Rabu, 15 Juli 2020

MENJADI ORANG KECIL


Mat 11: 25-27
Sekitar tahun 415, St. Augustinus berjalan di sepanjang pantai. Dia sedang frustrasi dan mengambil waktu untuk berhenti dari mengerjakan apa yang kemudian dikenal sebagai salah satu kontribusi doktrinal terrbesarnya dalam Gereja, De Trinitate, atau On the Trinity. Pokok bahasan telah membuatnya lelah hingga kurang istirahat dan ia merasa butuh udara segar. Pada saat itulah, ketika gelombang berbusa menghempas pantai, seorang bocah laki-laki menarik perhatian St. Augustinus. Anak berwajah bintik-bintik dengan alis yang berkerut itu sedang merencanakan sesuatu, berlari bolak-balik, antara laut dan lubang kecil di tanah. “Putraku,” St Agustinus menyapa anak itu,”Apa yang kamu lakukan di sana”. Bocah itu mengangkat cangkang merah muda yang digunakannya untuk memindahkan air. “Aku mencoba memasukkan lautan besar yang indah itu ke dalam lubang kecil ini”, teriaknya, menunjuk ke pasir dengan tegas. Santo Agustinus tersenyum, terpesona oleh kepolosan anak itu. Dia kemudian mengikuti bocah itu untuk berlutut di samping lubang kecil itu, mengawasinya mengeluarkan beberapa tetes kecil. “Anakku”, uskup Hippo itu berusaha menjelaskan anak itu dengan lembut, sambil membalikkan bahu kurus bocah itu ke laut. Dia kemudian merentangkan tangannya sendiri lebar-lebar. “Kamu tidak akan pernah bisa memuat samudra yang luar biasa besar ini ke dalam lubang kecil itu!” Anak itu tidak tersentak, tetapi menjawab dengan cepat,”Dan sama seperti Anda, Anda tidak akan mungkin bisa memahami Tritunggal Mahakudus yang tak terbatas ke dalam keterbatasan otak manusia.” Kemudian dalam sekejap, bocah itu menghilang. Selama berabad-abad banyak pemikir besar berspekulasi tentang legenda ini. Apakah anak itu malaikat atau sebenarnya Dia adalah Kristus sendiri. Terlepas dari identitas bocah itu, satu pesan yang kita tangkap dari cerita ini adalah kita tidak pernah dapat memahami misteri-misteri itu sekaligus dengan mengandalkan kekuatan pengetahuan dan kepandaian otak kita. Kita perlu membuka pikiran dan hati kita kepada Tuhan, dan Dia akan menyatakan diri-Nya kepada kita sedikit demi sedikit.

Hari ini (Rabu/15/7/2020), dalam bacaan suci (Mat 11:25-27) yang kita baca, Yesus mengucap syukur kepada bapa-Nya. “Aku bersyukur kepada-Mu, Bapa, Tuhan langit dan bumi, karena semuanya itu Engkau sembunyikan bagi orang bijak dan orang pandai, tetapi Engkau nyatakan kepada orang kecil” (Mat 11:25). Satu ungkapan dengan dua sasaran yang berbeda. Pertama, ungkapan syukur karena misteri Sang Bapa tetap tersembunyi untuk orang bijak dan pandai. Kedua, misteri itu menyatakan diri-Nya kepada orang kecil. Mengapa Yesus mengkontraskan orang bijak-pandai dan orang kecil? Kita perlu kembali kepada konteks kehidupan orang Israel kala itu. Orang bijak-pandai yang dimaksudkan oleh Yesus adalah orang-orang yang merasa diri hebat dalam kekuasaan atau pintar dalam keilmuan sehingga efek lanjutannya adalah timbul rasa congkak atau arogan dalam dirinya. Konsekuensi logisnya, mereka tidak pernah menganggap orang lain sejajar atau selevel dengan mereka. Mereka suka memojokan dan mendiskreditkan orang-orang yang mereka anggap bodoh dan berbeda kelas dengan mereka. Mereka tidak suka disaingi. Apalagi dikritik. Mereka adalah golongan orang yang anti kritik. Termasuk dalam golongan ini adalah para elit agama saat itu yang mengklaim diri sebagai pembawa kebenaran sejati. Tidak ada kebenaran yang lain selain dari apa yang mereka sampaikan. Mereka tidak segan-segan menggunakan segala cara, bahkan menghalalkan segala cara, untuk meredam orang-orang yang berusaha memberi kritik atau menyampaikan suatu ajaran yang lain. Yesus adalah salah satu orang yang dicap sebagai pembelot dan pembangkang. Ajaran tentang kebenaran sejati yang dibawa oleh Yesus ditolak mentah-mentah. Kehendak baik dari Allah yang datang dalam diri Yesus, tidak dapat ditangkap dan dimengerti karena mereka telah membentengi diri dengan sikap egois dan sombong. Mereka tidak dapat menyelami misteri Allah yang dibawa oleh Yesus karena terpapar oleh sikap ekslusif. Dengan demikian, tidak ada peluang sekecil apa pun bagi rahmat Allah untuk mengalir dalam diri mereka.

