Luk 18:35-43
Hari ini kita merayakan pesta St. Albertus Agung.
Albertus lahir di Lauingen, Jerman Selatan pada tahun 1206. Ia berasal dari
keluarga bangsawan Bollstadt. Sejak kecil ia sangat menyukai keindahan alam.
Tidak hanya itu, ia juga suka menjelajahi hutan dan sungai yang ada di
daerahnya. Pengalaman ini menjadi inspirasi dalam tulisannya kelak tentang ilmu
alam dan tumbuh-tumbuhan. Pendidikan tinggi ditempuhnya di Universitas Padua.
Rupanya jalur pendidikan ini menjadi batu loncatan bagi Albertus untuk semakin
mendekatkan diri kepada Tuhan. Albertus akhirnya memutuskan untuk hidup
membiara dalam ordo Dominikan. Albertus dikenal sebagai orang yang cerdas dan
saleh. Karena itulah, rekan-rekan dan orang-orang sezamannya menyematkan gelar
“yang agung, tiang gereja, doktor umum”kepadanya. Albertus Agung meninggal
dunia pada tanggal 15 November 1280 dalam usia 87 tahun.
Kisah penyembuhan seorang buta oleh Yesus dalam
teks Injil pada hari ini menjadi inspirasi yang menarik buat kita. Karena tidak
bisa melihat, si buta hanya mengandalkan ketajaman indra pendengarannya untuk
mengetahui situasi di sekitarnya. Ketika mendengar informasi tentang kehadiran
Yesus dari orang-orang yang lalu lalang, secara spontanitas ia berteriak:
“Yesus, Anak Daud, kasihanilah aku!” Ada orang yang coba menghalanginya dengan
menyuruh dia diam. Tetapi semakin keras ia berteriak: “Anak Daud, Kasihanilah
aku!” Menyaksikan keteguhan iman dari si buta, akhirnya Yesus memelekkan mata
orang buta itu sehingga ia dapat melihat.
Ada satu aspek penting yang menjadi kunci
keselamatan dari si buta. Aspek itu adalah keteguhan iman. Walau tidak melihat
sosok Yesus, namun ia begitu percaya akan mendapatkan keselamatan. Selain itu
ia juga mendapat tantangan dari orang-orang di sekitarnya. Ada orang yang
berusaha menghalangi dia dengan menyuruhnya diam. Kalau saja ia tidak memiliki
iman yang kuat, mungkin ia akan menyerah dan diam. Namun kita mendengar bahwa
si buta ini semakin keras berteriak meminta pertolongan dari Yesus. Ini menjadi
sinyal yang kuat bahwa si buta sangat memiliki iman yang kuat kepada Yesus.
Karena keteguhan iman inilah, akhirnya si buta mendapatkan keselamatan dari
Yesus.
Sebagai seorang pengikut Yesus, mungkin kita tidak
mengalami kebutaan secara fisik. Tetapi kita mengalami kebutaan dalam hati
kita. Hati kita menjadi buta terhadap pelbagai realitas sosial yang terjadi di
sekitar kita. Kita bersikap apatis, tidak mau peduli, dan tidak mau tahu
tatkala menyaksikan aneka hidup yang timpang dan memprihatinkan. Banyak orang
yang sebenarnya sementara sakit, menderita dan mengalami kesusahan. Namun
karena mata hati telah menjadi buta,
menyebabkan kita tidak mau peduli atau tidak mau tahu. Kita seringkali lebih
sibuk dengan urusan pribadi. Kita acapkali lebih mementingkan kepentingan
pribadi dan keluarga. Dan tidak pernah merasa malu atau tidak tahu malu untuk
menjadi batu sandungan bagi orang lain.
Di satu sisi, kita menginginkan segala sesuatu yang baik dan mudah demi
kepentingan pribadi. Di sisi yang lain, kita cenderung mempersulit dan
mengharapkan yang tidak baik atau tidak enak bagi orang lain.
Hari kita belajar dari si buta untuk tidak menjadi
“orang buta” lagi. Kita memohon dengan sangat, bantuan dari Tuhan agar sudi
melelehkan hati kita yang beku. Kita mau lebih bersikap peduli dan penuh
semangat dalam melayani orang lain tanpa dibatasi oleh sekat-sekat. Entah itu
sekat keluarga, suku, agama, golongan, atau pun kepentingan politik. Kita mau
peduli dan melayani dengan hati yang tulus. Memang tidak mulus seperti yang
kita pikir atau bayangkan. Pasti ada banyak tantangan yang mencoba membelokkan
niat hati kita. Entah itu tantangan yang datang dari luar. Atau pun bisa
tantangan yang muncul dari hati kita sendiri misalnya rasa malas, capek, bosan,
dan iri hati. Dengan iman yang teguh, kita merasa yakin bahwa Tuhan akan selalu
mempermudah dan melapangkan jalan hidup kita. Tuhan akan menerangi kebutaan
hati kita dengan cahaya-Nya yang bernyala-nyala. Kuncinya hanya satu. Percaya
dan menyerahkan diri sepenuhnya kepada Dia.
Kita mungkin tidak seperti Santo Albertus Agung
yang telah melakukan hal-hal besar dalam hidupnya demi memuliakan nama Tuhan di
sorga. Dengan hal-hal yang kecil dan sederhana, kita dapat membuktikan diri
untuk bersikap terbuka dan peduli dengan situasi dan orang lain di sekitar
kita. Terutama bagi mereka yang sementara mengalami sakit dan kesusahan. Jika
semangat keterbukaan dan kepedulian telah merasuki pribadi, maka kita telah
menjadi orang-orang hidup yang mendapatkan keselamatan dalam hidup dari Tuhan.
Amin. ***AKD***
Tidak ada komentar:
Posting Komentar