Minggu, 07 November 2021

Mengampuni Tanpa Batas

 

Luk 17:1-6

           

Tentang entitas mengampuni, mungkin kita pernah mendengar ada orang berkata: “Untuk dia yang telah bersalah, saya cukup menerima dua kali kata maaf dan memaafkan dia. Rasanya sangat sulit membuka ruang untuk kesempatan ketiga dan seterusnya. Sebagai manusia, saya mempunyai keterbatasan. Sangat sulit untuk menerima kesalahan yang telah ia lakukan berulang kali. Saya tidak memberi maaf lebih dari itu”. Atau bisa saja kita pernah mengalaminya secara langsung. Ada seorang saudara yang telah melakukan kesalahan dan menyakiti hati kita. Jangankan untuk kedua kali, bahkan baru pertama kali pun, kita sudah menutup pintu hati untuk memberi maaf atau pengampunan. Bagi kita sebagai manusia biasa, rasanya sulit sekalih untuk memberi ampun kepada mereka yang telah bersalah kepada kita. Dan ini realitas yang tidak bisa kita elakkan. Kita tidak menerima begitu saja fenomena kesesatan yang dilakukan oleh orang lain.

 

Yesus sudah mewanti-wanti para murid-Nya akan fenomena kesesatan yang terjadi dalam kehidupan. “Tidak mungkin tidak akan ada penyesatan, tetapi celakalah orang yang mengadakannya” (Luk 17:1). Kesesatan itu dapat terjadi karena manusia tidak dapat menggunakan kebebasannya secara baik. Manusia cenderung menyalahgunakan kebebasannya sebagai manusia dengan melakukan banyak kesesatan dalam hidup. kesesatan-kesesatan itu tidak hanya merugikan diri sendiri tetapi juga orang lain. Fatalnya, orang yang berperilaku sesat tetap tidak mau mengakui kesalahannya. Ia tetap merasa diri nyaman dan terus melakukan perbuatannya. Yesus tidak hanya mengecam, tetapi berkata dengan sangat keras terhadap orang-orang seperti ini: “Adalah lebih baik baginya jika sebuah batu kilangan diikatkan pada lehernya, lalu ia dilemparkan ke dalam laut, dari pada menyesatkan salah satu dari orang-orang yang lemah ini” (Luk 17:2).

 

Lalu bagaimana dengan orang-orang yang mau mengakui kesalahannya dan memohon pengampunan. Yesus mengatakan kepada para murid-Nya bahwa mereka harus membuka hati untuk mengampuni. Tidak hanya dengan memberi teguran atau nasihat. Dengan radikal Yesus menandaskan bahwa kerelaan untuk mengampuni tidak hanya dilakukan sekali atau dua kali saja. Itu harus dilakukan berulang kali. “Bahkan jikalau ia berbuat dosa terhadap engkau tujuh kali sehari dan tujuh kali ia kembali kepadamu dan berkata: Aku menyesal, engkau harus mengampuni dia” (Luk 17:4). Angka tujuh bukanlah angka kuantitas. Angka tujuh adalah nilai kualitatif. Sebuah nilai yang tidak bisa dijumlahkan. Sebuah nilai tanpat akhir. Di dalamnya tergambar semangat untuk mengampuni tanpa batas.

 

Mengampuni dengan batas-batas tertentu adalah perbuatan yang manusiawi. Sebaliknya, mengampuni tanpa batas adalah perbuatan yang sangat bernilai kristiani. Saya dan anda mungkin seringkali tenggelam untuk mengampuni dengan batas-batas tertentu. Satu kali memberi ampun, itu wajar. Dua kali memberi ampun, itu juga masih wajar. Tiga kali memberi ampun, sudah mulai tidak wajar. Empat kali memberi ampun, sudah tidak wajar lagi. Apalagi memberi ampun untuk yang kelima kali dan seterusnya. Anda tentu bersepakat dengan saya bahwa mengampuni itu harus ada batas toleransinya. Kalau kita terus memberi ruang untuk mengampuni, apakah ada jaminan bahwa orang akan berhenti dari perbuatan dosanya. Bisa saja yang terjadi adalah orang yang bersalah memanfaatkan kebaikan sekaligus celah yang kita miliki untuk mendapatkan keuntungan tertentu. Sampai pada titik ini, kita berkesimpulan bahwa mengampuni tanpa batas itu tidak wajar dan tidak masuk akal.

 

Namun yang terjadi pada hari ini, sungguh di luar batas normal alur pikiran manusiawi kita. Yesus menghendaki agar tidak boleh ada kata akhir untuk mengampuni. Mengampuni itu harus tanpa batas. Tanpa ada kepentingan lain di dalamnya. Selain tujuan yang mulia agar orang dapat bertobat dan kembali kepada jalan yang benar. Rasanya sangat mudah untuk diucapkan, namun sangat sulit untuk diimplementasikan. Tetapi tidak ada kata menyerah untuk tidak melakukannya. Semangat pengampunan tanpa batas harus senantiasa diresapi, dihayati, dan dilaksanakan. Semangat pengampunan tanpa batas mengisi ruang dimensi spiritual dalam pribadi kita. Mengampuni tanpa batas memberi kesempatan bagi kita untuk semakin mendewasakan atau mematangkan kadar iman kepada Tuhan. Dan kita mulai menyadari bahwa mengampuni tanpa batas itu adalah sebuah perbuatan khas kristiani. Sebuah perbuatan yang tidak bisa dikompromi apalagi ditawar-tawar oleh seseorang yang mengakui dirinya sebagai pengikut Yesus Kristus. Mari kita menanamkan semangat mengampuni tanpa batas dalam diri dan melaksanakannya dalam hidup sehari-hari. Kita percaya, Tuhan akan melimpahi berkat-Nya bagi orang yang melakukan kehendak-Nya. Amin. ***AKD***

Tidak ada komentar:

Posting Komentar