Mat 7:1-5
Hari ini kita merayakan pesta St. Aloysius Gonzaga.
Aloysius Gonzaga adalah seorang santo pelindung pemuda Katolik. Ia dilahirkan
pada tanggal 9 Maret 1568 di Lombardia, Italia. Ia merupakan anak sulung dari
keluarga pangeran Castiglione. Ketika
berumur enam belas tahun, ia memutuskan untuk masuk biara Serikat Jesus (SJ).
Ayahnya tidak sepakat karena berkeinginan anaknya menjadi seorang tentara.
Tinggal dalam biara, pangeran muda Aloysius wajib melakukan pekerjaan berat dan
kasar. Ia juga melayani di dapur dan mencuci piring-piring yang kotor. Dan ia
tidak pernah mengeluh. Filosofi hidupnya sangat mulia: “Aku ini sepotong besi
yang bengkok. Aku datang kepada agama agar dijadikan lurus oleh palu
penyangkalan diri dan laku tobat.”
Pada awal tahun1591, terjadi wabah penyakit pes dan
kelaparan di Italia. Aloysius mengumpulkan dana dengan mengemis di kota Roma.
Dana itu disumbangkannya bagi daerah-daerah yang terdampak wabah penyakit.
Aloysius bekerja secara langsung merawat orang-orang sakit, mengangkut
orang-orang yang hampir mati di jalan raya, membawanya ke rumah sakit,
memandikan mereka, memberi makan dan mempersiapkan mereka untuk menerima
sakramen-sakramen. Sebagai manusia biasa, Aloysius sempat mengalami pergumulan
dalam batin karena begitu berat situasi yang dia alami. Namun, ia tetap merasa kuat untuk tetap
melakukan pertolongan kepada orang-orang sementara membutuhkan bantuannya. Ia
melayani orang-orang yang sakit hingga pada akhirnya penyakit pes itu menyerang
tubuhnya juga. Santo Aloysius Gonzaga wafat dalam usia yang sangat belia yakni
23 tahun. Ia dinyatakan kudus oleh Paus Benediktus XIII pada tahun 1726.
Hari ini Yesus memberi pengajaran mengenai suatu
pokok yang sangat praktis, sederhana dan mencerahkan. Jangan menghakimi. Atau
bahasa sehari-hari yang biasa kita dengar, jangan membuat gossip. Jangan
menciptakan cerita-cerita yang negatif dan tidak benar tentang orang lain.
Gosip ternyata sudah berumur sangat tua. Ia (gossip) tidak hanya terjadi masa
kini saja. Sejak zaman Yesus, atau mungkin sebelum itu, gossip sudah terjadi
dan dihidupi oleh manusia, dari generasi ke generasi. Menurut Kamus Besar
Bahasa Indonesia, gossip berarti obrolan tentang orang lain; cerita negatif
tentang seseorang. Esensi gossip ini begitu menarik sehingga merangsang
sedemikian banyak orang untuk bergaul dan larut di dalamnya. Yesus tentu saja
tidak asal mengeluarkan kecamannya: “Jangan kamu menghakimi, supaya kamu tidak
dihakimi” (Mat 7:1). Yesus tahu dan paham dengan situasi yang berkembang di
kalangan umat Israel. Kebiasaan membuat gossip membuat Yesus gerah, tidak
merasa nyaman, dan tidak menyukainya.
Yesus mengkritik keras orang-orang yang suka
membuat gossip. Bahwa mereka yang melakukan hal demikian sebenarnya tidak
bersih juga di dalam dirinya. Dengan bahasa alegoris Yesus berkata: “Mengapa
engkau melihat selumbar di mata saudaramu, sedangkan balok di dalam matamu
tidak engkau ketahui?” (Mat 7:3). Yesus mengkorfirmasi bahwa mereka juga
memiliki kesalahan, kekurangan, kelemahan, dan dosa. Namun, mereka tidak
membicarakannya. Mereka sibuk mencari-cari kesalahan dan hal-hal negatif yang
ada pada orang lain. Mereka menganggap diri lebih bersih dari orang lain.
Mereka lupa bahwa ternyata di dalam diri mereka ada borok dan ngengat yang
mungkin saja lebih kotor dan bau.
Hal menarik yang disampaikan Yesus adalah tentang
hukum karma. Ukuran yang dipakai oleh para penggosip, akan dipakai juga oleh
orang lain untuk melakukan hal yang sama kepada mereka. Semacam ada balas
dendam. Gossip melahirkan gossip. Yesus
sudah mengantisipasi hal buruk yang akan terjadi. Meter yang sama akan
dikenakan juga bagi mereka. Ini sebagai akibat atau hukuman bagi orang-orang
yang suka menghakimi atau membuat gossip. Walaupun tidak secara eksplisit
dijelaskan, tetapi dengan perbuatan gossip, pasti akan menimbulkan hal-hal
buruk di kemudian hari. Situasi hidup menjadi tidak aman dan akan terjadi
konflik. Ini yang mengancam rasa persatuan dan persaudaraan di antara
masyarakat. Oleh karena itu, Yesus melarang dengan keras supaya orang-orang
jangan suka menghakimi atau membuat gossip tentang sesamanya.
Perbuatan gossip tetap abadi hingga dengan situasi
kita sekarang ini. Di tempat dan waktu kapan saja, kita bisa menyaksikan ada
orang yang suka melakukan gossip. Apalagi ketika gosipnya ditanggapi dengan
antusias, diberi bumbu lebih enak, pasti akan terus semakin enak rasa gosipnya.
Di tempat kerja misalnya, ada rekan kerja yang memiliki hobi membuat gossip.
Setiap hari ada saja materi gossip yang disiapkan dan dibedah bersama
orang-orang yang mempunyai kecenderungan yang sama. Biasanya motif melakukan
gossip itu karena merasa tidak nyaman dengan orang lain. Bisa juga timbul rasa
iri hati karena orang lain memiliki sesuatu yang lebih. Susah melihat orang
senang dan senang melihat orang susah. Perbuatan gossip itu tidak memiliki
nilai positif. Hanya ada nilai mudarat atau tidak membawa keuntungan di
dalamnya. Perbuatan gossip mengancam sendi-sendi kehidupan seperti rasa
kebersamaan, persaudaraan, keutuhan dan kekeluargaan.
Hendaknya kita semakin menyadari diri bahwa sebagai
manusia biasa, kita juga mempunyai pelbagai kelemahan, kekurangan, dan dosa.
Dengan kesadaran ini, kita tidak tergoda untuk melakukan penghakiman dengan
menceritakan hal-hal buruk atau tidak benar tentang sesama manusia. Justru
dengan menyadari kehidupan yang semakin kompleks dewasa ini, kita semakin
termotivasi untuk menciptakan kebaikan dan nilai-nilai positif lainnya, minimal
di tempat atau lingkungan kita berada. Mari kita hindari sikap gossip, dengan semakin
merekatkan rasa kebersamaan, keutuhan dan persaudaraan. Sehingga dengan
demikian, wajah Tuhan yang kita imani, tetap diwartakan sepanjang segala masa.
Amin. ***AKD***
Tidak ada komentar:
Posting Komentar