Mat 13:1-9
Melihat fenomena para artis dan
figur publik yang terseret dalam sebuah masalah, memiliki atensi tersendiri.
Karena pertama, eksistensi para artis atau figur publik sudah menjadi pusat
perhatian banyak orang. Mereka disukai, disenangi, dicintai dan diidolakan
dalam hidup. Kedua, publik sudah terlanjur memberi level tinggi tentang status
dan jati diri mereka. Oleh karena itu, kehadiran mereka di muka publik
diharapkan tidak sekedar menjadi orang yang biasa-biasa saja, apalagi menjadi
orang di bawah level itu. Pasti sangat tidak diharapkan oleh masyarakat umum.
Para artis dan figur publik semacam sudah diberi pola sempurna untuk menjadi
model hidup yang baik bagi banyak orang. Mereka diharapkan menjadi teladan dari
sikap dan karekter pribadi yang ditampilkan. Maka ketika mereka terjerat dalam
kasus tertentu, seperti narkoba yang terjadi belakangan ini, tentu menjadi
keprihatinan bagi publik yang menyaksikan.
Menarik menyimak postingan sebuah
akun di media facebook yang melitanikan kehidupan seorang artis atau figur
publik dalam nada satir atau sindiran. Dia menulis begini: “Mereka (para artis dan figur publik) mengaku stress padahal duitnya
banyak. Asetnya dimana-mana, rumahnya mewah, gede pula. Fasilitas lengkap, mau
renang tinggal nyebur. Melek mata makanan sudah siap di atas meja. Mobil mewah
digarasi, berjejer tinggal pilih. Tidak kepanasan, ada AC 24 jam nonstop.
Pingin mandi air hangat ada water heater alias pemanas air. Pingin beli apa
saja bisa. Pembantu ada, koki ada, security ada. TV setiap kamar dan ruangan,
saluran internasional lagi. Internet sepuasnya. Mau belanja tinggal gesek dan
pencet. Jika kita pikir kurang apa??? Tidak ada alasan bagi mereka untuk tidak
bahagia. Namun buktinya mereka masih merasa stress. Inilah pelajaran bagi kita
semua bahwa memiliki segala kemewahan dan gemerlap dunia tidak menjamin seseorang
bahagia. Karena kebahagiaan sejati hanya bisa dicapai apabila hidup dekat
dengan Allah”.
Saya kira, tidak hanya para figur
publik. Manusia dari berbagai segmen dan latar kehidupan, memiliki potensi dan
kecenderungan yang sama untuk jatuh dalam kasus atau masalah tertentu. Satu
potret kehidupan ironis para artis yang digambarkan di atas, mau memberi pesan
bahwa hidup glamour dan bergelimang harta duniawi menjadi salah satu dari
sekian tantangan yang bisa menjauhkan seseorang dari hakikat dirinya sebagai
makhluk ciptaan Tuhan. Harta atau materi duniawi memang penting untuk menunjang
kehidupan seseorang. Akan tetapi, memprioritaskan hidup pada materi atau harta
tentu tidak bisa dibenarkan. Pasti ada banyak nilai atau keutamaan dalam
kehidupan yang dikorbankan. Yang lebih utama, manusia tidak memiliki kedekatan
dengan Tuhan. Manusia tidak merasa penting untuk membangun komunikasi atau
hubungan dengan pencipta-Nya. Tuhan tidak menjadi tujuan utama, karena sudah
digantikan oleh tujuan lain yang lebih memberi kepuasan dan kenikmatan duniawi.
Implikasi logis yang muncul, manusia akan melakukan tindakan atau perbuatan
yang berlawanan dengan kehendak Allah.
Dalam perumpamaan tentang seorang
penabur, Yesus mempresentasikan sekian tantangan atau hambatan yang membuat
hidup manusia jauh dari Allah. Tantangan atau hambatan itu diibaratkan oleh
Yesus dengan benih yang jatuh di tiga zona yang berbeda. Pertama, benih yang
jatuh di pinggir jalan, lalu datanglah burung dan memakannya sampai habis.