Berbeda dengan kaum cerdik-pandai, golongan kedua yang sungguh mendapat tempat di hati Yesus adalah kelompok orang kecil. Orang kecil itu identik dengan orang miskin, orang sakit dan orang yang tersingkir dalam komunitas sosial. Karakteristik orang-orang ini akan lebih mudah bersikap rendah hati, tidak menutup dirinya tetapi selalu terbuka untuk menerima sapaan Allah. Dalam arti yang lebih luas, terminologi orang kecil tidak sebatas dalam diri orang-orang yang sudah disebutkan di atas. Orang kecil  menurut Yesus adalah semua orang lintas batas (lintas geografis, lintas ekonomi, lintas sosial, lintas usia, lintas gender, dsb) yang memiliki kepekaan hati yang tulus untuk mau mendengarkan dan mengikuti sabda Allah yang disampaikan oleh Yesus. Orang kecil itu harus memiliki kerendahan hati dan keterbukaan diri. Hanya dengan sikap demikian, mereka mampu menyelami dan memahami misteri Allah yang tersembul dalam diri Yesus. Yesus mengucap syukur kepada Bapa-Nya bahwa ternyata banyak orang Israel yang memiliki pribadi seperti orang kecil. Tidak hanya terbatas pada kelompok dua belas rasul. Ada banyak orang Israel yang sungguh-sungguh mendengarkan dan percaya kepada-Nya. Mereka bisa saja mengalami sentuhan dari warta sabda-Nya atau dari setiap tindakan mukjizat yang dilakukan oleh Yesus. Mereka sungguh percaya bahwa Yesus adalah Anak Allah yang hidup demi keselamatan umat manusia.

Mencermati bacaan hari ini, kita bisa merefleksikan diri masing-masing untuk lebih menukik masuk ke dalam sabda Tuhan. Sudah sampai level mana kita berada. Atau dalam tataran kelompok mana kita mengikatkan diri. Dalam kelompok manusia cerdik-pandai atau kelompok orang kecil? Kelompok cerdik-pandai adalah kelompok yang suka mengagungkan kehebatan dan kepintarannya. Mereka tidak suka diberi masukan dan sangat anti kritik. Orang-orang ini suka berjalan dengan pola pikir sendiri, susah bekerja dalam tim, dan tidak bisa diajak berkolaborasi memajukan roda organisasi. Mirisnya, mereka suka mencuci tangan atau melarikan diri manakala ada masalah atau tantangan datang menerpa. Sebaliknya, orang kecil adalah kelompok orang yang rendah hati, terbuka terhadap berbagai gagasan dan kritik dari orang lain. Tipe orang-orang ini suka membangun diskusi, mau bekerja sama untuk menemukan solusi yang baik demi kemajuan lembaga atau organisasi. Hebatnya, orang-orang dalam kelompok kecil ini cenderung mampu bertahan dalam kesulitan dan keterpurukan hidup yang dialami. Semoga kita semua yang berada dalam satu atap lembaga ini mampu menemukan jati diri kita sebagai orang-orang kecil. Orang-orang yang mampu menangkap setiap bisikan ilahi dalam setiap tugas dan pekerjaan di unit kita masing-masing agar kita tidak terhempas dalam kubangan orang-orang yang merasa diri paling hebat dan pintar. Kita yakin, Tuhan telah menyatakan diri-Nya dengan sukarela dalam diri dan karya kita. Tugas kita adalah menangkap misteri Allah itu dan mewujudnyatakannya dalam tugas dan panggilan kita sehari-hari. Mari kita menjadi orang kecil yang selalu berpikir dan bertindak seturut kehendak Allah demi memajukan lembaga yang kita cintai ini. Semoga. Tuhan memberkati. ***Atanasius KD Labaona***

Tidak ada komentar:

Posting Komentar