Selasa, 29 Juni 2021

Beriman Secara Benar Dengan Akal Yang Terang

                                                          Mat 8:28-34

 

Badai pandemi Covid-19 ternyata belum beranjak dari hadapan kita. Sudah kurang lebih satu tahun tiga bulan, virus ini mengakrabi hidup kita, sejak pertama kali diumumkan oleh pemerintah Indonesia pada awal bulan Maret tahun 2020. Akhir-akhir ini, malahan kita semakin dibuat lebih cemas dan takut dengan adanya penemuan virus varian baru dari Covid- 19. Menurut para ahli kesehatan, virus hasil mutasi Covid-19, yang dikenal dengan virus Delta, lebih cepat menular dan berbahaya. Banyak dimensi kehidupan manusia mengalami gangguan, sebagai Imbas dari serangan virus ini. Tidak sedikit manusia yang menjadi korban. Banyak yang sakit dan banyak pula yang harus meninggal dunia. Bahkan, korban yang terpapar dan meninggal dunia terus mengalami peningkatan kasus yang signifikan. Dikutip dari laman Merdeka.com, berdasarkan data terakhir pada hari Selasa, 29 Juni 2021, kasus positif Covid-19 di Indonesia bertambah 20.467 menjadi 2.156.465 kasus. Pasien sembuh bertambah 9.645 menjadi 1.869.606 orang. Pasien meninggal bertambah 463 menjadi 58.024 orang. Kepincangan hidup bukan saja dari sisi kesehatan. Dalam dunia pendidikan, bidang sosial, bidang usaha mikro dan makro, bidang agama, semuanya mengalami disrupsi (gangguan).

 

Menurut saya, virus Covid-19 ini bukan sekedar wabah penyakit. Kalau diteropong dari sisi iman, ia bisa dikategorikan sejenis setan yang sementara menghantui dan menyerang manusia tanpa mengenal sekat wilayah, suku, agama, status, jabatan atau pun golongan. Transformasi setan dalam wujud virus ini mencoba menggiring manusia untuk semakin melupakan jati dirinya sebagai makhluk spiritual. Makhluk yang senantiasa berkiblat atau mengarahkan hidupnya pada kehendak Tuhan. Sungguh dasyat serangan virus ini sehingga membuat manusia harus melakukan banyak pembatasan dalam hidupnya. Termasuk dalam menjalankan ibadah dan interaksi sosial dengan sesamanya. Di bawah ancaman mautnya, manusia seakan dipaksa untuk bersikap ego dan apatis dengan realitas yang ada. Di beberapa tempat yang masuk zona merah, larangan kegiatan ibadah secara berjemaah mulai diaktifkan lagi. Kecuali ibadah secara pribadi di rumah masing-masing. Yang paling umum diberlakukan di semua tempat adalah larangan untuk bersalaman dengan sentuhan fisik, mobilitas ke suatu tempat dan berkumpul bersama-sama dengan sanak keluarga, para sahabat, kenalan dan handai tolan.

 

Setan covid-19 memang sungguh menantang iman kristiani kita. Bagi orang yang tidak memiliki iman yang tangguh, dapat dipastikan bahwa ia akan keluar dari jalur hidup sebagai orang Kristen. Ia tidak memiliki gairah untuk berdoa lagi, ia tidak memiliki rasa empati untuk menolong sesamanya, ia tidak memiliki keprihatinan dengan situasi sosial yang ada di sekelilingnya karena memiliki alasan yang logis dengan adanya pembatasan di masa pendemi ini. Hal yang tidak kalah krusialnya yakni orang mengabaikan himbauan kesehatan untuk mematuhi protokol kesehatan. Tidak menaati protokol kesehatan sama artinya orang tidak memiliki iman yang benar dan tangguh kepada Tuhan. Situasi miris seperti ini terjadi juga pada orang Gadara dalam bacaan Injil pada hari ini. Orang Gadara sejatinya termasuk dalam wilayah orang Yahudi. Namun karena kebiasaan mereka yang memelihara binatang babi, oleh sesamanya orang Yahudi di wilayah di luar Gadara, mereka tetap dicap sebagai orang kafir. Potensi sikap permisif (tidak mau tahu) dan apatis melekat dalam hidup dan pribadi mereka. Hal ini terbaca dari sikap mereka terhadap dua orang saudara yang mengalami kerasukan setan. Kelihatan mereka juga tidak merasa senang dan bersyukur terhadap saudara-saudara mereka yang telah bebas dari sakitnya. Mereka malahan mendesak Yesus supaya pergi meninggalkan daerah Gadara. Bisa saja mereka merasa kecewa dengan tindakan Yesus yang menyebabkan babi-babi peliharaan mereka menjadi mati.

