Luk 2:36-40
Ibuku adalah seorang perempuan yang menjadi kebanggaan dan inspirasi dalam
keluarga. Ia sekarang berusia 62 tahun. Usia yang tidak lagi mudah. Ia telah
lama menjanda sejak kepergian sang suami dan ayah kami tercinta 14 tahun yang
lalu. Semenjak itu, otomatis ia menjadi seorang ibu sekaligus ayah bagi saya
dan adik-adik. Dengan penuh kesabaran dan kesetiaan, ia membimbing dan
menguatkan agar kami tidak putus asa dalam menggapai cita-cita. Tantangan dan
kesulitan yang dialaminya sangat hebat. Tidak hanya berpikir keras tentang
bagaimana mendapatkan uang untuk membiayai pendidikan kami, tetapi ia harus
menghadapi berbagai cibiran, cemoohan, dan hinaan dari orang lain. Banyak orang
yang tidak menyukai perjuangan dan pengorbanan ibu untuk tetap survive bersama anak-anaknya. Mereka
mengganggap bahwa usaha ibu hanya sia-sia. Tidak akan mencapai kesuksesan. Ibu
hanya tetap diam.
Dalam diam sebenarnya ia tidak diam. Kekuatan utamanya adalah menyerahkan
segala beban hidup kepada Tuhan. Ia berkeyakinan bahwa Tuhan masih menguji
perjalanan hidupnya. Suatu saat, ia akan mendapatkan berkat dari-Nya. Dan
keyakinan ibu akhirnya mendapatkan hasil yang memuaskan. Keempat anaknya dapat
menyelesaikan jenjang pendidikan sampai tingkat perguruan tinggi. Sebuah
pencapaian yang telah dilewati dengan usaha keras dan penuh perjuangan. Di
samping itu, membangun kedekatan dengan Tuhan memegang peran penting. Karena
tanpa bantuan Tuhan, segala usaha dan perjuangan sang ibu akan menjadi sia-sia.
Dalam bacaan Injil (Luk 2:36-40) pada hari ini, kita juga mengetahui ada
seorang perempuan janda yang sangat inspiratif. Namanya Hana. Ia sudah sangat
uzur yakni 84 tahun. Hal menarik yang digambarkan oleh Kitab Suci adalah
mengenai waktu kebersamaannya dengan sang suami. Ia hanya hidup sekitar tujuh
tahun bersama suaminya. Selebihnya, sampai berusia 84 tahun, ia memilih untuk
tetap hidup sendiri. Tidak menikah lagi. Kita tidak mendapat informasi apakah
ia mempunyai anak atau tidak. Menyandang status janda tentu bukan perkara yang
mudah bagi Hana. Ia harus menghadapi banyak gosip, pelecehan, cemoohan dan
hinaan. Pasti ada banyak juga godaan yang datang ketika menjanda dalam usia
muda. Menginjak usia tua, hidupnya tidak luput dari berbagai pembicaraan miring
dari orang lain. Namun ia tetap sabar dan setia untuk membaktikan seluruh
hidupnya bagi Tuhan.
Penginjil Lukas menekankan sosok Hana sebagai seorang yang sangat religius.
“Ia tidak pernah meninggalkan Bait Allah dan siang malam beribadah dengan
berpuasa dan berdoa” (Luk 2:37). Inilah dimensi spiritual yang melekat dalam
diri Hana. Doa dan berpuasa menjadi napas kehidupannya setiap hari. Ia rela
menanggalkan kesenangan dan kenikmatan duniawi. Kemudian ia terus mengejar
kenikmatan spiritual dengan membangun keintiman rohani bersama Tuhan. Bagi Hana,
Tuhan adalah segalanya dalam hidupnya. Karena memiliki relasi yang akrab
bersama Tuhan, Hana tumbuh menjadi sosok karismatik. Seseorang yang patut
didengar oleh karena warta sabda dan sikap hidupnya yang selalu terarah kepada
Tuhan. Ia juga bisa bernubuat, menggambarkan rencana keselamatan yang akan
datang bagi umat Israel.
Tidak heran, Hana dikenal juga sebagai seorang nabi perempuan. Salah satu
nubuatnya adalah ketika ia bertemu dengan bayi Yesus di dalam Bait Allah. Bagi
orang awam, melihat bayi Yesus tentu tidak ada bedanya dengan bayi-bayi lain.
Tetapi tidak bagi Hana yang memiliki karunia khusus sebagai seorang nabi. Ia
mempunyai mata batin yang tajam untuk bisa meneropong bayi kudus yang bernama
Yesus. Ia langsung mengucap syukur kepada Tuhan ketika bertemu dengan Yesus. Ia
merasa senang, terharu dan diberkati oleh sebab masih diberi kesempatan oleh
Tuhan untuk melihat sang penyelamat manusia yang baru saja dilahirkan. Dengan
mata batinnya pula, Hana mulai memberi kesaksian di tengah orang banyak tentang
sosok bayi fenomenal yang telah dilihatnya. Hana dengan cermat membeberkan
rencana keselamatan Allah yang mewujud dalam diri Yesus. Bayi Yesus adalah
representasi Allah untuk menyelamarkan umat Israel. Berkat yang didapat oleh
Hana bisa terjadi karena ia sungguh mengarahkan tujuan hidupnya bersama Tuhan.
Hana menyerahkan dan mempertaruhkan raga dan jiwanya demi kemuliaan Tuhan.
Jamak terjadi di sekitar kita bahwa orang rela bekerja dengan giat,
berjuang keras dan berkorban dengan total untuk mendapatkan harta duniawi. Hal
ini terjadi karena parameter yang dipakai soal kebahagiaan terletak di dalam
harta duniawi. Orang merasa atau berpandangan bahwa kebahagiaan hidup akan
tercapai apabila orang mau mencari dan menumpuk aneka harta duniawi yang dinginkan.
Bahkan tidak jarang, orang rela menghalalkan segala cara untuk mendapatkannya.
Misalnya dengan cara melakukan tindakan korupsi. Orang nekat mengambil uang
yang bukan menjadi haknya. Lalu memanfaatkan uang tersebut untuk membeli
barang-barang yang bisa menjamin kebahagiaannya. Atau orang mau memanfaatkan
keluguan dan kebodohan sesamanya untuk mengeruk keuntungan pribadi dan
keluarganya.
Realitas membuktikan bahwa kebahagiaan tidak bisa ditentukan oleh harta
duniawi yang banyak dan mahal. Ada banyak pengalaman yang mengungkapkan
kekosongan dalam hidup seseorang justru terjadi ketika ia memiliki banyak
harta. Walaupun tidak sepenuhnya benar. Orang cenderung menjadi pribadi yang
ego. Lebih mementingkan pribadinya daripada orang lain. Bahkan Tuhan tidak menjadi
penting dan fokus dalam hidupnya. Ketika timbul sedikit tantangan, orang
gampang mencari kambing hitam pada sesamanya. Orang mudah mengalami depresi,
stress dan putus asa karena hanya mengandalkan dirinya. Padahal ia dikelilingi
oleh harta yang begitu banyak.
Hari ini kita belajar
dari Hana untuk lebih melihat dimensi lain yang lebih penting dalam hidup kita.
Sebenarnya kita harus lebih fokus dan serius untuk menghidupi kehidupan
spiritual dalam hidup kita. Kita harus menyiram kembali taman rohani kita yang
telah menjadi kering akibat sikap ego, apatis dan arogansi pribadi. Kita harus
mendayung perahu iman lebih ke dalam lagi untuk dapat bertemu Tuhan dalam
kesendirian dan keheningan waktu. Sang Bayi mungil telah lahir di dalam hati
kita masing-masing. Oleh karena itu, mari kita jaga kekudusan-Nya dengan tidak
pernah bosan membangun sikap doa dan integritas pribadi yang baik dalam hidup
kita sehari-hari. Pada akhirnya, dengan mata batin yang tajam kita akan mampu
mellihat dan mengalami kehendak Tuhan yang menyata dalam hidup kita. Amin.
***Atanasius KD Labaona***
Tidak ada komentar:
Posting Komentar