Mat 13:18-23
Menjadi pengikut Yesus yang sungguh-sungguh beriman pada masa kini memiliki
konsekuensi tersendiri. Ada sekian banyak tantangan yang harus kita hadapi.
Tantangan-tantangan tersebut tidak hanya datang dari luar kelompok kita tetapi
justru hebatnya tantangan itu muncul dari kelompok kita sendiri. Ada banyak
sindiran, celaan, hinaan bahkan makian yang
harus kita terima manakala orang melihat kita cukup serius menaati
segala ritus agama. Jamak terjadi bahwa tidak kurang orang-orang dalam kelompok
kita sendiri sangat alergi ketika diajak berbicara atau berdiskusi mengenal
hal-hal yang berbau agama. Kita bisa dicap sokh suci, sokh hebat, dan
sebagainya. Dalam suatu kesempatan saya pernah mengajak seorang kenalan untuk
boleh berbagi waktu mengikuti syering Kitab Suci bersama-sama dengan saya.
Kebetulan ia berprofesi sebagai tukang ojek sehingga waktunya sangat terbatas.
Awalnya beliau sangat antusias. Ia juga bersedia mengajak beberapa kawannya
untuk bisa bergabung. Namun hingga kini ide brilian itu hanya sampai sebatas
rencana. Saya memahami beliau dari sisi kesibukannya sebagai seorang kepala
keluarga yang harus bertanggung jawab sepenuhnya mengurus kehidupan keluarga.
Tidak hanya dari sisi ekonomi tetapi
banyak dimensi kehidupan yang lain. Hal-hal yang mungkin menjadi
tantangan sehingga membatasi kami untuk tidak bisa mewujudkan rencana mulia
tersebut.
Hari ini (Jumat/24/7/2020) Yesus menggambarkan kepada para murid-Nya (Mat
13:18-23) pelbagai tantangan yang harus mereka hadapi sebagai seorang pewarta.
Yesus menganalogikan aneka tantangan itu ibarat benih yang jatuh di lokasi yang
berbeda-beda. Pertama, benih yang jatuh di pinggir jalan. “Pinggir jalan”
merepresentasikan tipikal orang-orang yang menerima warta Allah tetapi tidak
memahami dengan baik apa yang telah mereka pelajari. Ketika datang sedikit saja
tantangan, benih itu tidak bertahan lama. Ia pasti akan langsung mati. Kedua,
benih yang jatuh di tanah yang berbatu-batu. Karakteristik orang-orang pada
kelompok yang kedua ini tidak jauh berbeda dengan orang-orang pada kelompok
pertama. Pada awalnya mereka begitu gembira menyambut warta Allah. Namun,
karena tidak berakar maka benih itu mudah goyah. Pada saat muncul tantangan
berupa penindasan dan penganiayaan, orang-orang ini tidak bertahan. Mereka
dengan mudah akan melepaskan benih yang telah tertanam dalam diri mereka.
Ketiga, benih yang jatuh di tengah semak berduri. Orang-orang yang berada dalam
zona ini kelihatan cukup militan. Mereka menerima dan merawat dengan baik warta
Allah yang mereka dengar. Mereka sungguh percaya dan menghidupi sabda itu dalam
hidup mereka. Tetapi yang menjadi persoalan adalah mereka mudah sekali tergoda
untuk hidup dalam perilaku duniawi yang menawarkan kekayaan, perilaku hedonis
dan konsumtif. Tantangan-tantangan ini yang merusak tembok kepercayaan dan
keyakinan mereka akan sabda Allah.
Dari perumpamaan yang dikemukakan oleh Yesus mengenai sulitnya benih untuk
berkembang dalam tiga zona di atas, kita dapat menemukan tantangan-tantangan
yang dihadapi oleh umat beriman dalam melaksanakan perutusannya sebagai seorang
murid Yesus. Pertama, berkembangnya sikap rasionalisme di antara umat beragama.
