Senin, 27 September 2021

Fokus Dalam Jalan Tuhan

Luk 9:1-6

Sewaktu melanjutkan pendidikan di sebuah sekolah tinggi di Jakarta (Periode tahun 2003-2007), ada seorang dosen yang menjadi idola banyak mahasiswa, termasuk saya. Ia seorang imam dari ordo fransiskan (OFM). Ia diidolakan bukan karena memiliki wajah dan penampilan yang menarik. Ada tiga alasan mengapa ia begitu familiar dan disukai di kalangan mahasiswa. Pertama, gaya komunikasinya yang menarik ketika membawakan materi di dalam kelas. Ia sangat pandai menggunakan ilustrasi-ilustrasi untuk menyederhanakan materi atau bahan kuliahnya yang tergolong berat. Selain itu, ia juga tidak pelit memberikan nilai. Minimal mendapat nilai B, jikalau mengikuti proses pembelajaran mata kuliahnya sampai tuntas. Kedua, gaya bicaranya sangat santun ketika berhadapan dengan mahasiswa di luar kelas. Hampir setiap mahasiswa dari berbagai tingkat, ia tahu namanya. Ketiga, pola hidupnya sangat sederhana. Model pakaiannya biasa-biasa saja. Tampak jadul karena tidak mengikuti arus zaman. Tidak jarang ia cukup memakai sandal ke kampus. Ia juga tidak memiliki mobil. Tentu sangat kontras dengan kebanyakan dosen lain yang datang ke kampus dengan mobil-mobil yang bagus.

 

Sepuluh tahun kemudian, rentang waktu dari tahun 2007 – 2017, saya membaca dari sebuah berita online bahwa beliau telah ditunjuk oleh otoritas tahta suci Roma menjadi uskup Pangkal Pinang pada tanggal 28 Juni 2017. Beliau adalah Mgr. Adrianus Sunarko, OFM, yang menggantikan uskup sebelumya, Mgr. Hilarius Moa Nurak, OFM. Dan pada tanggal, 23 September 2017 (Besok genap 14 tahun mengabdikan diri sebagai uskup), Romo Sunarko, resmi ditahbiskan menjadi uskup Pangkal Pinang yang baru. Saya tidak terkejut mendengar berita ini. Saya berkeyakinan bahwa beliau sangat pantas menyandang jabatan mulia tersebut. Bukan karena kepintaran intelektual atau kehebatan gaya komunikasinya. Yang paling utama karena beliau telah dan akan selalu menampilkan pribadi sebagai hamba Tuhan yang populis, sederhana dan rendah hati. Ia rela menanggalkan segala keterikatannya dengan dunia untuk mengabdi Tuhan dengan setia dan total.

 

Hari ini, melalui bacaan Injil (Luk 9:1-6), Yesus memanggil kedua belas murid dan mengutus mereka untuk pergi mewartakan Injil ke berbagai daerah. Yesus juga membekali mereka dengan kemampuan ilahi untuk mengusir setan-setan dan menyembuhkan penyakit-penyakit. Kemampuan teknis ini sangat urgen untuk meyakinkan orang-orang yang mendengar warta Allah melalui para murid. Jadi, dalam diri para rasul melekat dua kemampuan. Kemampuan komunikasi untuk menyampaikan sabda Allah dan kemampuan teknis untuk melakukan tindakan mukjizat.

 

Yang menarik dan menjadi titik fokus kita adalah pesan Yesus kepada para murid untuk tidak boleh membawa apa-apa dalam misi mulia itu. “Jangan membawa apa-apa dalam perjalanan, jangan membawa tongkat atau bekal, roti atau uang, atau dua helai baju” (Luk 9:3). Secara akal sehat, pesan Yesus ini tidak masuk akal. Bagaimana mungkin warta Kerajaan Allah dapat tuntas dan sukses dikerjakan oleh para murid tanpa faktor-faktor yang mendukungnya. Sepertinya, Yesus sengaja membiarkan para murid untuk hidup miskin dan penuh kesulitan di daerah misi. Mereka harus berjuang sendiri untuk tetap eksis. Di samping harus mengerjakan misi mulia untuk membawa sebanyak mungkin orang untuk percaya kepada Allah. Ini misson impossible (misi tidak masuk akal).

