Luk 13:10-17
Pengalaman perjumpaan tentu membawa makna atau
pesan tertentu bagi orang-orang yang mengalami perjumpaan. Biasanya orang
menghendaki agar perjumpaan itu harus membawa sebuah kebaikan, kegembiraan, dan
kebahagiaan. Dan sebaliknya orang akan menolak atau sulit menerima apabila
mengalami perjumpaan yang membawa ketidakbaikan, kesedihan, dan dukacita.
Perjumpaan dengan sahabat lama, anggota keluarga yang berada di tempat yang
jauh, rekan kerja, atau pun orang yang baru saja dikenal, selalu berada dalam
dua kutub pengalaman. Pengalaman yang membawa pesan dan kesan positif. Serta
pengalaman yang mengakomodir pesan dan kesan yang negatif atau tidak membawa
keberuntungan.
Pengalaman perjumpaan yang dialami oleh seorang
perempuan- yang telah delapan belas tahun dirasuki oleh roh jahat- adalah
pengalaman yang membawa kebaikan, kegembiraan, dan kebahagiaan. Betapa tidak,
selama delapan belas tahun, ia begitu tersiksa menahan sakit sehingga
menyebabkan punggungnya menjadi bungkuk. Dan ia tidak bisa berdiri dengan
tegak. Mungkin juga selama delapan belas tahun, si perempuan pesakit menjadi
korban bully, hinaan, dan cercaan. Bahkan mungkin juga ia mendapat penolakan
dan dikucilkan dari lingkup pergaulan sosialnya.
Namun semuanya menjadi sirna tatkala ia berhadapan
muka dengan Yesus. Sebuah perjumpaan yang membawa keselamatan dan kegembiraan.
Karena penyakit yang telah dideritanya selama delapan belas tahun menjadi
lenyap atau hilang. Perempuan itu menjadi sembuh total dan dapat berjalan
dengan normal. Dapat dibayangkan apabila ia tidak bertemu dengan Yesus, tentu
ia akan terus bergulat dengan penyakitnya sepanjang napas hidupnya.
Ada beberapa point penting yang bisa kita petik
dari bacaan Injil (Luk 13:10-17). Pertama, sikap compassion atau belaskasihan yang ditunjukkan oleh Yesus. Ketika ia
melihat si perempuan pesakit, timbul rasa keprihatinan atau rasa iba. Rasa
prihatin inilah yang mendorong Yesus untuk menunjukkan perhatian-Nya kepada si
perempuan. Bentuk nyata dari perhatian itu adalah melepaskan si perempuan dari
kungkungan iblis sehingga penyakitnya menjadi hilang. Kedua, tindakan Yesus
yang melampaui hukum sabat. Kata sabat sendiri dalam bahasa Ibrani adalah
Shabbat yang berarti istirahat atau berhenti bekerja. Sabat adalah hari
istirahat setiap Sabtu dalam agama Yahudi. Hari Sabat dirayakan dari saat
sebelum matahari terbenam pada hari Jumat hingga tibanya malam pada hari Sabtu.
Isi hukum hari Sabat berisi pelbagai kewajiban dan larangan yang harus ditaati
oleh setiap umat. Isi larangan itu, jauh lebih banyak dari kewajiban; yakni
berisi 39 larangan. Termasuk di dalamnya larangan untuk menyembuhkan orang
sakit. Karena kegiatan menyembuhkan merupakan bagian dari kerja yang harus
dihindari.
Terhadap aturan hari Sabat yang kaku dan kelihatan
tidak manusiawi ini, Yesus memberi sindiran bahwa hidup manusia itu lebih
penting dari aturan itu sendiri. Yesus
berkata: “Hai orang-orang munafik, bukankah setiap orang di antaramu melepaskan
lembunya atau keledainya pada hari Sabat dari kandangnya dan membawanya ke
tempat minuman?” (Luk13:15). Dengan kata-kata demikian, Yesus ingin menegaskan
bahwa binatang saja membutuhkan air untuk hidup. Apalagi si perempuan yang
sudah menderita sakit selama delapan belas tahun. Ia berhak mendapatkan
keselamatan karena kasih Allah. Dan tidak seharusnya ia semakin dibelenggu oleh
aturan atau hukum yang membawa ketidakselamatan dalam dirinya. Kasih Allah jauh
melampaui segala jenis hukum yang dibuat oleh manusia. Termasuk hukum yang
tertulis dalam kitab suci. Karena spirit dari hukum itu bukanlah demi
seperangkat hukum tetapi demi memenuhi spirit kasih Allah yang membawa kebaikan
dan keselamatan bagi manusia.
Banyak orang di sekitar kita yang mungkin saja
sementara mengalami rasa sakit, kesulitan, hambatan, pergulatan, atau juga
keterpurukan dalam hidup. Yesus memberi pencerahan agar kita mampu memiliki
sikap keprihatianan, rasa iba atau rasa empati. Dari sikap dasar inilah yang
mendorong kita untuk bisa menunjukkan kepedulian dengan tindakan-tindakan
konkrit. Mungkin tindakan kita tidak seberapa besar nilainya. Namun apa pun
yang kita lakukan bisa membawa kekuatan, peneguhan, dan penghiburan bagi mereka
yang kita layani. Perjumpaan kita bersama orang lain hendaknya menjadi
perjumpaan yang membawa kebaikan dan kegembiraan. Oleh karena itu, kita harus
keluar dari zona nyaman yang membentengi kita dengan semacam seperangkat aturan
pribadi yang membelenggu. Misalnya rasa gengsi, jaga imej, tidak mau berjuang,
tidak mau bersusah payah atau berkorban, dan mau menjadi pribadi penikmat saja.
Mari kita mulai berbenah diri dan mulai terjun dalam pengalaman perjumpaan bersama
orang lain untuk membawa kebaikan dan keselamatan karena, “Sesungguhnya segala
sesuatu yang kamu lakukan untuk salah seorang dari saudara-Ku yang paling hina
ini, kamu telah melakukannya untuk Aku” (Mat 25:40). Amin. ***AKD***
Tidak ada komentar:
Posting Komentar