Rabu, 08 September 2021

Mengutamakan Keselamatan Manusia

Luk 6:6-11

 

Ada pepatah latin yang berbunyi serva ordinem et ordo servabit te. Peliharalah aturan maka aturan akan memelihara engkau. Esensi aturan dan hukum itu sebenarnya memiliki nilai ideal untuk menjaga keteraturan, ketertiban, keharmonisan dan keseimbangan hidup manusia. Aturan dan hukum itu dapat eksis karena adanya manusia. Aturan dan hukum lahir karena adanya manusia dan bukan manusia lahir demi aturan dan hukum. Yang menjadi fokus adalah manusia dan bukan hukum yang berisi seperangkat aturan. Aturan hanya menjadi sarana untuk mengatur hidup manusia sehingga berjalan dengan baik. Tetapi hukum atau aturan tidak menjadi tujuan dari hidup manusia. Jikalau hukum menjadi tujuan, maka akan membelenggu hidup manusia. Hukum dan aturan sejatinya menjadi media atau tempat bagi manusia untuk mengekpresikan martabat luhurnya demi kebaikan dan keselamatan hidup sesamanya.

 

Setahun yang telah lewat, saya pernah dihadapkan dengan sebuah problem keluarga yang cukup pelik. Kala itu, adik perempuan saya hendak menikah. Namun prosesnya tidak berjalan mulus. Ada sekian aturan adat yang memang harus dilewati. Para sesepuh adat di kampung pun sudah mewanti-wanti agar proses pernikahan adik saya harus berjalan sesuai dengan aturan atau hukum adat. Pesannya jelas. Saya tidak boleh mengambil jalan pintas. Karena pasti akan dicap sebagai generasi yang tidak menjunjung tata nilai dan warisan adat nenek moyang. Dalam situasi demikian, saya diberi dua pilihan. Antara aturan adat yang harus dijunjung atau nilai keselamatan manusia yang harus diutamakan. Kalau memilih yang pertama, pasti prosesnya berjalan panjang. Memakan waktu dan biaya yang tidak sedikit. Selain itu, kesempatan adik saya untuk meniti kariernya pun terancam gagal. Setelah berdiskusi dengan keluarga dan banyak pihak lain, saya akhirnya memutuskan untuk lebih mengutamakan keselamatan hidup adik saya. Pilihannya sudah jelas. Sakramen perkawinan menjadi prioritas dan segala aturan adat dilewati. Konsekuensi hidup sudah siap saya diterima. Saya pasti dianggap sebagai pembangkang dan dianggap sebagai generasi yang tidak menghormati warisan adat para leluhur. Apa pun itu, saya tetap bertahan. Keselamatan hidup manusia menjadi nilai utama yang harus saya perjuangkan.

 

Hukum hari Sabat mengandung sekian banyak larangan untuk bekerja. Termasuk di dalamnya larangan untuk menyembuhkan orang sakit. Walaupun pada saat itu, orang sangat membutuhkan pertolongan, namun tentu tidak bisa dilayani karena berbenturan dengan larangan untuk berkerja. Tetapi tidak bagi Yesus ketika masuk ke dalam rumah ibadat untuk mengajar. Pada saat melihat ada seseorang yang mati sebelah tangannya, Yesus berani menghampiri orang itu dan menyembuhkan sakitnya. Perbuatan Yesus ini tentu berseberangan dengan aturan yang berlaku pada hari Sabat. Tetapi Yesus tidak peduli. Yesus ingin menekankan bahwa keselamatan manusia itu jauh lebih penting dari segala aturan dan hukum yang berlaku dalam hidup manusia.

 

Pilihan Yesus sudah tepat. Ia membuka cakrawala berpikir bagi seluruh umat yang hadir dengan aksi heroik-Nya. Tentu saja, bukan pesona aksi mukjizat yang harus dilihat, namun pesan nilai yang ada di balik peristiwa fenomenal tersebut. Yesus tidak ingin manusia tunduk pada seperangkat aturan yang membelenggu hidupnya. Yesus ingin manusia merdeka dari segala aturan yang tidak manusiawi. Merdeka bukan berarti bebas sebebas-bebasnya dan tidak lagi mengikuti aturan agama. Merdeka yang dimaksudkan adalah merdeka dalam cara pandang yang baru. Bahwa aturan dan hukum agama tidak lagi menjadi tujuan utama yang mengikat dan membelenggu. Aturan dan hukum agama harus memberi ruang bagi manusia untuk bisa mewujudkan perbuatan kasih bagi sesamanya. Aturan dan hukum menjadi sarana yang baik agar manusia dapat saling berbagi, saling peduli dan membawa kebaikan satu dengan yang lain.

 

Dalam banyak realitas hidup, seringkali kita terjebak pada aturan dan hukum sehingga membatasi kita untuk mengimplementasikan nilai kasih kepada orang lain. Salah satu peristiwa hidup yang telah saya kemukakan di atas bisa menjadi contoh konkrit yang menggambarkan secara jelas bahwa aturan atau hukum adat seringkali menjadi hal yang diprioritaskan dibandingkan dengan keselamatan manusia. Orang lebih mementingkan ritual dan materi adat yang terkandung sehingga menyelepelekan hidup manusia. Ritual dan materi adat memang tidak bisa dipisahkan dalam hukum adat. Namun, tidak seharusnya menjadikannya sebagai komponen yang utama. Karena ia hanya akan bernilai manakala keselamatan hidup manusia diletakkan pada level yang paling atas.

 

Saya kira, tidak hanya dalam soal hukum atau aturan adat yang acapkali membelenggu hidup manusia. Ada banyak aturan dan hukum di dunia ini yang masih mendegradasi martabat manusia sebagaia makhluk ciptaan Tuhan yang paling luhur. Kadangkali, orang masih mendewakan pelbagai aturan dan hukum yang berlaku sehingga seringkali mengangkangi nilai-nilai luhur yang terpatri dalam hidup manusia. Orang kadang bersikap ego dan arogan karena merasa dilindungi oleh hukum dan aturan tertentu. Ia menjadi tidak peduli bagi sesamanya. Hati nuraninya menjadi mati oleh karena menghidupi aturan dan hukum tertentu secara kaku dan formal.

 

Hari ini, Yesus membuka cakrawala berpikir kita secara baru. Bahwa bukan aturan dan hukum yang menjadi prioritas dalam hidup. Nilai dan keselamatan manusia harus mendapat tempat pertama dan terutama dalam setiap karya dan pengabdian kita di tengah dunia. Kita memang hidup dalam situasi tertentu yang dipenuhi dengan pelbagai aturan dan hukum. Namun sejatinya, hukum dan peraturan itu tidak dapat membatasi ruang gerak kita. Ia harus menjadi sarana terbaik baik kita untuk membawa kebaikan dan keselamatan bagi banyak orang. Terutama bagi mereka yang sakit dan tersingkir dalam hidupnya. Amin. ***AKD***

Tidak ada komentar:

Posting Komentar