Banyak umat beragama yang telah luntur sikap imannya kepada Tuhan. Entah karena
sikap malas atau juga bosan dengan rutinitas kehidupan rohani yang telah sekian
lama dijalani. Kemudian diperparah lagi dengan peliknya menghadapi kehidupan
duniawi dalam segala aspek semakin membuat banyak orang mulai mempertanyakan
dan meragukan intervensi Tuhan dalam hidup mereka. Keberadaan Tuhan mulai
diragukan eksistensi-Nya, karena sikap rasionalisme. Kedua, tantangan
penindasan dan penganiayaan. Banyak pengikut Yesus yang terpaksa harus “serong
ke lain hati” atau berpindah keyakinan karena tidak tahan dengan segala bentuk
penindasan. Atau lebih ekstrim mereka dianiaya secara fisik dan harus
mempertaruhkan nyawa. Hal ini yang menyebabkan banyak pengikut mengambil sikap
aman dengan melepaskan iman mereka akan Yesus. Ketiga, tantangan klasik yang
selalu dihadapi oleh umat beriman secara turun temurun adalah mudah terlempar
ke dalam perilaku hedonis, komsumtif dan materialistis. Perilaku-perilaku
destruktif inilah yang menyebabkan seseorang untuk tidak sulit melepaskan
keterikatan hidupnya kepada ajaran ilahi. Orang-orang tidak lagi menemukan
kebenaran di dalam Yesus tetapi sudah mendapatkan kebenarannya sendiri di dalam
perilaku-perilaku sesat demikian. Istilah yang lebih keren, orang sudah
menghidupi agama baru dalam hidup mereka sehingga tidak peduli lagi dengan ajaran
Yesus.
Sebagai umat beriman, kita boleh berbangga karena dari sekian banyak benih
yang jatuh di tanah yang tidak berkualitas, ternyata ada juga benih yang jatuh
di tanah yang subur. Menurut Yesus, benih yang baik apabila jatuh di tanah yang
baik maka pasti akan mendapatkan panenan yang berlimpah. Masih banyak orang
baik di muka bumi ini yang dengan penuh keterbukaan menerima curahan sabda
Allah dan menjaganya pula dengan penuh kesetiaan. Kesetiaan dan militansi dalam
menghidupi warta Allah inilah yang membuat orang beriman tidak mudah terjebak
untuk jatuh dalam tantangan-tantangan. Patut kita apresiasi bahwa tidak sedikit
pengikut Yesus era ini yang menunjukkan sikap setia dan militan dalam menjaga
sikap imannya kepada Tuhan. Mereka mampu bertahan dalam menghadapi sekian
kesulitan yang tentu saja tidak ringan. Mereka bahkan siap mengorbankan
nyawanya demi mempertahankan imannya akan Yesus. Spiritualitas hidup seperti
inilah yang mampu menciptakan efek positif bagi umat beragama yang lain. Mereka
tidak peduli dihina, dicerca, diejek dan ditindas. Bagi para orang beriman,
menjadi pengikut Yesus adalah sebuah harga mati yangt tidak bisa ditawar.
Keteladanan hidup inilah yang mendorong umat beragama yang lain untuk tetap
menunjukkan sikap iman yang teguh kepada Yesus, berani dan tidak mudah tergoda
untuk “jatuh cinta kepada orang ketiga”. Gambaran ini mau menunjukkan bahwa
tidak selamanya benih itu jatuh ke dalam wilayah yang buruk. Ternyata banyak
juga benih yang jatuh di tempat yang strategis yakni tanah yang baik.
Sebagai seorang pewarta Kristus yang handal di era ini, kita semua
diharapkan untuk tetap menjaga integritas pribadi agar tidak mudah jatuh ke
dalam pencobaan. Ada banyak sekali tantangan yang siap menerkam ibarat serigala
yang sedang lapar. Tetapi Tuhan selalu meneguhkan agar kita tetap teguh
berjalan di jalan yang telah ditetapkan-Nya. Tidak hanya lewat kata-kata,
tetapi lewat tindakan konkrit dalam melayani sesama, sesungguhnya kita telah
mengabdikan diri kita menjadi seorang pewarta sabda yang handal. Amin.
***Atanasius KD Labaona***
Tidak ada komentar:
Posting Komentar