memberi amanat ilahi itu kepada-Nya. Ada tiga bagian penting yang bisa kita tangkap dari pesan yang disampaikan oleh Yesus kepada orang banyak. Pertama, kepada orang banyak yang percaya, termasuk orang Farisi, Yesus menyampaikan bahwa mereka tidak hanya percaya kepada Dia, tetapi juga percaya kepada Bapa-Nya. Ketika melihat Yesus yang sedang berbicara, sebenarnya mereka juga sedang melihat Allah yang berbicara. Kedua, sebagai seorang utusan, Yesus berbicara tentang tujuan kedatangan-Nya ke dalam dunia. Ia datang sebagai terang, supaya orang tidak lagi melihat kegelapan, melainkan tinggal dalam terang oleh karena nama-Nya. Ketiga, Yesus datang bukan sebagai hakim yang akan menghakimi dunia. Ia datang sebagai penyelamat bagi mereka yang percaya kepada-Nya.

Yesus dan Bapa-Nya di Sorga, adalah Dua Pribadi yang tidak bisa dipisahkan satu sama lain. Yang Satu tidak sebagai pelengkap Yang Lain. Yang Lain juga tidak menyempurnakan Yang Satu. Justru Yang Satu menegaskan atau memanifestasikan yang lain. Yesus menegaskan diri-Nya sebagai Bapa dan memanifestasikan kehadiran Sang Bapa di muka bumi. Hubungan Yesus dan Bapa-Nya bukanlah relasi vertikal atasan dan bawahan, atau relasi antara majikan dan buruh. Hubungan keduanya adalah hubungan yang selevel, selaras dan seimbang. Tidak saling meniadakan. Melainkan saling menegaskan antara satu dengan yang lain. Bagi orang yang percaya, mereka tidak hanya percaya kepada Yesus tetapi percaya kepada Allah. Mereka tidak hanya melihat Yesus tetapi juga melihat Allah. Kehadiran Yesus sebagai sang utusan Allah telah memberi pengharapan bagi orang-orang yang menaruh kepercayaan kepada-Nya. Karena sesungguhnya mereka tidak tinggal dalam kegelapan dosa melainkan akan mendapat terang yang menyelamatkan. Terang yang membawa pembaruan dan sukacita dalam hidup. Semua orang yang percaya akan “dilahirkan kembali” menjadi putih dan suci berkat terang itu. Bagi orang-orang yang tidak percaya, Yesus datang bukan sebagai hakim untuk menghakimi mereka. Mereka akan mendapat hakim yang menghakimi mereka pada saat akhir zaman. Yesus datang hanya untuk menyelamatkan mereka yang percaya kepada-Nya.

Sebagai seorang juru bicara agung, Yesus telah dengan sangat gamblang dan terang benderang menyatakan diri-Nya sebagai sang utusan dari Bapa-Nya di sorga. Sebenarnya, Yesus tidak hanya menyampaikan pesan itu kepada orang banyak yang percaya kepada-Nya pada saat itu. Tetapi kepada kita semua, orang-orang kepercayaan-Nya pada masa kini. Hendaknya kita juga percaya kepada Allah. Bukan dengan kepura-puraan atau setengah hati tetapi dengan hati yang total dan tulus. Melalui Yesus, Allah telah datang membawa terang kepada kita semua agar kita tidak lagi diliputi oleh kegelapan dosa, melainkan tetap tinggal dalam terang yang membawa keselamatan hidup yang kekal. Sebagai manusia, kita kerap jatuh dan tinggal dalam kegelapan dosa. Berkat kehadiran Yesus, kita selalu diajak, diarahkan dan dituntun untuk bangkit dan berjalan bersama Sang Terang. Sebagai orang beriman kita tidak hanya cukup “berada dalam nama-Nya”. Kita harus bisa pula menjadi orang-orang utusan yang selalu setia membawa kemuliaan wajah-Nya di tengah dunia. Kita dituntut untuk terus menyebarkan pesan kasih-Nya yang membawa keselamatan bagi dunia.

