Minggu, 20 Juni 2021

Menghindari Perbuatan Gosip

 

Mat 7:1-5

 

Hari ini kita merayakan pesta St. Aloysius Gonzaga. Aloysius Gonzaga adalah seorang santo pelindung pemuda Katolik. Ia dilahirkan pada tanggal 9 Maret 1568 di Lombardia, Italia. Ia merupakan anak sulung dari keluarga pangeran Castiglione.  Ketika berumur enam belas tahun, ia memutuskan untuk masuk biara Serikat Jesus (SJ). Ayahnya tidak sepakat karena berkeinginan anaknya menjadi seorang tentara. Tinggal dalam biara, pangeran muda Aloysius wajib melakukan pekerjaan berat dan kasar. Ia juga melayani di dapur dan mencuci piring-piring yang kotor. Dan ia tidak pernah mengeluh. Filosofi hidupnya sangat mulia: “Aku ini sepotong besi yang bengkok. Aku datang kepada agama agar dijadikan lurus oleh palu penyangkalan diri dan laku tobat.”

 

Pada awal tahun1591, terjadi wabah penyakit pes dan kelaparan di Italia. Aloysius mengumpulkan dana dengan mengemis di kota Roma. Dana itu disumbangkannya bagi daerah-daerah yang terdampak wabah penyakit. Aloysius bekerja secara langsung merawat orang-orang sakit, mengangkut orang-orang yang hampir mati di jalan raya, membawanya ke rumah sakit, memandikan mereka, memberi makan dan mempersiapkan mereka untuk menerima sakramen-sakramen. Sebagai manusia biasa, Aloysius sempat mengalami pergumulan dalam batin karena begitu berat situasi yang dia alami.  Namun, ia tetap merasa kuat untuk tetap melakukan pertolongan kepada orang-orang sementara membutuhkan bantuannya. Ia melayani orang-orang yang sakit hingga pada akhirnya penyakit pes itu menyerang tubuhnya juga. Santo Aloysius Gonzaga wafat dalam usia yang sangat belia yakni 23 tahun. Ia dinyatakan kudus oleh Paus Benediktus XIII pada tahun 1726.

 

Hari ini Yesus memberi pengajaran mengenai suatu pokok yang sangat praktis, sederhana dan mencerahkan. Jangan menghakimi. Atau bahasa sehari-hari yang biasa kita dengar, jangan membuat gossip. Jangan menciptakan cerita-cerita yang negatif dan tidak benar tentang orang lain. Gosip ternyata sudah berumur sangat tua. Ia (gossip) tidak hanya terjadi masa kini saja. Sejak zaman Yesus, atau mungkin sebelum itu, gossip sudah terjadi dan dihidupi oleh manusia, dari generasi ke generasi. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, gossip berarti obrolan tentang orang lain; cerita negatif tentang seseorang. Esensi gossip ini begitu menarik sehingga merangsang sedemikian banyak orang untuk bergaul dan larut di dalamnya. Yesus tentu saja tidak asal mengeluarkan kecamannya: “Jangan kamu menghakimi, supaya kamu tidak dihakimi” (Mat 7:1). Yesus tahu dan paham dengan situasi yang berkembang di kalangan umat Israel. Kebiasaan membuat gossip membuat Yesus gerah, tidak merasa nyaman, dan tidak menyukainya.

Yesus mengkritik keras orang-orang yang suka membuat gossip. Bahwa mereka yang melakukan hal demikian sebenarnya tidak bersih juga di dalam dirinya. Dengan bahasa alegoris Yesus berkata: “Mengapa engkau melihat selumbar di mata saudaramu, sedangkan balok di dalam matamu tidak engkau ketahui?” (Mat 7:3). Yesus mengkorfirmasi bahwa mereka juga memiliki kesalahan, kekurangan, kelemahan, dan dosa. Namun, mereka tidak membicarakannya. Mereka sibuk mencari-cari kesalahan dan hal-hal negatif yang ada pada orang lain. Mereka menganggap diri lebih bersih dari orang lain. Mereka lupa bahwa ternyata di dalam diri mereka ada borok dan ngengat yang mungkin saja lebih kotor dan bau.

 

Hal menarik yang disampaikan Yesus adalah tentang hukum karma. Ukuran yang dipakai oleh para penggosip, akan dipakai juga oleh orang lain untuk melakukan hal yang sama kepada mereka. Semacam ada balas dendam. Gossip melahirkan gossip.  Yesus sudah mengantisipasi hal buruk yang akan terjadi. Meter yang sama akan dikenakan juga bagi mereka. Ini sebagai akibat atau hukuman bagi orang-orang yang suka menghakimi atau membuat gossip. Walaupun tidak secara eksplisit dijelaskan, tetapi dengan perbuatan gossip, pasti akan menimbulkan hal-hal buruk di kemudian hari. Situasi hidup menjadi tidak aman dan akan terjadi konflik. Ini yang mengancam rasa persatuan dan persaudaraan di antara masyarakat. Oleh karena itu, Yesus melarang dengan keras supaya orang-orang jangan suka menghakimi atau membuat gossip tentang sesamanya.

 

Perbuatan gossip tetap abadi hingga dengan situasi kita sekarang ini. Di tempat dan waktu kapan saja, kita bisa menyaksikan ada orang yang suka melakukan gossip. Apalagi ketika gosipnya ditanggapi dengan antusias, diberi bumbu lebih enak, pasti akan terus semakin enak rasa gosipnya. Di tempat kerja misalnya, ada rekan kerja yang memiliki hobi membuat gossip. Setiap hari ada saja materi gossip yang disiapkan dan dibedah bersama orang-orang yang mempunyai kecenderungan yang sama. Biasanya motif melakukan gossip itu karena merasa tidak nyaman dengan orang lain. Bisa juga timbul rasa iri hati karena orang lain memiliki sesuatu yang lebih. Susah melihat orang senang dan senang melihat orang susah. Perbuatan gossip itu tidak memiliki nilai positif. Hanya ada nilai mudarat atau tidak membawa keuntungan di dalamnya. Perbuatan gossip mengancam sendi-sendi kehidupan seperti rasa kebersamaan, persaudaraan, keutuhan dan kekeluargaan.

 

Hendaknya kita semakin menyadari diri bahwa sebagai manusia biasa, kita juga mempunyai pelbagai kelemahan, kekurangan, dan dosa. Dengan kesadaran ini, kita tidak tergoda untuk melakukan penghakiman dengan menceritakan hal-hal buruk atau tidak benar tentang sesama manusia. Justru dengan menyadari kehidupan yang semakin kompleks dewasa ini, kita semakin termotivasi untuk menciptakan kebaikan dan nilai-nilai positif lainnya, minimal di tempat atau lingkungan kita berada. Mari kita  hindari sikap gossip, dengan semakin merekatkan rasa kebersamaan, keutuhan dan persaudaraan. Sehingga dengan demikian, wajah Tuhan yang kita imani, tetap diwartakan sepanjang segala masa. Amin. ***AKD***

Tidak ada komentar:

Posting Komentar