Mrk 4:1-20
Suatu hari, ada anak seorang lelaki
miskin, penjual asongan dari pintu ke pintu, tidak memiliki uang untuk membeli
makanan dan minuman. Dia sangat lelah dan lapar. Akhirnya dia memutuskan untuk
meminta makanan di rumah berikutnya. Akan tetapi, anak tersebut kehilangan
keberanian. Pada saat yang hampir bersamaan, seorang wanita muda membuka pintu
rumah. Anak itu tidak jadi meminta makanan. Dia hanya berani meminta segelas
air. Wanita muda tersebut melihat dan berpikir bahwa anak laki-laki itu pasti
lapar. Oleh karena itu dia membawakan segelas susu. Dan anak lelaki tersebut
meminumnya dengan perlahan. Kemudian dia bertanya: “Berapa aku harus membayar
untuk segelas susu ini?” Wanita itu menjawab: “Kamu tidak perlu bayar apa pun.
Agama saya mengajarkan untuk jangan menerima bayaran untuk sebuah kebaikan”.
Kemudian anak laki-laki itu menghabiskan susunya. Ia berkata: “Terima kasih
atas kebaikan ibu. Semoga Allah membalas kebaikan yang tulus ini dengan
berlipat ganda”. “Sama-sama. Kita saling mendoakan. Kamu juga harus jadi orang
sukses”, wanita itu menimpali.
Sekian tahun berlalu ternyata wanita
baik tersebut mengalami sakit jantung yang serius. Para dokter ahli di kotanya
sudah tidak sanggup menangani penyakitnya. Akhirnya, wanita itu dirujuk ke
Jakarta untuk bisa ditangani oleh dokter ahli spesialis jantung yang lebih
berpengalaman. Singkat cerita, sang dokter ahli spesialis jantung dipanggil
untuk melakukan pemeriksaan. Ketika membaca profil wanita yang menjadi
pasiennya, sontak dokter itu sedikit kaget. Rupanya wanita itu sekampung
dengannya. Terbersit dalam pikirannya, bayangan seorang wanita mulia yang
pernah menolongnya. Segera beliau bangkit dan bergegas turun melalui hall rumah
sakit menuju kamar rawat wanita itu.Dengan berpakaian jubah kedokteran, dia menemui
wanita itu. Akhirnya, sang dokter pun langsung mengenali wanita itu dengan
sekali pandang. Sejak hari itu, dia selalu memberikan perhatian khusus untuk
wanita tersebut. Setelah melalui proses perjuangan yang panjang, akhirnya
penyakit wanita itu dapat diatasi. Wanita itu pun dinyatakan sembuh dari
penyakitnya.
Kemudian, sang dokter ahli meminta
bagian administrasi rumah sakit agar mengirimkan seluruh tagihan biaya
pengobatan wanita itu kepadanya. Dokter melihat biaya tagihan dan menulis
sesuatu pada pojok di atas lembaran tagihan tersebut. Lalu dia mengirimkannya
ke kamar pasien wanita itu. Saat menerima resep tagihan, sang wanita sangat
gelisah. Ia kuatir tidak bisa membayar biaya yang tercantum di dalamnya, sekali
pun harus dicicil seumur hidup. Namun dia memberanikan diri untuk membuka
tagihan itu. Ternyata pada pojok atas lembar tagihan itu ada tertera tulisan
“Telah Dibayar Lunas Dengan Segelas Susu. Tertanda Dokter Spesialis Jantung”.
Air mata kebahagiaan menbanjiri mata wanita itu. Anda tahu siapa dokter
spesialis jantung itu? Dia adalah anak penjual asongan yang pernah diberi
segelas susu oleh sang wanita.
Bacaan Injil hari ini (Luk 10:1-9)
membentangkan kisah penunjukkan 70 murid oleh Yesus. Mereka akan disebarkan ke
daerah-daerah misi untuk mewartakan Sabda Tuhan. Hal yang menjadi perhatian
adalah sebelum pergi untuk menjalani misi perutusan, mereka diberi semacam
pembekalan atau penguatan khusus. Yesus mewanti-wanti para murid tentang
situasi atau keadaan daerah misi.Yesus menggambarkan kehadiran mereka di daerah
misi ibarat domba-domba yang dikirim ke tengah-tengah serigala. Para murid
rupanya sementara ditantang oleh Yesus bahwa misi yang akan mereka jalani ini
sangat berbahaya. Nyawa menjadi taruhan. Mereka harus siap dimangsa oleh
serigala yang sedang siap menanti. Ada banyak tantangan, kesulitan, dan
hambatan yang akan menerpa diri mereka. Mereka siap dihina, dicemooh, dikejar,
dianiaya, dan dibunuh.
