Yoh 3:1-8
Kenangan masa paskah tahun ini (tahun 2021) terasa lain dari biasanya.
Bahagia bercampur dukacita. Di saat kita bergembira ria menyambut pesta
kebangkitan Tuhan, di moment yang sama ternyata ada sebagian saudara/i kita
yang merayakannya dalam suasana duka mendalam. Paskah Tuhan seharusnya
melahirkan kegembiraan, sukacita dan semangat baru. Namun itu tidak berlaku
bagi sesama saudara/i kita yang terkena dampak banjir bandang dan longsor di
beberapa wilayah di Kabupaten Flores Timur dan Lembata. Mereka harus menerima
“hadiah” paskah yang terasa pahit dan begitu menyakitkan. Banyak dari mereka
yang tidak hanya mengalami kerugian secara materiil yakni kehilangan rumah dan
segala isinya, tetapi yang lebih fatal adalah mereka harus kehilangan anggota
keluarga untuk selama-lamanya.
Yang menjadi pertanyaan polos kita adalah mengapa peristiwa tragis itu
harus terjadi? Dan mengapa harus terjadi di malam paskah? Ini semacam sebuah
teka-teki yang tidak akan terjawab secara memuaskan dengan kaca mata manusiawi
kita. Bahkan dalam pandangan paling suci sekali pun, tidak akan memberi rasa
kepuasan dan keadilan bagi kita, terutama bagi mereka yang mengalaminya secara
langsung. Terasa begitu sakit dan sungguh pedih.
Ada gugatan khusus kepada Tuhan. Mengapa Tuhan, Engkau timpakan beban yang
teramat berat sehingga tidak bisa kami pikul. Dosa teramat berat model apakah
yang kami lakukan sehingga membuat Engkau begitu murka dan mendorong kami jatuh
ke dalam jurang. Kami sudah datang ke bait kudus-Mu setiap hari, setiap minggu
dan setiap hari raya. Dan di malam yang sangat spesial lagi kudus, yakni malam
paskah, kami baru saja merayakan hari kebangkitan-Mu. Cuma sesaat saja Engkau
membiarkan kami larut dalam kebahagiaan bersama para kekasih hati kami. Dan
segera setelah itu berganti dengan ratap tangis dan kesedihan yang sungguh
mencekam. Dengan kejam, Engkau merenggut mereka dari tangan kami. Dimanakah
keadilan-Mu ya Tuhan. Apakah Engkau masih ada di atas sana. Apakah Engkau sudah
mati. Ataukah pura-pura mati sehingga tidak bisa menyelamatkan kami semua dari
bencana dasyat ini.
Sungguh sebuah elegi (ratapan duka) yang tidak terelakkan ketika kita harus
mengalami dinamika kehidupan yang tidak bisa kita terima secara manusiawi.
Tuhan pun bisa menjadi kambing hitam atau penyebab utama dari semua pengalaman
gelap dan tidak mengenakkan. Tetapi apakah benar Tuhan menjadi sumber atau
penyebab dari semua pengalaman gelap yang kita alami? Apakah Ia sejahat itu?
Mungkin kita seperti si polos Nikodemus yang tidak paham tentang makna
kehidupan yang disampaikan oleh Tuhan sendiri dalam firman-Nya. Karena kita
memahaminya dari sisi manusiawi semata. Dan bukan dari cara pandang Tuhan.
Tuhan memiliki alam pikiran yang berbeda dengan manusia. Kita tidak bisa
melihat dan memandang Tuhan dengan cara manusiawi yang terbatas. Kita tidak
bisa menggiring Tuhan dalam pikiran kemudian menyetel-Nya seturut kemauan kita.
Tidak semudah itu dan tidak dibenarkan demikian. Kita harus sungguh-sunguh
merasa intim dengan-Nya agar bisa menembusi segala misteri yang terjadi di
sekitar kita. Termasuk dalam peristiwa alam yang meluluhlantakan manusia dan
segala isinya yang baru saja lewat di hadapan kita.
Seperti Yesus yang membuka cakrawala berpikir Nikodemus yang sempit, Tuhan juga
sementara melatih dan menggembleng agar kita mampu melihat semua peristiwa atau
kejadian yang tragis dengan tidak menggunakan takaran manusiawi. Segala
peristiwa tragis yang terjadi adalah ungkapan simbolik yang hanya bisa
dimengerti dalam kaca mata Tuhan. Tuhan mungkin saja tidak menghendaki
peristiwa maut itu terjadi (apalagi terjadi di hari pestanya yang meriah) namun
bisa juga Ia membiarkan kejadian itu lewat untuk menguji, mendidik, membimbing,
dan memoles kita menjadi seorang pribadi yang tangguh dan matang dalam iman
kepada-Nya.
Memang tidak cukup fair dan adil
apabila kita mengatakan demikian. Terlihat tidak memuaskan dan tidak memberi
rasa kenyamanan bagi nurani kita. Mengapa hanya sebagian dan bukan seluruhnya
saja. Biar semua sama-sama merasakan. Sekali lagi, dapat kita simpulkan bahwa
Tuhan bekerja dengan cara dan metodenya tersendiri. Tidak bisa diintervensi
oleh siapa pun. Rahasia Tuhan tetaplah menjadi rahasia. Ia akan menjadi terbuka
apabila manusia dapat masuk dalam kekuasaan dan penyelenggaraan ilahi-Nya. Dari
situlah misi Tuhan akan berhasil untuk menjadikan setiap kita betul-betul
teruji dan terbukti sebagai seorang murid yang sejati.
Nikodemus pada akhirnya menjadi murid Tuhan yang sejati karena mampu
membaca dan menyelami setiap rahasia Tuhan dalam sabda-Nya. Ia semakin yakin
dengan imannya kepada Tuhan dengan adanya peristiwa salib yang bukan membawa
maut tetapi sebaliknya membawa kebangkitan dan kemenangan. Semoga kita mampu
membaca dan menyelami setiap sabda Tuhan yang teraktualisasi dalam aneka
pengalaman hidup yang kita alami. Terutama dalam pengalaman yang getir dan
menyakitkan bahwa sebenarnya Tuhan tidak pernah tidur. Ia selalu ada bersama
dengan kita untuk mensosialisasikan kedasyatakan kuasa-Nya. Serentak pula, Ia
tetap melatih, mempromosikan hidup kita dan membiarkan kita terus berkembang
dalam kemanusiaan dan iman kita kepada-Nya. Hidup kita semakin terangkat
menjadi pribadi yang kuat, bijaksana dan matang dalam menyikapi setiap
persoalan yang kita alami di dunia ini. Dan di atas semua itu, kita menjadi
murid-Nya yang lebih setia dan militan. Amin. ***Atanasius KD Labaona***
Tidak ada komentar:
Posting Komentar