Yoh 12:1-11
Semua orang tentu ingin hidup dalam suasana penuh cinta, rasa persaudaraan
dan kekeluargaan yang kokoh. Di dalamnya, orang saling berbagi, saling
melayani, saling membutuhkan, dan saling melengkapi. Tidak hanya tergambar
dalam suasana sukacita dan penuh kegembiraan. Melainkan terutama dalam situasi
penuh kesulitan, penderitaan dan dukacita, rasa cinta dan persaudaraan
diperlukan untuk saling menguatkan dan meneguhkan satu di antara yang lain.
Rasa penuh cinta, persaudaraan dan kekeluargaan sungguh dikisahkan dalam
teks Injil pada hari ini (Yoh 12:1-11). Yesus datang ke Betania untuk kembali
menemui orang-orang yang dicintai-Nya. Mereka adalah tiga bersaudara; Maria,
Marta dan Lazarus. Pertemuan cinta antara Yesus dan tiga bersaudara ini,
ternyata bukan baru kali ini saja. Setidaknya ada tiga pertemuan yang terjadi
di antara mereka menurut catatan kitab suci. Pertama, moment Marta melayani
Yesus, sedangkan Maria duduk di kaki-Nya untuk mendengarkan sabda. Kedua,
moment Yesus membangkitkan Lazarus dari kematian. Dan ketiga, moment pada saat
ini, di mana Yesus kembali datang untuk mengadakan perjamuan bersama mereka.
Tiga peristiwa unik menandaskan bahwa Yesus sangat mencintai ketiga orang
itu (Marta, Maria, dan Lazarus). Begitu pun sebalikinya, mereka juga sangat
mencintai Yesus. Walaupun di antara Yesus dan mereka tidak ada hubungan darah,
tetapi semangat cinta sebagai sesama manusia telah mempersatukan mereka sebagai
satu saudara dan satu keluarga. Dipisahkan oleh jarak dan rutinitas
sehari-hari, ternyata tidak menyurutkan niat mereka untuk kembali bersatu,
sekedar untuk duduk bercerita, saling berbagi kisah kehidupan, dan mengadakan
acara perjamuan.
Dalam pertemuan penuh cinta hari ini, dijelaskan peran masing-masing dari
mereka. Yesus duduk makan ditemani oleh Lazarus. Sementara Marta yang bertugas
melayani mereka. Sedangkan Maria mengambil minyak narwastu, yang wangi dan
mahal harganya, kemudian menaruhnya pada kaki Yesus dan menyekanya dengan
rambutnya. Lazarus telah memainkan perannya sebagai seorang sahabat yang baik
dengan duduk menemani Yesus. Tidak hanya duduk saja tetapi ia juga setia
mendengarkan apa yang dikatakan oleh Yesus. Pengalaman kebangkitan yang
dialaminya, tentu membuat ia semakin percaya dan mau mendengarkan setiap hal
yang dikatakan oleh Yesus.
Marta adalah seorang perempuan pekerja yang tidak bisa diam di tempat. Pada
pertemuan pertama dengan Yesus, ia juga yang sibuk di dapur untuk melayani
Yesus. Sementara saudarinya Marta hanya duduk saja menemani Yesus. Pelayanannya
yang total dan tulus ditunjukkannya lagi pada pertemuan yang ketiga kali ini.
Ia selalu sigap dan gesit di dapur mempersiapkan makanan dan minuman untuk
Yesus dan para murid-Nya. Maria adalah tipikal perempuan yang berbeda dengan
saudarinya Marta. Ia lebih halus, manja dan kurang peduli dengan pekerjaan di
dapur. Mungkin karena ia terlahir sebagai anak bungsu sehingga memiliki
karakter seperti anak bungsu pada umumnya.
Yang patut diapresiasi adalah tindakannya meminyaki kaki Yesus dengan
minyak wangi yang mahal. Yudas Iskariot, salah seorang murid, melihat dari sisi
ekonomi semata bahwa tindakan Maria adalah sebuah tindakan pemborosan. Namun Yesus tidak merasa bahwa
Maria melakukan perbuatan yang konyol. Malahan Yesus membiarkan Maria terus
melakukan hal demikian. “Biarkanlah dia melakukna hal ini mengingat hari
penguburan-Ku” (Yoh 12:7). Secara implisit Yesus telah meramalkan kematian-Nya,
namun kubur-Nya akan harum mewangi dengan minyak wangi yang dibawa oleh Maria.