 

Namun tidak dinyatakan secara tekstual apabila para murid melakukan penolakan atau mengeluh soal syarat yang diajukan oleh Yesus. Mungkin dalam hati mereka juga bingung, mengeluh, dan protes. Kita hanya membaca dan mendengar kalau para murid pergi dan melakukan apa yang dikatakan oleh Yesus. Ini berarti, dalam situasi yang serba terbatas para murid tetap menyatakan kesiapannya untuk pergi mewartakan Injil. Yesus mengharapkan agar para murid tetap fokus pada tugas utamanya dan tidak memikirkan hal-hal lain yang bisa mengganggu dan membelokkan tujuan utama mereka. Di atas semua itu, Yesus menghendaki agar para murid hanya mengandalkan kekuatan Tuhan dalam berkarya. Mereka tidak boleh mengandalkan kekuatan diri mereka sendiri. Karena jika demikian, keterbatasan manusiawi akan mematahkan semangat juang dan mematikan benih sabda yang telah ditanam dalam diri mereka. Para murid sepenuhnya harus bergantung pada kekuatan yang telah diberikan oleh Tuhan Yesus. Dalam segala kekurangan, mereka akan mendapatkan kelebihan. Dan inilah yang terjadi. Walaupun mendapatkan banyak tantangan dan hambatan, para murid dapat menuntaskan warta keselamatan yang diberikan oleh Yesus. Berkat kehadiran mereka, banyak orang menjadi percaya dan disembuhkan dari berbagai penyakit.

 

Sebagai seorang murid Kristus di masa kini, kita juga menghadapi pelbagai tantangan yang acapkali menggoyahkan semangat untuk mewartakan Injil Kristus di tengah dunia. Tantangan yang paling besar sebenarnya datang dari dalam diri. Kita masih memiliki keterikatan yang kuat dengan hal-hal duniawi. Orientasi mencari kekayaan, jabatan, dan prestise diri kadang masih membelenggu sehingga menutup mata hati dan pikiran kita untuk berbagi kasih dan kebaikan untuk orang lain. Kita masih dituntun oleh sikap ego untuk lebih mementingkan diri sendiri dibandingkan dengan orang lain. Bahkan kepentingan umum juga diabaikan demi memuaskan kepentingan pribadi. Kita juga dikendalikan oleh arogansi pribadi yang menganggap sesama dan Tuhan tidak begitu penting dalam hidup. Kita lebih sibuk mengandalkan diri untuk mengejar aneka prioritas seperti kekayaan, kemewahan dan kenikmatan sehingga kita melupakan Tuhan dan sesama dalam hidup.

 

Tuhan Yesus telah menggugah kita semua pada hari ini untuk meninggalkan segala keterikatan duniawi agar kita lebih fokus berjalan dalam nama-Nya. Meninggalkan bukan berarti melepaskan diri secara total. Meninggalkan menunjuk pada pesan agar kita tidak menjadikan barang duniawi sebagai orientasi atau tujuan utama dalam hidup. Tentu saja kita boleh mencari, mengejar dan mendapatkan kekayaan, jabatan dan status hidup yang lebih baik. Semua itu kita lakukan tanpa melupakan aktualisasi diri sebagai seorang murid Kristus yang sejati. Kekayaan, jabatan, dan status hidup yang mentereng dapat menjadi sarana yang baik bagi kita untuk mewujudkan semangat kasih bersama orang lain.

 

Mari kita selalu mengandalkan kekuatan Tuhan dalam tugas dan pengabdian kita di tengah dunia. Kita dapat menggunakan segala potensi, kekuatan, kehebatan, dan keunggulan yang dimiliki untuk menjadi corong Tuhan dengan berbagi kebaikan di tengah dunia. Sehingga nama-Nya yang agung tetap harum dan abadi sepanjang segala zaman. Amin. ***AKD***

 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar