Minggu, 12 Desember 2021

Mengandalkan Kuasa Tuhan

Mat 21:23-27

 

Kata kuasa menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia berarti kemampuan atau kesanggupan untuk berbuat sesuatu. Kata kuasa juga menunjuk pada wewenang atas sesuatu. Atau untuk menentukan sesuatu. Arti lain dari kata kuasa menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia berarti pengaruh yang ada pada seseorang karena jabatannya atau martabatnya. Dan kuasa juga menerangkan orang yang diberi wewenang. Menurut catatan refleksi dari Ziarah Batin (Senin/16/12/2013), kata kuasa disamakan dengan otoritas. Otoritas berasal dari bahasa Latin auctoritas yang berarti kuasa. Kuasa berasal dari kata augere yang bermakna menambah atau membuat lebih besar.

 

Kata kuasa atau otoritas sejatinya memiliki makna yang positif. Ia bukanlah sebentuk hak istimewa yang dimiliki seseorang untuk melakukan hal apa saja atau bahkan menghalalkan segala cara demi mencari keuntungan dan memuaskan kepentingan pribadi dan kelompok. Kuasa atau wewenang sebenarnya adalah sebuah instrumen atau sarana bagi seseorang yang memilikinya untuk membawa kebaikan bagi orang lain. Seseorang dapat menggunakan kuasa yang dipunyai untuk mewartakan kebaikan. Kuasa sebagai instrumen untuk menumbuhkan, memajukan, dan memberdayakan kepentingan orang lain. Termasuk juga di dalamnya kepentingan yang melingkupi diri orang yang memiliki kuasa. Tentu saja kepentingan yang dimaksud di sini adalah kepentingan yang membawa kebaikan dan kesejahteraan bagi banyak orang.

 

Kuasa, wewenang atau otoritas yang melekat dalam diri seseorang dalam praksisnya tidak selalu berada di jalur yang aman. Sekalipun kuasa yang dimiliki selalu diarahkan demi tujuan yang baik atau sesuai dengan asas pemanfaatan yang diharapkan oleh semua pihak. Tetap saja, ada saja orang atau pihak tertentu yang merasa terganggu dan tidak nyaman. Ketidaknyamanan yang terjadi bisa saja dilatari oleh faktor ketidaksukaan, iri hati, merasa tersaingi, dan kemapanan kepentingan pribadi yang mulai goyah.Orang mulai merasa terancam dengan posisi, jabatan, dan status yang disandangnya akibat kuasa, wewenang atau otoritas tertentu yang berseberangan dengan kepentingan dirinya.

 

Sebagai contoh kita temukan dalam teks bacaan Injil hari ini. Para elit agama zaman Yesus yang terdiri dari imam-imam kepala dan tua-tua bangsa Yahudi merasa tidak nyaman dan terancam dengan kehadiran Yesus. Apalagi tidak saja dengan kata-kata, tetapi dengan tindakan-Nya yang fenomenal, Yesus berhasil menarik simpati dan perhatian dari public untuk mengikuti dan percaya kepada-Nya. Para pemimpin agama melihat dengan terang benderang segala hal luar biasa yang dilakukan oleh Yesus. Mereka tidak saja takut kehilangan simpati publik, Namun takut kehilangan kuasa atau otoritas yang dimiliki sebagai pemimpin agama yang disegani dan dihormati. Efek lebih lanjut, pasti segala kebutuhan, keinginan, dan kenikmatan yang selama ini diperoleh akan lenyap. Karena mereka merasa akan dan segera ditinggalkan oleh para loyalis dan umat pada umumnya.

 

Berangkat dari ketakutan, kecemasan, dan ketidaknyaman ini, mereka memberanikan diri untuk mempertanyakan kuasa yang digunakan oleh Yesus. “Dengan kuasa manakah Engkau melakukan hal-hal itu? Dan siapakah yang memberi kuasa itu kepada-Mu?” (Mat 21:23). Ini esensi pertanyaan yang provokatif sekaligus menjebak. Para pemimpin agama berusaha mencari celah dengan memainkan emosi Yesus sehingga mereka dapat menemukan kesalahan-Nya. Tetapi Yesus sedikit pun tidak terpancing. Malahan Ia balik menyerang mereka dengan mengajukan pertanyaan. “Dari manakah baptisan Yohanes? Dari sorga atau dari manusia?” (Mat 21:25). Yesus berjanji akan memberi jawaban tentang kuasa yang dimilik-Nya namun sesudah mereka memberi jawab tentang jenis kuasa yang dimiliki oleh Yohanes. Mereka terkejut dan tidak menyangka akan mendapat pertanyaan yang mematikan dari Yesus.

