Senin, 12 April 2021

TUHAN TIDAK PERNAH TIDUR

 

Yoh 3:1-8

Kenangan masa paskah tahun ini (tahun 2021) terasa lain dari biasanya. Bahagia bercampur dukacita. Di saat kita bergembira ria menyambut pesta kebangkitan Tuhan, di moment yang sama ternyata ada sebagian saudara/i kita yang merayakannya dalam suasana duka mendalam. Paskah Tuhan seharusnya melahirkan kegembiraan, sukacita dan semangat baru. Namun itu tidak berlaku bagi sesama saudara/i kita yang terkena dampak banjir bandang dan longsor di beberapa wilayah di Kabupaten Flores Timur dan Lembata. Mereka harus menerima “hadiah” paskah yang terasa pahit dan begitu menyakitkan. Banyak dari mereka yang tidak hanya mengalami kerugian secara materiil yakni kehilangan rumah dan segala isinya, tetapi yang lebih fatal adalah mereka harus kehilangan anggota keluarga untuk selama-lamanya.

 

Yang menjadi pertanyaan polos kita adalah mengapa peristiwa tragis itu harus terjadi? Dan mengapa harus terjadi di malam paskah? Ini semacam sebuah teka-teki yang tidak akan terjawab secara memuaskan dengan kaca mata manusiawi kita. Bahkan dalam pandangan paling suci sekali pun, tidak akan memberi rasa kepuasan dan keadilan bagi kita, terutama bagi mereka yang mengalaminya secara langsung. Terasa begitu sakit dan sungguh pedih.

 

Ada gugatan khusus kepada Tuhan. Mengapa Tuhan, Engkau timpakan beban yang teramat berat sehingga tidak bisa kami pikul. Dosa teramat berat model apakah yang kami lakukan sehingga membuat Engkau begitu murka dan mendorong kami jatuh ke dalam jurang. Kami sudah datang ke bait kudus-Mu setiap hari, setiap minggu dan setiap hari raya. Dan di malam yang sangat spesial lagi kudus, yakni malam paskah, kami baru saja merayakan hari kebangkitan-Mu. Cuma sesaat saja Engkau membiarkan kami larut dalam kebahagiaan bersama para kekasih hati kami. Dan segera setelah itu berganti dengan ratap tangis dan kesedihan yang sungguh mencekam. Dengan kejam, Engkau merenggut mereka dari tangan kami. Dimanakah keadilan-Mu ya Tuhan. Apakah Engkau masih ada di atas sana. Apakah Engkau sudah mati. Ataukah pura-pura mati sehingga tidak bisa menyelamatkan kami semua dari bencana dasyat ini.

 

Sungguh sebuah elegi (ratapan duka) yang tidak terelakkan ketika kita harus mengalami dinamika kehidupan yang tidak bisa kita terima secara manusiawi. Tuhan pun bisa menjadi kambing hitam atau penyebab utama dari semua pengalaman gelap dan tidak mengenakkan. Tetapi apakah benar Tuhan menjadi sumber atau penyebab dari semua pengalaman gelap yang kita alami? Apakah Ia sejahat itu? Mungkin kita seperti si polos Nikodemus yang tidak paham tentang makna kehidupan yang disampaikan oleh Tuhan sendiri dalam firman-Nya. Karena kita memahaminya dari sisi manusiawi semata. Dan bukan dari cara pandang Tuhan.

 

Tuhan memiliki alam pikiran yang berbeda dengan manusia. Kita tidak bisa melihat dan memandang Tuhan dengan cara manusiawi yang terbatas. Kita tidak bisa menggiring Tuhan dalam pikiran kemudian menyetel-Nya seturut kemauan kita. Tidak semudah itu dan tidak dibenarkan demikian. Kita harus sungguh-sunguh merasa intim dengan-Nya agar bisa menembusi segala misteri yang terjadi di sekitar kita. Termasuk dalam peristiwa alam yang meluluhlantakan manusia dan segala isinya yang baru saja lewat di hadapan kita.

 

Seperti Yesus yang membuka cakrawala berpikir Nikodemus yang sempit, Tuhan juga sementara melatih dan menggembleng agar kita mampu melihat semua peristiwa atau kejadian yang tragis dengan tidak menggunakan takaran manusiawi. Segala peristiwa tragis yang terjadi adalah ungkapan simbolik yang hanya bisa dimengerti dalam kaca mata Tuhan. Tuhan mungkin saja tidak menghendaki peristiwa maut itu terjadi (apalagi terjadi di hari pestanya yang meriah) namun bisa juga Ia membiarkan kejadian itu lewat untuk menguji, mendidik, membimbing, dan memoles kita menjadi seorang pribadi yang tangguh dan matang dalam iman kepada-Nya.

 

Memang tidak cukup fair dan adil apabila kita mengatakan demikian. Terlihat tidak memuaskan dan tidak memberi rasa kenyamanan bagi nurani kita. Mengapa hanya sebagian dan bukan seluruhnya saja. Biar semua sama-sama merasakan. Sekali lagi, dapat kita simpulkan bahwa Tuhan bekerja dengan cara dan metodenya tersendiri. Tidak bisa diintervensi oleh siapa pun. Rahasia Tuhan tetaplah menjadi rahasia. Ia akan menjadi terbuka apabila manusia dapat masuk dalam kekuasaan dan penyelenggaraan ilahi-Nya. Dari situlah misi Tuhan akan berhasil untuk menjadikan setiap kita betul-betul teruji dan terbukti sebagai seorang murid yang sejati.

 

Nikodemus pada akhirnya menjadi murid Tuhan yang sejati karena mampu membaca dan menyelami setiap rahasia Tuhan dalam sabda-Nya. Ia semakin yakin dengan imannya kepada Tuhan dengan adanya peristiwa salib yang bukan membawa maut tetapi sebaliknya membawa kebangkitan dan kemenangan. Semoga kita mampu membaca dan menyelami setiap sabda Tuhan yang teraktualisasi dalam aneka pengalaman hidup yang kita alami. Terutama dalam pengalaman yang getir dan menyakitkan bahwa sebenarnya Tuhan tidak pernah tidur. Ia selalu ada bersama dengan kita untuk mensosialisasikan kedasyatakan kuasa-Nya. Serentak pula, Ia tetap melatih, mempromosikan hidup kita dan membiarkan kita terus berkembang dalam kemanusiaan dan iman kita kepada-Nya. Hidup kita semakin terangkat menjadi pribadi yang kuat, bijaksana dan matang dalam menyikapi setiap persoalan yang kita alami di dunia ini. Dan di atas semua itu, kita menjadi murid-Nya yang lebih setia dan militan. Amin. ***Atanasius KD Labaona***

Tidak ada komentar:

Posting Komentar