Mat 11: 25-27
Sekitar tahun 415, St. Augustinus berjalan di sepanjang pantai. Dia sedang
frustrasi dan mengambil waktu untuk berhenti dari mengerjakan apa yang kemudian
dikenal sebagai salah satu kontribusi doktrinal terrbesarnya dalam Gereja, De Trinitate, atau On the Trinity. Pokok bahasan telah membuatnya lelah hingga kurang
istirahat dan ia merasa butuh udara segar. Pada saat itulah, ketika gelombang
berbusa menghempas pantai, seorang bocah laki-laki menarik perhatian St.
Augustinus. Anak berwajah bintik-bintik dengan alis yang berkerut itu sedang
merencanakan sesuatu, berlari bolak-balik, antara laut dan lubang kecil di
tanah. “Putraku,” St Agustinus menyapa anak itu,”Apa yang kamu lakukan di
sana”. Bocah itu mengangkat cangkang merah muda yang digunakannya untuk memindahkan
air. “Aku mencoba memasukkan lautan besar yang indah itu ke dalam lubang kecil
ini”, teriaknya, menunjuk ke pasir dengan tegas. Santo Agustinus tersenyum,
terpesona oleh kepolosan anak itu. Dia kemudian mengikuti bocah itu untuk
berlutut di samping lubang kecil itu, mengawasinya mengeluarkan beberapa tetes
kecil. “Anakku”, uskup Hippo itu berusaha menjelaskan anak itu dengan lembut,
sambil membalikkan bahu kurus bocah itu ke laut. Dia kemudian merentangkan
tangannya sendiri lebar-lebar. “Kamu tidak akan pernah bisa memuat samudra yang
luar biasa besar ini ke dalam lubang kecil itu!” Anak itu tidak tersentak,
tetapi menjawab dengan cepat,”Dan sama seperti Anda, Anda tidak akan mungkin
bisa memahami Tritunggal Mahakudus yang tak terbatas ke dalam keterbatasan otak
manusia.” Kemudian dalam sekejap, bocah itu menghilang. Selama berabad-abad
banyak pemikir besar berspekulasi tentang legenda ini. Apakah anak itu malaikat
atau sebenarnya Dia adalah Kristus sendiri. Terlepas dari identitas bocah itu,
satu pesan yang kita tangkap dari cerita ini adalah kita tidak pernah dapat
memahami misteri-misteri itu sekaligus dengan mengandalkan kekuatan pengetahuan
dan kepandaian otak kita. Kita perlu membuka pikiran dan hati kita kepada
Tuhan, dan Dia akan menyatakan diri-Nya kepada kita sedikit demi sedikit.
Hari ini (Rabu/15/7/2020), dalam bacaan suci (Mat 11:25-27) yang kita baca,
Yesus mengucap syukur kepada bapa-Nya. “Aku bersyukur kepada-Mu, Bapa, Tuhan
langit dan bumi, karena semuanya itu Engkau sembunyikan bagi orang bijak dan
orang pandai, tetapi Engkau nyatakan kepada orang kecil” (Mat 11:25). Satu
ungkapan dengan dua sasaran yang berbeda. Pertama, ungkapan syukur karena
misteri Sang Bapa tetap tersembunyi untuk orang bijak dan pandai. Kedua,
misteri itu menyatakan diri-Nya kepada orang kecil. Mengapa Yesus
mengkontraskan orang bijak-pandai dan orang kecil? Kita perlu kembali kepada
konteks kehidupan orang Israel kala itu. Orang bijak-pandai yang dimaksudkan
oleh Yesus adalah orang-orang yang merasa diri hebat dalam kekuasaan atau
pintar dalam keilmuan sehingga efek lanjutannya adalah timbul rasa congkak atau
arogan dalam dirinya. Konsekuensi logisnya, mereka tidak pernah menganggap
orang lain sejajar atau selevel dengan mereka. Mereka suka memojokan dan mendiskreditkan
orang-orang yang mereka anggap bodoh dan berbeda kelas dengan mereka. Mereka
tidak suka disaingi. Apalagi dikritik. Mereka adalah golongan orang yang anti
kritik. Termasuk dalam golongan ini adalah para elit agama saat itu yang
mengklaim diri sebagai pembawa kebenaran sejati. Tidak ada kebenaran yang lain
selain dari apa yang mereka sampaikan. Mereka tidak segan-segan menggunakan
segala cara, bahkan menghalalkan segala cara, untuk meredam orang-orang yang
berusaha memberi kritik atau menyampaikan suatu ajaran yang lain. Yesus adalah
salah satu orang yang dicap sebagai pembelot dan pembangkang. Ajaran tentang
kebenaran sejati yang dibawa oleh Yesus ditolak mentah-mentah. Kehendak baik
dari Allah yang datang dalam diri Yesus, tidak dapat ditangkap dan dimengerti
karena mereka telah membentengi diri dengan sikap egois dan sombong. Mereka
tidak dapat menyelami misteri Allah yang dibawa oleh Yesus karena terpapar oleh
sikap ekslusif. Dengan demikian, tidak ada peluang sekecil apa pun bagi rahmat
Allah untuk mengalir dalam diri mereka.
