Rabu, 22 Januari 2020

KASIH ALLAH MELAMPAUI HUKUM MANUSIA


KASIH ALLAH MELAMPAUI HUKUM MANUSIA  (Mrk 3: 1 – 6)


            Ada satu pengalaman nyata yang saya alami secara langsung ketika saya bersama keluarga kecil masih berdomisili di Desa Hadakewa, Kecamatan Lebatukan. Istri saya seorang perawat sehingga kami diperkenankan tinggal di dalam kompleks puskesmas. Saking dekatnya rumah tempat kami tinggal dengan area puskesmas sehingga menyebabkan lalu lintas atau pergerakan para pasien yang masuk dan keluar area puskesmas Hadakewa dapat terpantau dengan baik. Pada suatu ketika, suasana saat itu sudah masuk liburan Natal, walaupun baru hari pertama. Praktis situasi pelayanan dalam kantor puskesmas tidak sibuk sebagaimana biasanya. Hanya tersisa dua orang perawat jaga yang mendapat giliran untuk tetap stand by mengantisipasi pasien yang datang untuk meminta pelayanan kesehatan. Banyak ruangan pelayanan yang lengang karena kebanyakan petugas kesehatan sudah pulang berlibur di kampung halamannya masing-masing. Saya bersama keluarga juga sementara bersiap-siap untuk pulang kampung. Tiba-tiba, muncul satu mobil pick up yang membawa satu pasien dan rombongan keluarganya. Mereka langsung menuju pelataran puskesmas dan memarkir mobil di sana. Kami yang bersiap berlibur tidak kuatir karena ada petugas yang sudah siap sedia menerima pasien yang datang. Tak disangka, ada beberapa orang keluarga pasien mendatangi tempat kami sambil mengeluh karena tidak petugas yang sedang berjaga.  

Dalam situasi demikian, kami mengalami perasaan yang campur aduk. Sang istri mulai marah-marah kepada para petugas jaga yang kabur dan tidak bertanggung jawab dengan tugas yang diberikan. Saya hanya diam, tetapi jujur isi pikiran dan hati saya sudah ada di tempat liburan. Pikiran kami sangat dilematis. Mau jalan saja tanpa peduli, tetapi kasihan dengan keluarga pasien yang sedang menunggu. Mau tinggal untuk melayani tetapi semua persiapan untuk berangkat sudah 100 %. Akhirnya setelah berunding sejenak, kami pun memutuskan untuk tidak berangkat hari itu. sang istri pun harus berjiwa besar untuk pergi ke puskesmas melayani para pasien, walaupun bukan merupakan tugasnya saat itu. Pengalaman kecil ini yang sampai dengan detik ini masih terpatri erat dalam jiwa saya. Pengalaman ini sungguh telah memberi pembelajaran penuh makna bahwa nilai kasih yang membawa keselamatan manusia itu lebih penting dari segala aturan, hukum atau batasan-batasan yang dibuat oleh manusia di muka bumi ini. 

Bacaan hari ini sebenarnya masih berhubungan dengan bacaan sebelumnya yang berkisah tentang murid-murid yang memetik gandum pada hari sabat. Bacaan hari ini berkisah tentang
Yesus yang menyembuhkan orang pada hari Sabat. Esensi kedua bacaan ini sama yakni melakukan pekerjaan pada hari Sabat, yang sebenarnya sangat dilarang menurut hukum agama Yahudi. Kaum Farisi, sebagai satu kelompok penjaga aturan dan tradisi agama Yahudi terus mengikuti Yesus dan para murid-Nya. Mereka terus mengamat-amati dan mencari kesalahan apa yang dibuat Yesus pada hari Sabat. Dalam bacaan hari ini, Yesus masuk ke dalam rumah ibadat dan mendapati salah seorang yang mati sebelah tangannya. Yesus rupanya sudah tahu kalau ia sementara diikuti oleh para lawan-Nya. Ia tidak langsung menyembuhkan si sakit. Ia menyuruhnya untuk berdiri di tengah. Sebenarnya Yesus sedang memperlihatkan kepada semua orang yang hadir dalam rumah ibadat itu, termasuk kaum Farisi, bahwa ada orang sakit yang sangat membutuhkan pertolongan. Yesus mau semua orang melihat si sakit itu. Bahwa si sakit itu benar-benar mati sebelah tangannya. Yesus mengharapkan mereka tidak hanya melihat dengan mata tetapi harus juga merasakan dengan hati. Yesus mau semua orang tergugah dan tergerak mata batinnya untuk menolong orang yang sedang sakit itu.
            
