Mat 25:1-13
. Kekudusan dan keselamatan bukan
milik pribadi para biarawan/biarawati, namun semua orang Kristiani dipanggil
secara khusus untuk mencapai kekudusan dan keselamatan itu. Panggilan untuk
hidup dalam kekudusan harus direspon dan ditanggapi dengan serius dengan tetap
konsisten melakukan perbuatan-perbuatan baik sesuai kehendak Allah dan
konsisten menolak hidup yang dikuasai oleh hasrat yang menyesatkan. Kemarin
kita telah bersama-sama merefleksikan perjalanan hidup Sta. Monika. Beliau
adalah ibu kandung dari St. Agustinus. Iman dan cara hidup Sta. Monika patut
diteladani khususnya bagi ibu-ibu yang anak-anaknya dipengaruhi oleh gaya hidup
glamour dan terlena dalam lembah nista. Berkat imannya yang teguh dan hidup doa
yang tekun, anaknya Agustinus bertobat dan menjadi seorang kudus. Sta. Monika
telah berperan sebagai ibu yang baik sekaligus sebagai pengasuh iman bagi
anaknya hingga imannya dewasa dan matang. Tak ada dalam kamus hidupnya
terbersit kata menyerah dan putus asa, namun ia berjuang untuk memenangkan hati
dan jiwa anaknya untuk dipersembahkan kepada Tuhan.
Hari ini, Gereja
Katolik sejagad memperingati pesta St. Agustinus, Uskup dan Pujangga Gereja.
Agustinus adalah sosok anak yang dulunya dikenal sebagai anak yang sangat
menyusahkan dan merepotkan orang tuanya, karena ia memeluk ajaran sesat,
memiliki hidup moral yang bejat, hidup bergelimang dosa, namun berkat doa dan
ketekunan iman Sta. Monika ibunya, maka ia berhasil ditobatkan dan kembali ke
pangkuan Gereja Katolik. Tuhan telah membelokkan arah hidupnya dan menggerakan
hatinya untuk mengenal Allah yang benar dan pada akhirnya menghantarnya menjadi
seorang uskup yang kudus dan seorang Pujangga Gereja yang termasyur.
Injil yang baru
saja kita dengar tadi, di mana Yesus mengumpamakan penantian terhadap Kerajaan
Allah seperti sepuluh gadis. Lima di antaranya bijaksana dan lima yang lainnya
bodoh. Lima gadis yang bijaksana setia menanti mempelai laki-laki penuh
harapan. Dalam penantian panjang itu mereka bijaksana melakukan apa yang nanti
diperlukan dalam penantian yang tak pasti itu. Selain membawa pelita, mereka
juga membawa minyak sebagai cadangan. Ketika mempelai datang, mereka dalam
keadaan siap dan masuk dalam perjamuan bersama mempelai. Sementara lima gadis
yang bodoh, mereka juga menanti tetapi mereka tidak memperhatikan dan
memperlengkapi diri dengan apa yang diperlukan dalam penantian tersebut. Mereka
hanya membawa lampu tetapi tidak membawa minyak, ketika mempelai datang, mereka
tidak berada di tempat penantian karena mereka pergi membeli minyak untuk
pelita yang sudah pudar nyalanya. Perumpamaan yang disampaikan oleh Yesus ini
erat terkait dengan Kerajaan Allah. Untuk memasuki Kerajaan Allah, kita perlu
setia menanti dan tekun untuk mempersiapkan hati menerima datangnya Kerajaan
Allah. Cara kita menanti dengan mempersiapkan hidup yang baik, karena untuk
memasuki Kerajaan Allah kita tidak mungkin nebeng atau meminjam kesetiaan iman
orang lain atau kualitas hidup iman orang lain. Kita masing-masing membawa
hidup kita sendiri dengan segala kebaikan dan kesetiaan kita sendiri selama
hidup ke hadapan Allah untuk ditakar dan ditimbang. Keputusan atasnya sangat
tergantung dari kemurahan hati Allah, sehingga intervensi manusia tidak dapat
mempengaruhi keputusan bebas Allah atas nasib manusia.
