Rabu, 14 Juli 2021

Tentang Setia Di Rumah dan 6M

Mat 10:34-11:1

 

Baiklah kita menyimak sebuah pesan bijak dari Paus Fransiskus tentang bagaimana orang-orang harus tinggal di rumah dalam masa pandemi Covid-19. Sang paus berkata: “Saya tidak menganggap bahwa situasi yang mengharuskan kita tinggal di rumah bersama orang-orang yang kita kasihi dapat disebut isolasi. Isolasi adalah hal yang dialami oleh orang-orang yang benar-benar sakit. Hentikanlah berkata bahwa anda bosan, kesal, karena kalian tidak bisa meninggalkan rumah. Sementara orang-orang di rumah sakit ingin pulang ke rumah mereka. Jadi, berterimakasihlah kepada Tuhan kalau anda harus tinggal di rumah, karena setelah semua yang terjadi, dengan atau tanpa uang, dengan atau tanpa pekerjaan. Anda berada di tempat terbaik dimana anda bisa berada, di rumah, dikelilingi oleh orang-orang yang mencintaimu. Mungkin ini adalah waktunya untuk mengubah rumahmu menjadi tempat yang indah untuk ditinggali, sebuah tempat kedamaian dan kehangatan. Rawatlah dirimu. Jadikanlah rumahmu, keluargamu, tempat yang penuh kasih”.

 

Menurut para ahli kesehatan, faktor utama yang memicu peningkatan jumlah kasus Covid-19 adalah ketidaktaatan orang pada protokol kesehatan yang telah ditetapkan. Protokol kesehatan yang dimaksud tersebut dikenal dengan 5M. Memakai masker, mencuci tangan, menjaga jarak, menjauhi kerumunan, dan membatasi mobilitas atau pergerakan di luar rumah. Kalau semua orang taat dengan aturan tersebut, dapat dipastikan bahwa badai pandemi Covid-19 akan segera terminimalisir atau hilang dari negara dan wilayah kita.

 

Namun realitas yang terjadi adalah sebaliknya. Orang-orang menjalani kehidupannya tidak sesuai dengan aturan dan harapan dari semua pemangku kepentingan. Berbagai himbauan baik lisan atau pun tulisan memang didengar dan dibaca oleh manusia. Tetapi masih jauh panggang dari api di tingkat implementasinya. Masih banyak orang yang melanggar baik secara sadar atau tidak. Ada beberapa alasan mengapa protokol kesehatan ini menjadi hal yang sulit untuk dilaksanakan. Pertama, kita belum terbiasa dengan cara atau pola hidup yang baru. Kedua, mentalitas kita yang apatis dan lebih mementingkan ego pribadi atau kelompok. Ketiga, ciri budaya atau tradisi kita adalah keterbukaan. Tidak ekslusif. Kita lebih suka berkumpul bersama-sama orang lain. Tidak hanya dalam suatu urusan yang penting, bahkan dalam urusan yang remeh temeh sekali pun, tradisi berkumpul telah menjadi bagian yang sudah mendarah daging dan susah untuk dihilangkan. Keempat, kita gampang merasa bosan dan putus asa dengan problem hidup yang terus mendera. Terutama deraan badai Covid-19 yang terus terjadi dan kita tidak pernah tahu sampai kapan akan berakhir.

 

Faktor-faktor ini yang menjadi batu sandungan, mengapa badai Covid-19 seakan menjadi sahabat sejati yang tidak pernah diharapkan kehadirannya oleh manusia. Manusia boleh saja tidak menghendaki kehadirannya, namun perbuatan manusia sendiri secara tidak langsung membuka “kran” kehadirannya di tengah dunia. Dengan tidak menaati prokes yang sudah digariskan, kita terus menciptakan kondisi yang nyaman bagi Covid-19 untuk tetap bersarang dalam kehidupan. Banyak yang sakit, banyak yang telah meninggal karena badai virus ini. Kita pun mungkin tidak luput dari terpaan badai ini. Berungtung kita masih diberi kehidupan dan keselamatan. Tetapi, banyak dari sesama, keluarga, sahabat, dan kenalan yang terpaksa harus pergi meninggalkan kita karena serangan virus ini. Seharusnya fakta memilukan ini menjadi refleksi yang kuat dalam perjalanan hidup bagi kita yang masih diberi kesempatan untuk hidup. 

 

Kata-kata dari Paus Fransiskus sungguh mengugah sekaligus menggugat nurani kita. Sudah saatnya kita menjadikan rumah kita sendiri sebagai tempat yang paling nyaman dan indah dalam kehidupan. Dengan berada di rumah, kita tidak hanya memenuhi unsur prokes dan memotong laju kembang Covid-19. Dengan setia berada di rumah, kita pun akan menggali dan menemukan banyak nilai kehidupan yang terkandung di dalamnya. Ada nilai persaudaraan, kasih, dan semangat pelayanan yang tercipta dan terpatri di sana. Badai Covid-19, memberi ruang yang dalam dan luas bagi kita untuk semakin menguatkan kesehatan fisik, mental, sosial, dan spiritual jika kita tetap setia berada di rumah. Kita dilatih untuk mengurangi interaksi atau mobilitas di luar rumah yang rentan dengan tertularnya Covid-19. Kita dididik untuk bersikap sabar dan tidak mudah putus asa dalam menghadapi problem dan akibat lanjut yang ditimbulkan dari badai Covid-19. Kita dilatih untuk mengembangkan semangat cinta, kasih dan perhatian dalam komunitas sosial terkecil yakni keluarga. Dan tidak lupa, kita turut meningkatkan semangat iman karena kita memiliki banyak waktu untuk membangun relasi personal dengan-Nya.

 

Kata-kata Yesus: “Barangsiapa tidak memikul salibnya dan mengikut Aku, ia tidak layak bagi-Ku” (Mat 10:38), menjadi kata-kata sakti agar kita perlu menambah satu unsur prokes lagi dalam 5M untuk memerangi badai Covid-19 di tengah dunia. Jadi dari 5M akan bertambah menjadi 6M. Huruf M keenam yang dimaksud adalah mendekatkan diri dengan Tuhan. Setia berada di rumah, semakin memacu kita untuk setia juga membangun relasi personal dengan Tuhan. Kita mendekatkan diri dengan Tuhan agar Ia dapat menunjukkan intervensinya menghilangkan badai Covid-19 dan hidup kita pun menjadi aman dan selamat. Menaati prokes adalah bagian tak terpisahkan dari hidup iman kita kepada Tuhan. Kita perlu menyalibkan kebiasaan, kegemaran, kesukaan, kesenangan, dan kenikmatan dalam hidup demi sebuah garansi kehidupan yang dapat membawa kebaikan dan keselamatan bagi diri sendiri dan orang lain. Mari kita setia berada di rumah dan tidak lupa menerapkan 6M dalam kehidupan kita. Amin. ***AKD***

Tidak ada komentar:

Posting Komentar