Kemudian Yesus mengatakan: “Manakah yang diperbolehkan pada hari Sabat, berbuat baik atau berbuat jahat, menyelamatkan nyawa orang atau membunuh orang?” Orang-orang yang ada dalam rumah ibadat itu tidak merespon pertanyaan yang diajukan oleh Yesus. Sikap diam yang mereka tunjukkan menggambarkan kedegilan hati mereka. Kedegilan itu sama dengan sikap bandel, keras hati, tidak mau mendengarkan orang lain. Hati mereka sudah menjadi degil sehingga mereka tidak bisa memahami apa yang dikatakan oleh Yesus. Sekedar memahami pernyataan Yesus saja tidak bisa apalagi tergerak untuk melaksanakannya. Pada akhirnya, Yesus menyembuhkan orang yang mati sebelah tangannya itu. Orang-orang Farisi semakin mendapat banyak bukti untuk menjerat Yesus. Mereka kemudian keluar dan bersekongkol dengan orang-orang Herodian. Orang-orang Herodian ini adalah kelompok para loyalis atau orang-orang Yahudi yang sangat setia kepada dinasti Herodes dan keluarganya.
              
Perbuatan Yesus yang menyembuhkan orang yang mati sebelah tangannya mau menekankan nilai keselamatan manusia lebih penting dari segala aturan atau hukum Taurat. Yesus tidak sementara menegasikan atau menghilangkan hukum taurat yang melarang orang bekerja pada hari Sabat. Yesus sungguh mengakui aturan dan adat istiadat yang berlaku dalam agamanya. Buktinya ia selalu pergi ke rumah ibadat untuk berdoa. Tetapi untuk keselamatan manusia, bagi Yesus tidak ada tawar menawar. Hukum kasih kepada sesama manusia jauh lebih penting dan utama di atas segala jenis hukum dan aturan yang dibuat manusia.
           
Dalam pengalaman hidup kita sehari-hari, ada banyak orang sakit, orang susah, orang yang tertindas dan tersingkir di sekitar kita. Kehadiran mereka sungguh menggugah nilai rasa kita untuk segera datang dan menolong mereka. Tetapi kadangkala ada begitu banyak alasan yang kita lontarkan untuk menghindari mereka. Entah itu alasan yang bersifat pribadi atau juga alasan lain yang mungkin sangat urgen. Tidak mungkin kita lewatkan begitu saja. Batasan-batasan ini yang menghambat kita untuk mengimplementasikan nilai kasih seperti yang dilakukan oleh Yesus sendiri. Ada seorang sahabat mengatakan kepada saya bahwa kecenderungan kita manusia itu lebih suka dibantu, ditolong, dihibur, dicarikan jalan keluar dari segala persoalan hidup. Sebaliknya kita sangat sulit untuk menunjukkan keprihatinan dan menolong orang lain. Selalu saja ada aturan-aturan pribadi dan batasan-batasan umum yang menjadi alasan kita untuk menghindar. 
 
Refleksi bacaan hari ini sungguh menggugah saya secara pribadi dan semoga menggugah juga kita semua yang ada di tempat ini. Semoga kita tidak hanya digugah tetapi juga digugat. Kita semua digugat dengan memutar kembali rekaman jejak pengamalan hidup kita. Apakah kita semua selalu ada waktu untuk berbuat kasih kepada orang lain. Atau apakah kita masih sering dibatasi oleh aturan-aturan atau sengaja membatasi diri dengan pelbagai alasan untuk menghindari perbuatan kasih kepada orang lain. Semoga kita semakin digugah bahwa kasih Allah kepada sesama manusia jauh lebih penting dari segala aturan dan hukum yang dibuat oleh manusia. Kasih kita kepada keselamatan manusia adalah prioritas pertama. Semoga kita mampu melaksanakannya dalam hidup kita sehari-hari. Tuhan memberkati. Amin.

MATERI PENYIARAN DI RUMAH SAKIT BUKIT LEWOLEBA
Lewoleba, Rabu, 22 Januari 2020



                                                                                                  
Oleh Atanasius KD Labaona

YESUS AKAN MENYEMBUHKAN KITA





YESUS AKAN MENYEMBUHKAN KITA  (Mrk 1: 29 – 39)


            Arnoldus Janssen lahir pada tanggal 5 November 1837 di Goch, sebuah kota kecil di bagian barat dataran rendah sungai Rhein, Jerman. Ayahnya bernama Gerald Janssen dan ibunya bernama Anna Katharina Janssen. Keluarga Janssen adalah keluarga yang sangat religius. Mereka tidak pernah mengabaikan perayaan Ekaristi setiap hari, dan melakukan berbagai penghayatan devosi kepada Roh Kudus, malaekat pelindung, Hati Yesus, Rosario  dan khususnya kepada Sabda Allah. Kebiasaan cinta akan hal-hal rohani ini sungguh melekat dalam diri Arnoldus Janssen.