Perbuatan Maria yang meminyaki kaki Yesus adalah sebuah tindakan mulia yang
tidak bisa diukur dengan harta seberapa banyak pun itu. Begitu pun juga dengan
sikap yang ditunjukkan oleh Marta dan Lazarus. Sikap mendengarkan dan melayani
dengan tulus adalah bagian dari perbuatan mulia yang dilandasi oleh sikap cinta,
rasa persaudaraan dan kekeluargaan yang kokoh. Tanpa nilai-nilai itu, dapat
dipastikan bahwa ketiga orang itu (Marta, Maria, dan Lazarus) tidak akan
menerima dan melayani Yesus di rumah mereka. Hanya dengan semangat cinta yang
mendorong mereka melakukan segala perbuatan yang mulia.
Dewasa ini, semangat kasih, persaudaraan dan kekeluargaan mulai terkikis
oleh arus zaman. Dalam keluarga inti, antara suami, istri dan anak-anak tidak
jarang kita menyaksikan tontonan yang menyayat hati. Suami sekaligus seorang
bapak, dengan mudahnya bisa melakukan kekerasan fisik dan verbal terhadap istri
dan anak-anaknya. Lebih parah lagi, walaupun ia memiliki kemampuan dan potensi,
tetapi ia tidak mau menafkahi mereka secara lahir dan batin. Seorang istri juga
kadangkala tidak menghargai dan menaruh rasa hormat terhadap suaminya. Ia lebih
sibuk dengan HP (smartphone) sebagai
tempat curhat. HP bisa menjadi sarana untuk mengungkap pelbagai aib dalam
keluarga sendiri. Herannya, banyak ibu atau perempuan yang merasa puas dan lega
kalau sudah membeberkan segala persoalan pribadi dan keluarga di media sosial.
Anak-anak yang terlahir pada masa kini juga ternyata tidak tertata dengan
baik sikap etika dan moralitasnya. Mereka kurang atau tidak mau mengikuti
arahan, bimbingan atau nasihat dari orang tua. Bahkan mereka menunjukkan sikap
resistensi atau perlawanan ketika keinginan atau gejolak muda mereka tidak
terpenuhi. Di tempat kerja lain lagi. Sikap iri hati, dengki, dendam, dan
angkuh seolah-olah menjadi menu harian kita. Realitas ini tentu membuat
semangat cinta, persaudaraan dan kasih kehilangan maknanya. Orang-orang lebih
mementingkan ego sehingga menimbulkan gesekan dan konflik yang berkepanjangan.
Tidak ada semangat kerendahan hati untuk saling meminta maaf dan memberi ampun.
Dalam hal ini, kita telah menjadi manusia yang mati sebelum meninggal. Manusia
yang dengan tahu dan mau mematikan semangat cinta dalam hidupnya.
Yesus bersama ketiga sahabat setia-Nya, Marta, Maria dan Lazarus telah
membumbui kehidupan mereka dengan rasa cinta, persaudaraan sejati dan
kekeluargaan yang solid. Di dalam relasi yang sejati itu ada semangat pelayanan
yang total dan tulus. Dalam relasi itu ada semangat perjuangan dan pengorbanan
untuk saling melengkapi tanpa sikap irihati, dendam dan dengki. Yang ada
hanyalah sikap rendah hati untuk saling menghormati, saling menghargai, dan
saling mendukung sehingga dapat tercipta rasa cinta, persaudaraan dan
kekeluargaan.
Marilah kita senantiasa merawat nilai cinta, persaudaraan, dan kekeluargaan
di rumah, di lingkungan, di tempat kerja, dan di mana saja kita berada agar
kita dapat menyambut paskah Tuhan, yang tinggal beberapa saat lagi, dengan hati
layak dan pantas. Amin. ***Atanasius KD Labaona***
Tidak ada komentar:
Posting Komentar