Luk 6:6-11
Ada pepatah latin yang berbunyi serva ordinem et ordo servabit te.
Peliharalah aturan maka aturan akan memelihara engkau. Esensi aturan dan hukum
itu sebenarnya memiliki nilai ideal untuk menjaga keteraturan, ketertiban,
keharmonisan dan keseimbangan hidup manusia. Aturan dan hukum itu dapat eksis
karena adanya manusia. Aturan dan hukum lahir karena adanya manusia dan bukan
manusia lahir demi aturan dan hukum. Yang menjadi fokus adalah manusia dan
bukan hukum yang berisi seperangkat aturan. Aturan hanya menjadi sarana untuk
mengatur hidup manusia sehingga berjalan dengan baik. Tetapi hukum atau aturan
tidak menjadi tujuan dari hidup manusia. Jikalau hukum menjadi tujuan, maka
akan membelenggu hidup manusia. Hukum dan aturan sejatinya menjadi media atau
tempat bagi manusia untuk mengekpresikan martabat luhurnya demi kebaikan dan
keselamatan hidup sesamanya.
Setahun yang telah lewat, saya pernah dihadapkan
dengan sebuah problem keluarga yang cukup pelik. Kala itu, adik perempuan saya
hendak menikah. Namun prosesnya tidak berjalan mulus. Ada sekian aturan adat
yang memang harus dilewati. Para sesepuh adat di kampung pun sudah
mewanti-wanti agar proses pernikahan adik saya harus berjalan sesuai dengan
aturan atau hukum adat. Pesannya jelas. Saya tidak boleh mengambil jalan
pintas. Karena pasti akan dicap sebagai generasi yang tidak menjunjung tata
nilai dan warisan adat nenek moyang. Dalam situasi demikian, saya diberi dua
pilihan. Antara aturan adat yang harus dijunjung atau nilai keselamatan manusia
yang harus diutamakan. Kalau memilih yang pertama, pasti prosesnya berjalan
panjang. Memakan waktu dan biaya yang tidak sedikit. Selain itu, kesempatan
adik saya untuk meniti kariernya pun terancam gagal. Setelah berdiskusi dengan
keluarga dan banyak pihak lain, saya akhirnya memutuskan untuk lebih
mengutamakan keselamatan hidup adik saya. Pilihannya sudah jelas. Sakramen
perkawinan menjadi prioritas dan segala aturan adat dilewati. Konsekuensi hidup
sudah siap saya diterima. Saya pasti dianggap sebagai pembangkang dan dianggap
sebagai generasi yang tidak menghormati warisan adat para leluhur. Apa pun itu,
saya tetap bertahan. Keselamatan hidup manusia menjadi nilai utama yang harus
saya perjuangkan.
Hukum hari Sabat mengandung sekian banyak larangan
untuk bekerja. Termasuk di dalamnya larangan untuk menyembuhkan orang sakit.
Walaupun pada saat itu, orang sangat membutuhkan pertolongan, namun tentu tidak
bisa dilayani karena berbenturan dengan larangan untuk berkerja. Tetapi tidak
bagi Yesus ketika masuk ke dalam rumah ibadat untuk mengajar. Pada saat melihat
ada seseorang yang mati sebelah tangannya, Yesus berani menghampiri orang itu
dan menyembuhkan sakitnya. Perbuatan Yesus ini tentu berseberangan dengan
aturan yang berlaku pada hari Sabat. Tetapi Yesus tidak peduli. Yesus ingin
menekankan bahwa keselamatan manusia itu jauh lebih penting dari segala aturan
dan hukum yang berlaku dalam hidup manusia.
Pilihan Yesus sudah tepat. Ia membuka cakrawala
berpikir bagi seluruh umat yang hadir dengan aksi heroik-Nya. Tentu saja, bukan
pesona aksi mukjizat yang harus dilihat, namun pesan nilai yang ada di balik
peristiwa fenomenal tersebut. Yesus tidak ingin manusia tunduk pada seperangkat
aturan yang membelenggu hidupnya. Yesus ingin manusia merdeka dari segala
aturan yang tidak manusiawi. Merdeka bukan berarti bebas sebebas-bebasnya dan
tidak lagi mengikuti aturan agama. Merdeka yang dimaksudkan adalah merdeka
dalam cara pandang yang baru. Bahwa aturan dan hukum agama tidak lagi menjadi
tujuan utama yang mengikat dan membelenggu. Aturan dan hukum agama harus
memberi ruang bagi manusia untuk bisa mewujudkan perbuatan kasih bagi
sesamanya. Aturan dan hukum menjadi sarana yang baik agar manusia dapat saling
berbagi, saling peduli dan membawa kebaikan satu dengan yang lain.
Dalam banyak realitas hidup, seringkali kita
terjebak pada aturan dan hukum sehingga membatasi kita untuk
mengimplementasikan nilai kasih kepada orang lain. Salah satu peristiwa hidup
yang telah saya kemukakan di atas bisa menjadi contoh konkrit yang
menggambarkan secara jelas bahwa aturan atau hukum adat seringkali menjadi hal
yang diprioritaskan dibandingkan dengan keselamatan manusia. Orang lebih
mementingkan ritual dan materi adat yang terkandung sehingga menyelepelekan
hidup manusia. Ritual dan materi adat memang tidak bisa dipisahkan dalam hukum
adat. Namun, tidak seharusnya menjadikannya sebagai komponen yang utama. Karena
ia hanya akan bernilai manakala keselamatan hidup manusia diletakkan pada level
yang paling atas.
Saya kira, tidak hanya dalam soal hukum atau aturan
adat yang acapkali membelenggu hidup manusia. Ada banyak aturan dan hukum di
dunia ini yang masih mendegradasi martabat manusia sebagaia makhluk ciptaan
Tuhan yang paling luhur. Kadangkali, orang masih mendewakan pelbagai aturan dan
hukum yang berlaku sehingga seringkali mengangkangi nilai-nilai luhur yang
terpatri dalam hidup manusia. Orang kadang bersikap ego dan arogan karena
merasa dilindungi oleh hukum dan aturan tertentu. Ia menjadi tidak peduli bagi
sesamanya. Hati nuraninya menjadi mati oleh karena menghidupi aturan dan hukum
tertentu secara kaku dan formal.
Hari ini, Yesus membuka cakrawala berpikir kita
secara baru. Bahwa bukan aturan dan hukum yang menjadi prioritas dalam hidup.
Nilai dan keselamatan manusia harus mendapat tempat pertama dan terutama dalam
setiap karya dan pengabdian kita di tengah dunia. Kita memang hidup dalam
situasi tertentu yang dipenuhi dengan pelbagai aturan dan hukum. Namun
sejatinya, hukum dan peraturan itu tidak dapat membatasi ruang gerak kita. Ia
harus menjadi sarana terbaik baik kita untuk membawa kebaikan dan keselamatan
bagi banyak orang. Terutama bagi mereka yang sakit dan tersingkir dalam
hidupnya. Amin. ***AKD***
Tidak ada komentar:
Posting Komentar