Dalam ajaran
Yahudi, minyak adalah simbol perbuatan baik. Lima wanita bijaksana tahu
menjalankan hidup yang menghasilkan perbuatan-perbuatan baik. Keberatan mereka
berbagi sedikit minyak kepada lima gadis bodoh bukan menunjukkan keegoisan
mereka atau sifat kikir mereka sebagai manusia lemah tetapi ini justru mau
menunjukkan hal yang paling mendasar bahwa dalam Kerajaan Surga perbuatan baik
seseorang tidak dapat mewakili dan menyelamatkan orang lain. Hanya kita sendiri
dapat menolong diri kita, bukan orang lain atau diwakilkan. Jadi, sepanjang
peziarahan hidup kita di dunia menjadi masa dimana kita perlu menyiapkan pelita
dengan stok minyak yang cukup agar pelita hidup kita tetap menyalah dan tidak
redup. Perumpamaan yang disampaikan oleh Yesus kali ini tidak sekedar ilustrasi
hampa atau kosong, namun memberi kita pelajaran berharga agar kita dapat
membekali diri dengan pengetahuan dan keterampilan yang menjawabi situasi iman
kita.
Poin kesetiaan menjadi amat penting
bagi kita dalam menanti, karena itu kesetiaan dalam hidup yang baik sesuai
Kehendak Allah adalah hal yang mutlak perlu kita persiapkan. Mentalitas hidup
santai dengan prinsip masih ada banyak waktu untuk mempersiapkan diri harus
segera diubah dan dibaharui agar kita selalu waspada dan mawas diri. Mentalitas
santai justru akan membuat kita kaget dan panik manakala kita didapati dalam
keadaan tidak siap alias santai, karena hari Tuhan itu datangnya seperti
pencuri di malam hari yang tak dapat diduga. Yang terpenting, kita perlu setia
menjalani hidup ini dengan bobot dan kualitas yang memadai sambil berbuat baik,
karena itulah persiapan yang paling sederhana yang dapat kita lakukan untuk
menyukakan hati Tuhan agar kita layak dan pantas dizinkan masuk menikmati
perjamuan surgawi bersama para kudus di surga.
Usaha dan
ketekunan Sta. Monika mempertobatkan anaknya, adalah teladan istimewa yang
perlu dihidupi. Ia menyediakan stok minyak yang banyak dalam hidupnya sehingga
anaknya dapat disapah dan ditobatkan oleh Tuhan. Begitu pula, teladan kelima
gadis bijaksana mengajarkan kepada kita aspek kesetiaan dalam menanti sambil
melaksanakan tugas dan pekerjaan secara bertanggungjawab.
Kisah Injil hari
ini tentang lima gadis bijaksana dan lima gadis bodoh, tidak hanya menyatakan
kepada kita bahwa ada orang bijaksana dan ada orang bodoh, tetapi lebih dari
itu, menyatakan kebijaksanaan dan kebodohan itu juga ada dalam diri kita
masing-masing. Menjadi orang bijaksana itu penting, namun untuk mencapai tahap
bijaksana orang harus melewati proses hidup yang panjang hingga membuatnya
matang. Ia harus mati bagi dirinya artinya segala kecenderungan manusiawi harus
mampu diatasi dengan tetap berkiblat pada hal-hal yang baik yang menghantarnya
mencapai kemurnian diri. Sedangkan, menjadi orang bodoh mengisyaratkan bahwa
kita tidak mau berubah dari cara hidup lama kita, kita lebih suka hidup
menuruti kehendak dan nafsu murahan kita dan mengabaikan kekudusan. Kita lebih
suka mengulur-ulur waktu untuk melakukan perbuatan-perbuatan baik karena kita
menganggap kita masih punya banyak waktu untuk melakukannya. Karena itu, kita
perlu berdoa dan memohon rahmat Tuhan agar kita dapat hidup bijaksana, tahu
mana yang baik dan benar, sempurna dan terus melakukan apa yang menjadi
kehendak Tuhan. Dengan demikian, kita dapat mempersembahkan hidup kita kepada
Tuhan dengan tanpa cacat, tak bernoda,
tetapi tetap dalam kekudusan sebagaimana St. Agustinus mengalami
perubahan hidup yang total sampai usahanya mencapai kekudusan. Semoga semangat
ketekunan dan kesetiaan Sta. Monika, St. Agustinus dan lima gadis bijaksana
menginspirasi kita untuk membangun kekudusan dalam diri kita dengan tetap
konsisten melakukan perbuatan-perbuatan baik yang menjamin kekudusan dan
keselamatan kekal. Perbuatan-perbuatan baik adalah garansi kita memperoleh
keselamatan dan kemurahan hati dari Tuhan. ***Bernard Wadan***