Rasul Barnabas dan Saulus telah menunjukkan diri mereka sebagai juru bicara sekaligus orang-orang utusan Allah yang mumpuni. Dengan gagah berani dan militan, mereka tidak ragu-ragu menunjukkan identitas diri mereka sebagai pengikut Kristus. Mereka berjalan dari satu daerah ke daerah yang lain membawa terang agar semakin banyak orang yang diselamatkan dalam nama Yesus. Mereka tidak takut dengan segala bahaya, tantangan dan ancaman. Bahkan ketika darah dan nyawa menjadi taruhannya, mereka tidak gentar sedikit pun. Dalam nama Yesus, ada keyakinan yang kuat bahwa mereka pasti mendapat terang dan keselamatan. Sebagai pengikut Yesus, kita tidak hanya secara formal menjadi orang-orang beragama. Kita juga tidak hanya sekedar percaya dengan mengikuti berbagai upacara dan ritus keagamaan. Kita dituntut lebih untuk menjadi seorang jubir Allah, yang mewartakan kasih dan kebaikan Kristus dalam hidup kita sehari-hari. Sebagai seorang utusan Tuhan, hendaknya kita menunjukkan kasih dan kebaikan itu dalam setiap kata dan aksi nyata yang menuntun orang ke dalam terang. Dan bukan sebaliknya, membuat atau membawa orang menuju ke dalam kegelapan. Di tengah badai pandemik Covic-19, hendaknya kita sebagai jubir atau utusan Allah, tidak menyebarkan hoaks atau berita bohong yang membawa keresahan, ketakutan, dan kepanikan di tengah umat atau masyarakat. Kita harus hadir memberikan informasi yang akurat (benar-benar terpercaya), kata-kata motivasi yang menyejukan, dan aksi nyata yang meringankan beban atau penderitaan orang lain. Dengan demikian, sekecil apa pun yang telah kita lakukan demi kebaikan orang lain dan dunia, sesungguhnya telah menunjukkan diri kita sebagai seorang jubir dan utusan Allah. Amin. Tuhan memberkati. ***Atanasius KD Labaona***

Jumat, 01 Mei 2020

KEMURNIAN IMAN MENJADI NYATA DALAM PENGALAMAN HIDUP


Yoh 6:60-69
Hari ini Gereja Katolik memperingati St. Athanasius Agung. Athanasius lahir sekitar tahun 297 dan meninggal tanggal 2 Mei 373. Ia adalah uskup di Alexandria, Mesir, selama 45 tahun. Sebelum menjadi uskup, Athanasius sudah berjuang dengan gigih untuk mempertahankan kemurnian iman kristiani dari gempuran ajaran Arianisme yang menyangkal “ke-Allah-an” Yesus.  Ia kemudian melanjutkan perjuangannya itu secara lebih heroik setelah diangkat menjadi uskup Alexandria.
Di tengah penyangkalan kaum Arian itu, ia banyak menulis untuk memberikan penjelasan-penjelasan iman tentang ke-Allah-an Yesus. Bahkan Kaisar  Romawi yang telah menganut aliran Arianisme tidak dapat memaksa dia berhenti menulis untuk memberikan penjelasan yang terang dan jelas tentang iman kristiani yang sebenarnya.

Tekanan demi tekanan harus ia hadapi dalam usaha mempertahankan kemurnian iman kristiani. Sebanyak lima kali ia diusir dari keuskupannya. Bahkan para musuhnya berulang kali mengejarnya dan hendak membunuhnya.  Namun Athanasius tetap tegar. Ia kokoh berdiri dalam kemurnian iman. Kebenaran ajaran iman yang diperoleh sejak masa mudanya sebelum ia ditahbiskan menjadi imam, melalui bacaan-bacaan yang digelutinya, sungguh-sungguh ia pertahankan.

Kegigihan perjuangan Athanasius dalam membela iman kristiani yang murni itu berakhir dengan sukacita besar. Oleh Konsili Konstantinopel yang diadakan tahun 381, Arianisme dinyatakan sebagai ajaran sesat dan terlarang. Sebagai bentuk penghormatan khusus kepada kegigihan perjuangannya memberla iman kristiani, maka Athanasius Agung diberi gelar “Bapak Ortodoksi”.

Dari kehidupan St. Athanasius Agung kita melihat, kemurniaan iman itu menjadi nyata ketika berhadapan dengan penyangkalan yang disertai dengan pelbagai tindakan kekerasan (bdk Yes 48:10). Jika Allah mau maka Ia yang berkuasa itu dapat membuat semuanya menjadi jelas. Tidak ada konflik dan pertentangan. Namun Allah membuat diri-Nya “seakan-akan buta”. Allah membiarkan hal itu terjadi agar kemurnian iman yang menjadi anugerah-Nya itu dapat dibuktikan pengalaman hidup nyata manusia.