 

Para pemimpin agama berada di persimpangan jalan pikiran yang buntu. Mau maju ketemu tebing. Mau mundur masuk jurang. Jikalau mereka mengatakan kuasa Yohanes dari Allah, dengan sendirinya mereka mengakui kebodohan dan ketidakpercayaan mereka dengan tidak mau menerima Yohanes. Jika mereka mengatakan dari manusia, mereka takut akan amukan rakyat yang mengganggap Yohanes sebagai nabi yang diutus Allah. Pertanyaan Yesus menjadi sebuah serangan balik yang meyakinkan mereka tidak bisa berbuat apa-apa di hadapan Yesus. Dan kali ini, Yesus berhasil membuktikan kehebatan-Nya dengan memenangkan momen perdebatan melawan elit agama.

 

Namun intisari atau pokok dari teks bacaan Injil hari ini tentu tidak demikian. Hal yang ingin digarisbawahi adalah soal kuasa, wewenang, atau otoritas ilahi yang dimiliki oleh Yesus. Seandainya Yesus tidak memiliki kuasa ilahi, pasti Ia tidak akan bisa melakukan segala mukjizat lewat kata-kata dan perbuatan. Hanya dengan kuasa ilahilah, yang memungkinkan Yesus untuk membawa kebaikan dan keselamatan melalui kata-kata dan perbuatan-Nya yang ajaib. Yesus berani melawan arus kencang dan sistem yang mapan saat itu, karena Ia memiliki kuasa Allah untuk memperbaiki pelbagai kuasa duniawi yang telah menyimpang. Yesus ingin semua orang dari segala lapisan masyarakat yang berbeda - dari masyarakat kelas bawah sampai kelas atas - menjadi terbuka matanya melihat kuasa ilahi yang ada dalam diri-Nya. Namun hanya segelintir orang yang mampu menangkap pancaran kuasa ilahi itu.

 

Kita juga, seperti kebanyakan orang, termasuk bersama para pemimpin agama zaman Yesus, yang seringkali tidak atau kurang mengakui kuasa, wewenang, atau otoritas ilahi dari Yesus dalam setiap dinamika yang mewarnai hidup. Kita lebih banyak percaya untuk lebih mengandalkan kuasa, wewenang, atau otoritas pribadi. Kita merasa diri lebih hebat dan mengklaim mampu menyelesaikan segala persoalan hidup tanpa intervensi Tuhan. Bisa juga kita mengandalkan kuasa lain selain kuasa ilahi dari Tuhan. Kita bisa saja mengandalkan kekuatan paranormal dan lebih percaya dengan dukun atau orang pintar untuk menyelesaikan problem atau kesukaran hidup yang dialami. Kita tidak yakin dengan kuasa ilahi Yesus karena tidak sungguh mendekatkan diri kepada-Nya. Kita tidak percaya dengan kehadiran Yesus dalam setiap perjuangan dan pergulatan hidup yang kita alami. Kita tidak mau berserah diri kepada Tuhan, karena kita meragukan dan bahkan tidak percaya dengan otoritas ilahi yang dimiliki-Nya.

 

Hari ini Tuhan datang menyapa agar kita segera kembali kepada track yang benar. Hanya kuasa ilahi Tuhanlah yang mampu membawa kebaikan dan keselamatan hidup yang kekal; baik di dunia maupun akhirat. Jenis kuasa yang lain mungkin saja bisa membawa kebaikan dan keselamatan. Namun kebaikan dan keselamatan itu tidak bersifat abadi. Akan ada waktunya kekuatan itu akan pudar dan hilang bersama berlalunya waktu. Kuasa ilahi Tuhan tidak mengenal waktu dan ruang. Ia menembus dua dimensi itu dalam hidup manusia. Semoga kita semakin berbenah diri untuk senantiasa mengandalkan kuasa ilahi Tuhan dalam seluruh pengalaman, perjuangan, pergulatan, kesulitan, dan keterpurukan hidup. Bersama Santa Lusia dari Sisilia (Italia) yang pestanya kita rayakan pada hari ini, mari kita semakin mendekatkan diri kepada Tuhan dalam masa Adven ini, agar kuasa ilahi-Nya semakin terang menuntun jalan hidup kita. Selamat memasuki masa Adven pekan ketiga. Tuhan memberkati. ***AKD***


Tidak ada komentar:

Posting Komentar