Para murid juga diingatkan oleh Yesus
untuk tidak membawa pundi-pundi, bekal, atau kasut, dan jangan memberi salam
kepada siapa pun selama dalam perjalanan. Ini yang aneh dan tidak masuk akal
menurut kita. Sebenarnya, Yesus sedang menekankan pentingnya nilai kesehajaan
atau kesederhanaan hidup. Para murid harus membebaskan diri dari keterikatan dengan
hal-hal yang bersifat materi. Sehingga apa yang menjadi fokus dari misi mereka
tetap terjaga. Mereka tidak boleh diganggu atau disibukkan dengan hal-hal
materi yang pada gilirannya dapat menghilangkan konsentrasi akan tujuan
perjalanan. Memang di satu sisi materi itu penting dalam kehidupan, namun tidak
menjadi fokus dan lokus bagi seseorang yang mau mengikuti Yesus. Berkenaan
dengan arahan untuk tidak memberi salam kepada siapa pun selama dalam
perjalanan, kita semua tentu berkeberatan. Masa, saya tidak boleh menegur atau
sekedar bercengkerama dengan orang yang saya temui. Bagaimana kalau nanti saya
tersesat. Pasti saya membutuhkan orang-orang yang saya temui untuk bertanya
kepada mereka. Saya kira, kita tidak boleh menafsir secara lurus apa yang dikatakan
oleh Yesus dalam firman-Nya. Butuh kedalaman jiwa untuk menganalisa subtansi
utama yang dimaksud oleh Yesus. Esensi menegur atau menyapa orang dalam
perjalanan sebenarnya tidak hilang. Para murid tentu boleh bertegur sapa dengan
siapa saja dalam perjalanan. Asalkan tidak mengganggu atau bahkan membelokkan
misi utama yang menjadi tujuan. Bisa saja dalam percakapan, para murid
dipengaruhi oleh orang lain untuk tidak boleh pergi bermisi. Apalagi kalau isi
pengaruhnya ditambahkan juga dengan tawaran materi. Hal-hal sepele inilah yang
diantisipasi oleh Yesus supaya para murid tidak terjebak dan terkubur di
dalamnya.
Dari hal-hal yang digambarkan di atas,
menjadi nyata kepada kita bahwa sebenarnya ada dua jenis tantangan yang
seharusnya kita waspadai sebagai seorang murid Yesus. Pertama, tantangan yang
datang dari luar diri. Misalnya kita mendapat bully, hinaan, ancaman, siksaan,
atau bahkan nyawa menjadi taruhan ketika hendak memperjuangkan sebuah kebenaran
atau kebaikan. Kedua, tantangan yang datang dari dalam diri sendiri. Ini lebih
kepada soal integritas atau bagaimana menjaga ketahanan diri dari pelbagai
situasi, godaan atau tawaran yang memberi kenyamanan dan kenikmatan. Saya
berkeyakinan bahwa tantangan dari dalam diri ini, memiliki daya kejut yang lebih
besar. Banyak dari kita yang acapkali terseret oleh arusnya. Dan banyak orang
Katolik seringkali menggadaikan agama dan ajaran imannya demi memiliki
kenyamanan, kekayaan, dan kenikmatan dalam hidupnya. Banyak umat Katolik tidak
kuat menolak atau menerima dengan sukacita ketika diberi uang, barang, jabatan,
kuasa, dan prestise diri. Imbasnya, mereka harus rela menanggalkan spirit
kebenaran dan kebaikan yang mestinya diperjuangan dan terus dikobarkan dalam
hidup.
Tuhan Yesus telah memberi pengajaran
yang sangat bernilai pada hari ini. Kita senantiasa diingatkan oleh Yesus bahwa
mengikuti Diri-Nya itu tidak gampang. Ada banyak tantangan, hambatan, dan
kesulitan hidup yang harus kita lewati. Jatuh itu pengalaman yang biasa. Yang
menjadi luar biasa adalah ketika kita bangkit untuk mulai memperbaiki diri dan
menjadi lebih baik dan benar. Kita tidak perlu takut mewartakan kebaikan dan
kebenaran dalam hidup. Karena kita selalu yakin, kebaikan dan kebenaran itu
selalu membimbing dan menguatkan iman kita kepada Dia, Sang Tuhan, Pemberi
kehidupan umat manusia. Amin. ***AKD***