Benarlah, sesuatu yang murni pasti akan tetap bertahan. Apa yang berasal dari Allah tetap kekal adanya (bdk. Kis 5:38-39) karena Ia yang memberi adalah kekal. Yang tidak murni itulah yang akan berlalu. Arianisme terbukti ajaran sesat. Karena itu ia tidak bertahan berhadapan dengan ajaran iman yang murni.

Dalam pengalaman para murid, kesejatian atau kemurniaan iman mereka kepada Yesus benar-benar diuji (bdk 1 Pet 1:7). Yesus sendiri menguji iman mereka dengan pengajaran-Nya yang keras, kata-kata yang tidak enak didengar telinga dan diterima oleh hati.  Demikianlah para murid mengeluh: "Perkataan ini keras, siapakah yang sanggup mendengarkannya?" Sebagian besar murid Yesus tidak hanya tergoncang imannya, mereka juga pergi meninggalkan Yesus (Yoh 6:66). Mengundurkan diri itu jalan terbaik bagi mereka.

Petrus dan murid-murid yang lain memilih tetap bertahan dan mengikuti Yesus. Mereka mengakui, kata-kata Yesus memang keras, akan tetapi itulah kebenaran yang memurnikan iman mereka. Karena itu, sekalipun Yesus menantang mereka dengan pertanyaan: "Apakah kamu tidak mau pergi juga?" (ay 67) akan tetapi mereka tidak meninggalkan Yesus.  Ujian-Nya membuat mereka timbul seperti emas (bdk Ay 23:10). Itulah sebabnya Petrus berkata: "Tuhan, kepada siapakah kami akan pergi? Perkataan-Mu adalah perkataan hidup yang kekal” (ay 68).

Bersama St. Athanasius Agung, seorang pilar Gereja, dan para murid Yesus yang setia, kita meneguhkan iman kita di tengah situasi kehidupan yang ditandai dengan berbagai kekerasan dan cobaan. Allah tidak pernah membiarkan kekerasan dan cobaan dunia itu untuk “membinasakan” kita umatnya, melainkan sebagai medan ujian yang memurnikan iman kita.

Iman bukan suatu perkara yang sepeleh yang mudah diterima dan dilepaskan seperti mengenakan pakaian, melainkan suatu yang esensial dalam hidup manusia. Dan untuk menguji iman itu Allah memberi kita tantangan dan kesulitan hidup.

Yang sekarang kita alami adalah pandemi covid-19 dan akibat-akibat yang ditimbulkan. Di tengah dampak-dampak yang kita rasakan secara riil, kita juga masih dipusingkan dengan sikap-sikap kontraproduktif sebagian masyarakat yang bisa saja menambah beban kehidupan kita bersama. Semua itulah tangan yang kita hadapi dalam kekuatan iman kita.

Selain tantangan dan ujian iman yang berasal dari luar diri sebagaimana yang dialami St. Athanasius yang berhadapan dengan kaum Arian, kita juga menghadapi tantangan dan ujian dari kebenaran iman yang kita akui, dari sabda Yesus yang memberi hidup. Kebenaran Yesus diperhadapkan dengan faktum tentang diri kita yang adalah kesatuan antara roh dan daging. Apakah kita bisa menerima secara total kebenaran Yesus dan menghayatinya dengan setia?

Di sinilah kita melihat bahwa tantangan terberat kita adalah ketika kita berada pada persimpangan jalan antara roh dan daging. Roh itu memberi hidup dan daging sama sekali tidak berguna. Ketika kita memilih Roh maka kita memilih untuk bertahan dalam kemurnian iman karena Rohlah yang membimbing kita kepada hidup. Sebaliknya ketika kita memilih daging maka kita akan berkata: "Perkataan ini keras, siapakah yang sanggup mendengarkannya?" Mungkin kita tidak seradikal murid yang meninggalkan Yesus, akan tetapi pasti bahwa kita akan berada di wilayah abu-abu dalam hidup iman.

Kita diajak oleh Tuhan hari ini agar di tengah situasi dunia yang dipenuhi dengan kekerasan dan beban hidup yang tidak ringan ini kita tidak kehilangan iman dan jiwa kekristenan kita, melainkan semakin teguh berdiri  dan mampu menghayati iman secara murni dan konsekuen. ***Apol Wuwur***