Senin, 20 Juli 2020

Persaudaraan Dalam Komitmen Iman


Mat 12:46-50

Sabda Yesus hari ini membawa kita kepada suatu pemahaman yang lebih dalam tentang apa artinya saudara. Saudara tidak hanya diartikan sebagai pihak dengan mana kita memiliki hubungan darah, melainkan juga atas suatu relasi yang terbentuk oleh karena gerakan iman yang sama untuk melakukan apa yang menjadi kehendak Allah. Komitmen iman untuk melakukan kehendak Allah adalah dasar dari persaudaraan kristiani.

Kata-kata Yesus, “Siapa ibu-Ku? Dan siapa saudara-saudara-Ku?”, bukanlah suatu penyangkalan atau penolakan persaudaraan berdasarkan hubungan darah.
Bagaimana pun Ia adalah Sabda Kekal yang telah berinkarnasi ke dalam daging. Ia menjadi manusia dan lahir dari rahim seorang manusia, Maria, ibu-Nya. Menjadi manusia tidak saja berarti mengenakan kemanusiaan tetapi juga menghormati dan menghargai hal-hal manusiawi, termasuk hubungan persaudaraan berdasarkan darah.

Meskipun demikian, sebagai penyempurna, Yesus tidak membatasi diri pada persaudaraan atas hubungan biologis semata, melainkan lebih jauh membawa orang kepada suatu tingkat hubungan yang lebih tinggi dan menentukan, yaitu hubungan persaudaraan yang dibangun atas dasar komitmen iman untuk mendengarkan dan melaksanakan sabda Allah.

Yesus tidak saja berbicara, tetapi Ia menunjukkan bukti siapakah sesungguhnya orang yang dimaksudkan-Nya. Dikatakan dalam Injil: “sambil menunjuk ke arah murid-murid-Nya: "Ini ibu-Ku dan saudara-saudara-Ku!” (Mat 12:49) sebab mereka inilah yang melakukan kehendak Bapa-Nya di sorga.

Maria ditunjuk Yesus sebagai ibu-Nya bukan saja karena Maria telah mengandung dan melahirkan-Nya secara biologis, tetapi lebih utama karena komitmen iman yang telah ditunjukkan ibu-Nya sejak semula. Maria telah menerima kehendak Allah melalui malaikat Gibrail dan menyatakan fiatnya untuk melaksanakan kehendak Allah itu dalam hidupnya. Demikian juga para murid. Mereka disebut saudara-Nya karena mereka mendengarkan dan melakukan sabda-Nya.

Demikian halnya orang-orang yang mendengarkan dan melakukan sabda-Nya, disebut Yesus sebagai saudara dan ibu-Nya. “Sebab siapa pun yang melakukan kehendak Bapa-Ku di sorga, dialah saudara-Ku laki-laki, dialah saudara-Ku perempuan, dialah ibu-Ku” (Mat 12:50).  

Ketika Yesus menunjuk ibu-Nya dan para murid sebagai ibu dan saudara-Nya, Ia menunjukkan suatu komunitas beriman yang memiliki komitmen iman yang satu dan sama untuk melaksanakan kehendak Allah. Mereka hidup dalam satu visi tunggal itu. Mereka saling mengasihi dan menopang dan berjalan menuju kesempurnaan seperti yang dikehendaki-Nya.

Sebagaimana Yesus kehendaki bagi para pendengar-Nya untuk membangun persaudaraan sejati dalam iman kepada Dia, suatu persaudaraan yang terbuka kepada Sabda Allah dan hidup menurut sabda itu, demikianlah kita semua yang telah menerima Dia oleh karena iman dan baptisan. Kita memiliki panggilan untuk mengusahakan terus-menerus di dalam hidup kita suatu persaudaraan atas dasar komitmen yang satu dan sama, yaitu komitmen iman untuk mendengarkan dan melaksanakan Sabda Allah.

Komitmen itu bukan suatu khayalan jika kita benar-benar menghayatinya dalam sikap dan perbuatan yang nyata; ada hal-hal praktis yang kita buat dan hal itu dapat dirasakan dan dialami oleh orang-orang di sekitar kehidupan kita.

Tidaklah cukup kita berhenti pada pengakuan seakan-akan dengan itu kita sudah menjadi sempurna. Pengakuan iman adalah dasar bagi kita dalam membangun komitmen untuk menghadirkan kasih dan kebaikan Allah secara nyata dalam hidup kita. Di mana saja dan kapan saja kita bisa hadir untuk membawa kasih dan pengampunan, perdamaian dan keharmonisan, penerimaan dan pengakuan, peneguhan dan motivasi dan masih banyak lagi kebajikan kristiani yang dirindukan banyak orang di tengah situasi dunia ini.

Kita menyadari bahwa kita bukanlah manusia sempurna yang sebegitu gampangnya melaksanakan apa yang Tuhan kehendaki. Ada berbagai tantangan dan kesulitan riil yang kita hadapi. Namun di tengah situasi ini, Tuhan tetap memanggil kita untuk membangun terus-menerus dan mempertajam visi kita sebagai murid-Nya, yakni melakukan firman-Nya. Tuhan meminta kita agar di tengah situasi sulit  dan menantang itu, kita berjuang menjadi semakin fokus dan terbuka persketif untuk membangun komitmen yang lebih dalam, kuat dan kokoh.

Untuk maksud itu, kita bisa belajar dari ibu-Nya, juga pada para murid-Nya yang terbuka terhadap kehendak Allah dan melaksanakannya dalam hidup mereka. Bersama mereka kita bisa berjalan menuju kesempurnaan identitas kita sebagai pendengar dan pelaku firman-Nya yang layak disapa Tuhan sebagai ibu-Nya, saudara-Nya laki-laki dan saudara-Nya perempuan.

Marilah kita membangun persaudaraan sejati atas dasar komitmen iman kita kepada Dia dengan setia mendengarkan dan melakukan Sabda Allah. ***Apol Wuwur***

Tidak ada komentar:

Posting Komentar