Dengan tekad bulat, ia masuk seminari di Gaesdonk tahun 1849 dan menerima tahbisan imamat pada tanggal 15 Agustus 1861. Selama masa pendidikan tersebut, ia juga belajar matematika dan ilmu pengetahuan alam, sehingga setelah tahbisan, ia berkarya sebagai seorang guru sekolah menengah atas di Bocholt. Arnoldus Janssen sangat berminat terhadap karya kerasulan doa yang terarah pada usaha untuk mempersatukan kembali umat Kristen, pewartaan Injil serta misi gereja di antara bangsa-bangsa. Tidak heran, pada tahun 1847, ia memprakarsai penerbitan majalah “Kleiner Herz-Jesu-Bote” (Utusan Hati Kudus Yesus) yang selalu menerbitkan gagasan tentang misi dan ekumene. Dari sinilah, ia melontarkan gagasan tentang pentingnya mendirikan Rumah Misi di Jerman untuk mendidik dan mengutus para misionaris ke berbagai belahan dunia.
             
Dengan bersusah payah, dan disertai keberanian yang luar biasa serta ketekunan yang ditopang oleh kesalehannya, akhirnya ia berhasil mendirikan rumah misi sekaligus seminari untuk mempersiapkan calon misionaris ke seluruh dunia. Dan akhirnya, pada tanggal 8 September 1875, bertempat di Steyl Belanda, Arnoldus Janssen membuka rumah misi “St. Mikael”, yang menjadi rumah induk “Serikat Sabda Allah (SVD).” Seiring dengan perjalanan waktu, ia juga mendirikan dua kongregasi misi para suster, yaitu SSpS pada 8 Desember 1889 dan SSpS Adorasi Abadi pada 8 Desember 1896, yang merupakan suatu tarekat kontemplatif. Dari sini, Arnoldus Janssen sungguh menyadari bahwa karya misi haruslah selalu diletakkan pada 2 pilar utama, yakni karya dan doa. 

Berawal dari Cina, sebagai cinta pertama daerah misinya, ketiga kongregasi misi tersebut sungguh berkembang dan berkarya di seluruh belahan dunia. Arnoldus Janssen meninggal pada tanggal 15 Agustus 1909. Pada tanggal 19 Oktober 1975, ia digelari Beato oleh Paus Paulus VI dan pada tanggal 5 Oktober 2003, bersama dengan JosefFreinademetz (misonaris pertama SVD), ia digelari Santo. Ia membaktikan seluruh hidupnya untuk karya misi Allah dengan selalu berkeyakinan pada kehendak Allah, sebagaimana terungkap dalam kata-katanya, “Ketika saya mendirikan serikat ini, orang umumnya berkata bahwa pekerjaan ini tidak akan berhasil. Memang sungguh benar karena mereka melihat pada diri saya yang menyedihkan. Kendati semua ini, Tuhan telah menghendaki bahwa pekerjaan itu berhasil dan teristimewa dengan suatu cara yang tidak pernah saya pikirkan bahwa itu mungkin.”
            

 Hari ini Penginjil Markus kembali mengisahkan aksi mukjizat yang dilakukan oleh Yesus. Aksi mukjizat yang pertama adalah Yesus menyembuhkan ibu mertua Petrus yang sakit demam. Berawal dari kunjungan Yesus bersama rasul Yohanes dan Yakobus ke rumah Simon dan Andreas. Para murid itu kemudian menyampaikan keadaan sakit ibu mertua Simon Petrus kepada Yesus. Dengan sigap Ia pergi ke tempat perempuan itu dan menyembuhkannya dengan cara memegang tangannya. Aksi mukjizat yang kedua; Yesus menyembuhkan banyak orang yang datang dengan beragam penyakit dan kerasukan setan. Banyak penduduk kota datang menemui Yesus karena mereka telah mendengar ibu mertua Simon yang disembuhkan oleh Yesus. Mereka datang dengan intensi yang berbeda. Ada yang ingin penyakitnya segera disembuhkan. Ada yang mungkin hanya mau menjawab rasa penasaran mereka tentang Yesus. 