Kedua, benih yang jatuh di tanah yang berbatu-batu, yang tidak banyak tanahnya.
Benih itu sempat tumbuh, tetapi sesudah matahari terbit, ia menjadi layu dan
mati karena tidak memiliki akar yang kokoh. Ketiga, benih yang jatuh di tengah
semak duri. Kemudian makin besarlah semak dan menghimpit benih itu sampai mati.
Benih itu sebenarnya sabda Allah yang sementara ditaburkan kepada umat manusia.
Dan penaburnya adalah Allah sendiri. Sabda Allah yang ditanam memang sudah
masuk dalam diri manusia. Namun, ada tantangan-tantangan yang menghalangi
pertumbuhan dan perkembangan sabda Allah dalam diri manusia.
Pertama, tantangan materialisme.
Orang lebih mengutamakan hidupnya untuk mencari dan menumpuk materi atau barang
duniawi. Kedua, tantangan hedonisme. Orang lebih suka atau senang hidup dalam
kesenangan dan kenikmatan. Ketiga, tantangan konsumerisme. Budaya konsumtif
atau menghabiskan segala sesuatu yang dimiliki demi memuaskan kesenangan dan
kenikmatan diri. Keempat, tantangan rasionalisme. Orang sangat gampang
menggunakan akal atau rasionya untuk mempertanyakan eksistensi Tuhan.
Buntutnya, timbul sikap pesimis dan skeptis tentang keberadaan dan intervensi
Allah dalam hidup manusia. Tantangan-tantangan ini secara tersirat dikemukakan
oleh Yesus di hadapan banyak orang yang mengerumuni diri-Nya. Banyak orang yang
terpesona dan antusias kepada diri-Nya. Tetapi itu tidak bertahan lama.
Dinamika hidup dengan aneka pikiran dan tawaran yang menggiurkan perlahan namun
pasti membuyarkan sabda Allah dalam diri manusia.
Tetapi Yesus tidak berkecil hati.
Karena ada sebagian orang yang sungguh-sungguh percaya dan mengikuti sabda
Allah. Sikap batin yang mereka miliki ibarat tanah yang subur. Tanah subur
adalah tanah yang baik sebagai media tumbuhkembang benih. Benih itu akan tumbuh
dan berkembang menghasilkan buah yang banyak. Orang-orang yang mendengarkan
sabda Allah, sungguh menghayati dan meresapi sabda Allah itu di dalam hatinya.
Mereka mau memperbaiki diri dan memiliki komitmen yang kuat untuk terus
mengarahkan hidupnya pada kehendak Allah. Seiring dengan itu, tentu tidak
sedikit tantangan yang datang untuk mempengaruhi mereka meninggalkan jalan
Tuhan. Berkat keteguhan dan kegigihan iman kepada Tuhan, mereka dapat bertahan.
Bahkan, mereka juga menjadi alat Tuhan untuk pergi menaburkan benih sabda Allah
kepada sesamanya yang lain.
Hari ini Yesus memberi pengajaran
agar kita dapat menjadi tanah yang baik dan penabur yang handal dalam
menumbuhkembangkan warta kasih Allah di tengah dunia. Tidak gampang memang
menjadi murid Yesus di zaman ini. Kita dihadapkan dengan aneka tantangan yang
bisa menggoyahkan dan menghancurkan iman kita kepada-Nya. Kuncinya adalah kita
tetap membangun hubungan yang akrab dalam doa-doa dan percakapan rohani kita
dengan Tuhan. Hanya dengan demikian, kita akan dikuatkan dan diteguhkan untuk
bertahan dalam iman kepada-Nya. Kita juga dapat menjadi saluran berkat bagi
orang lain dengan memberi kesaksian yang baik dalam hidup, tugas, dan karya
kita. Semoga. ***AKD***
Tidak ada komentar:
Posting Komentar