Berbeda dengan kaum cerdik-pandai, golongan kedua yang sungguh mendapat
tempat di hati Yesus adalah kelompok orang kecil. Orang kecil itu identik
dengan orang miskin, orang sakit dan orang yang tersingkir dalam komunitas sosial.
Karakteristik orang-orang ini akan lebih mudah bersikap rendah hati, tidak
menutup dirinya tetapi selalu terbuka untuk menerima sapaan Allah. Dalam arti
yang lebih luas, terminologi orang kecil tidak sebatas dalam diri orang-orang
yang sudah disebutkan di atas. Orang kecil
menurut Yesus adalah semua orang lintas batas (lintas geografis, lintas
ekonomi, lintas sosial, lintas usia, lintas gender, dsb) yang memiliki kepekaan
hati yang tulus untuk mau mendengarkan dan mengikuti sabda Allah yang
disampaikan oleh Yesus. Orang kecil itu harus memiliki kerendahan hati dan
keterbukaan diri. Hanya dengan sikap demikian, mereka mampu menyelami dan
memahami misteri Allah yang tersembul dalam diri Yesus. Yesus mengucap syukur
kepada Bapa-Nya bahwa ternyata banyak orang Israel yang memiliki pribadi
seperti orang kecil. Tidak hanya terbatas pada kelompok dua belas rasul. Ada
banyak orang Israel yang sungguh-sungguh mendengarkan dan percaya kepada-Nya.
Mereka bisa saja mengalami sentuhan dari warta sabda-Nya atau dari setiap
tindakan mukjizat yang dilakukan oleh Yesus. Mereka sungguh percaya bahwa Yesus
adalah Anak Allah yang hidup demi keselamatan umat manusia.
Mencermati bacaan hari ini, kita bisa merefleksikan diri masing-masing
untuk lebih menukik masuk ke dalam sabda Tuhan. Sudah sampai level mana kita
berada. Atau dalam tataran kelompok mana kita mengikatkan diri. Dalam kelompok
manusia cerdik-pandai atau kelompok orang kecil? Kelompok cerdik-pandai adalah
kelompok yang suka mengagungkan kehebatan dan kepintarannya. Mereka tidak suka
diberi masukan dan sangat anti kritik. Orang-orang ini suka berjalan dengan
pola pikir sendiri, susah bekerja dalam tim, dan tidak bisa diajak
berkolaborasi memajukan roda organisasi. Mirisnya, mereka suka mencuci tangan
atau melarikan diri manakala ada masalah atau tantangan datang menerpa.
Sebaliknya, orang kecil adalah kelompok orang yang rendah hati, terbuka
terhadap berbagai gagasan dan kritik dari orang lain. Tipe orang-orang ini suka
membangun diskusi, mau bekerja sama untuk menemukan solusi yang baik demi
kemajuan lembaga atau organisasi. Hebatnya, orang-orang dalam kelompok kecil
ini cenderung mampu bertahan dalam kesulitan dan keterpurukan hidup yang
dialami. Semoga kita semua yang berada dalam satu atap lembaga ini mampu menemukan
jati diri kita sebagai orang-orang kecil. Orang-orang yang mampu menangkap
setiap bisikan ilahi dalam setiap tugas dan pekerjaan di unit kita
masing-masing agar kita tidak terhempas dalam kubangan orang-orang yang merasa
diri paling hebat dan pintar. Kita yakin, Tuhan telah menyatakan diri-Nya
dengan sukarela dalam diri dan karya kita. Tugas kita adalah menangkap misteri
Allah itu dan mewujudnyatakannya dalam tugas dan panggilan kita sehari-hari.
Mari kita menjadi orang kecil yang selalu berpikir dan bertindak seturut
kehendak Allah demi memajukan lembaga yang kita cintai ini. Semoga. Tuhan
memberkati. ***Atanasius KD Labaona***
Tidak ada komentar:
Posting Komentar