Jadi mereka datang hanya untuk melihat Yesus dan aksi mukjizat yang dilakukan-Nya. Ada beberapa point yang ingin kita refleksikan bersama-sama sehubungan dengan perikop Injil yang baru saja diperdengarkan. Pertama, sikap compassion Yesus. Ketika mengetahui bahwa ibu mertua Simon sedang sakit, Yesus langsung bergerak menghampiri perempuan itu. Sikap ini didasari oleh ketergerakan hati atau rasa belaskasihan. Tanpa rasa ini tidak mungkin Yesus datang dan mendekati perempuan itu. Kedua, tindakan penyembuhan Yesus. Yesus tidak hanya sampai pada tataran rasa compassion atau belaskasihan. Ia datang dan memegang tangan perempuan itu. Wanita itu pun menjadi sembuh. Ketiga, iman ibu mertua Simon Petrus dan orang-orang yang disembuhkan. Tanpa membuat prasangka apakah orang-orang yang disembuhkan itu mempunyai iman yang teguh atau tidak, kita dapat dengan positif mengatakan bahwa karena iman yang teguh akan Yesus, mereka semua sungguh menjadi selamat dari penyakit yang diderita. Iman akan Yesus telah mengokohkan sikap percaya bahwa mereka akan disembuhkan dari segala penyakit. keempat, doa sebagai fondasi  utama. Yesus selalu mengawali segala aktivitas harian-Nya dengan berdoa di pagi hari.

  Yesus mau mengambil kekuatan dan inspirasi baru dengan bertemu dan berkomunikasi dengan Bapa-Nya melalui doa. Doa merupakan salah satu komponen utama dalam karya penyelamatan Yesus di tengah dunia. Keempat, perintah untuk mewartakan kabar gembira di tempat lain. Yesus sungguh menyadari bahwa karya penyelamatan umat tidak hanya akan terjadi di satu tempat saja. Tetapi harus menyebar ke seluruh tempat di dunia. Oleh karena itu, dia mengajak para murid-Nya untuk segera bergerak menyampaikan kabar gembira di tempat lain.
          
Di sekitar kita ada banyak realitas sosial yang menyentuh nurani kita sebagai seorang makhluk ciptaan Tuhan. Realitas itu dapat kita temukan di rumah, di lingkungan, di tempat kerja kita ini, dan dimana saja kita berada. Yesus telah mengajarkan kepada kita agar pertama-tama kita mau menunjukkan rasa empati atau compassion kita. Ketergerakan hati karena rasa belaskasihan harus juga dibuktikan dengan action atau tindakan konkrit untuk memberi hiburan atau keselamatan kepada orang lain. Sampai pada bagian ini, saya secara pribadi sungguh mengapresiasi kerja nyata kita di rumah besar ini; Rumah Sakit Bukit Lewoleba. Walaupun memang kita bekerja secara profesional dalam tugas masing-masing dengan mendapatkan upah, tetapi sesungguhnya upah yang kita dapat tidak sama nilainya dengan pelayanan tulus, total dan penuh pengorbanan yang telah kita dedikasikan untuk orang-orang yang membutuhkan kesehatan dan keselamatan di tempat ini.
             

Selanjutnya, saya harus dengan tegas mengatakan bahwa untuk bekerja dengan penuh pelayanan, cinta dan ketulusan di tempat ini, kita membutuhkan satu spiritualitas utama yang selalu memberi kita motivasi dan kekuatan dikala kita diterjang badai tantangan dan kepelikan dalam persoalan hidup. Untuk saudara/i saya yang Katolik dan Kristen, selalulah menaru harapan dan kepercayaan pada Yesus yang pasti akan selalu menolong kita di saat kita membutuhkan bantuan-Nya. Itulah spiritualitas kita sebagai seorang Kristen, spiritualitas kepada Yesus Kristus. Hal yang paling sederhana kita lakukan adalah dengan membangun relasi yang intim dengan-Nya dalam doa-doa kita baik secara pribadi maupun secara bersama-sama. Dalam bidang tugas dan unit pelayanan kita masing-masing, sesungguhnya Allah melalui Yesus telah memberi kita tugas pokok untuk membawa misi pewartaan kabar gembira kepada segenap umat. Belajar dari St. ArnoldusJanssen yang pestanya kira rayakan pada hari ini, semoga kita semua tetap diteguhkan dan dikuatkan untuk menjadi corong Allah dalam menyampaikan warta keselamatan sesuai dengan tugas dan pekerjaan kita. Semoga. Tuhan memberkati.

MATERI PENYIARAN DI RUMAH SAKIT BUKIT LEWOLEBA
Lewoleba, Rabu, 13 Januari 2020
Oleh Atanasius KD Labaona