 

Pada hakekatnya, orang Gerasa tidak memiliki ketangguhan iman yang kokoh sehingga mereka tidak meyakini kuasa ilahi yang ada dalam diri Yesus. Peristiwa penyembuhan dua orang Gerasa yang kerasukan setan mau menunjukkan bahwa Tuhan tidak pernah membiarkan manusia jatuh binasa. Dalam pengalaman paling sulit atau buruk sekali pun, ada kuasa Tuhan yang senantiasa hadir dan menolong. Namun, orang Gerasa tidak mampu menangkap kuasa ilahi karena hati mereka telah membatu. Mereka tidak memiliki iman karena mereka memang tidak percaya dan tidak mau membuka diri kepada Tuhan. Realitas ini yang jamak terjadi juga pada situasi kita sekarang di tengah masa pandemi Covid-19. Kuasa Tuhan sebenarnya sudah menyata tetapi orang-orang tidak mampu menangkap sinyal itu. Melalui himbauan untuk patuh pada protokol kesehatan, sebenarnya Tuhan sementara melebarkan tangan-Nya untuk menyadarkan dan menyelamatkan kita. Tuhan menghendaki agar kita beriman dengan akal yang terang. Bukan beriman secara buta. Berdoa merupakan salah satu cara namun bukan menjadi satu-satunya cara kita beriman secara benar. Beriman dengan akal maksudnya kita percaya pada kuasa Tuhan yang datang lewat perkembangan ilmu pengetahuan untuk membawa kebaikan dan keselamatan dalam hidup. Dan Mematuhi protokol kesehatan adalah satu cara kita beriman dengan akal yang terang.

 

Keberadaan setan Covid-19 dengan variannya sebenarnya sementara mendidik dan mendewasakan hidup iman kita. Ia tidak hadir sebagai halangan yang bisa mendegradasi iman, tetapi justru ia sementara menguatkan dan merekatkan kembali simpul-simpul hidup iman kita yang mulai longgar atau terlepas. Dalam terpaan badai yang belum kunjung usai ini, kita sementara mendapat pembelajaran penting untuk semakin mendekatkan diri kepada Tuhan melalui percakapan secara personal dengan diri-Nya. Kita juga dilatih untuk semakin peka terhadap mereka yang menjadi korban dari hantaman badai ini. Banyak dari mereka yang tidak saja sakit secara fisik, tetapi juga mengalami sakit secara mental dan sosial akibat kehilangan usaha dan pekerjaan. Kita juga dididik untuk lebih beriman secara benar dengan mematuhi protokol kesehatan yang telah ditetapkan. Tuhan menghendaki agar kita mampu membuka hati dan menangkap kuasa ilahi-Nya dalam segala realitas kehidupan yang kita hadapi. Mari kita beriman secara benar dengan akal yang terang. Amin. ***AKD***


Minggu, 20 Juni 2021

Menghindari Perbuatan Gosip

 

Mat 7:1-5

 

Hari ini kita merayakan pesta St. Aloysius Gonzaga. Aloysius Gonzaga adalah seorang santo pelindung pemuda Katolik. Ia dilahirkan pada tanggal 9 Maret 1568 di Lombardia, Italia. Ia merupakan anak sulung dari keluarga pangeran Castiglione.  Ketika berumur enam belas tahun, ia memutuskan untuk masuk biara Serikat Jesus (SJ). Ayahnya tidak sepakat karena berkeinginan anaknya menjadi seorang tentara. Tinggal dalam biara, pangeran muda Aloysius wajib melakukan pekerjaan berat dan kasar. Ia juga melayani di dapur dan mencuci piring-piring yang kotor. Dan ia tidak pernah mengeluh. Filosofi hidupnya sangat mulia: “Aku ini sepotong besi yang bengkok. Aku datang kepada agama agar dijadikan lurus oleh palu penyangkalan diri dan laku tobat.”

 

Pada awal tahun1591, terjadi wabah penyakit pes dan kelaparan di Italia. Aloysius mengumpulkan dana dengan mengemis di kota Roma. Dana itu disumbangkannya bagi daerah-daerah yang terdampak wabah penyakit. Aloysius bekerja secara langsung merawat orang-orang sakit, mengangkut orang-orang yang hampir mati di jalan raya, membawanya ke rumah sakit, memandikan mereka, memberi makan dan mempersiapkan mereka untuk menerima sakramen-sakramen. Sebagai manusia biasa, Aloysius sempat mengalami pergumulan dalam batin karena begitu berat situasi yang dia alami.  Namun, ia tetap merasa kuat untuk tetap melakukan pertolongan kepada orang-orang sementara membutuhkan bantuannya. Ia melayani orang-orang yang sakit hingga pada akhirnya penyakit pes itu menyerang tubuhnya juga. Santo Aloysius Gonzaga wafat dalam usia yang sangat belia yakni 23 tahun. Ia dinyatakan kudus oleh Paus Benediktus XIII pada tahun 1726.

 

Hari ini Yesus memberi pengajaran mengenai suatu pokok yang sangat praktis, sederhana dan mencerahkan. Jangan menghakimi. Atau bahasa sehari-hari yang biasa kita dengar, jangan membuat gossip. Jangan menciptakan cerita-cerita yang negatif dan tidak benar tentang orang lain. Gosip ternyata sudah berumur sangat tua. Ia (gossip) tidak hanya terjadi masa kini saja. Sejak zaman Yesus, atau mungkin sebelum itu, gossip sudah terjadi dan dihidupi oleh manusia, dari generasi ke generasi. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, gossip berarti obrolan tentang orang lain; cerita negatif tentang seseorang. Esensi gossip ini begitu menarik sehingga merangsang sedemikian banyak orang untuk bergaul dan larut di dalamnya. Yesus tentu saja tidak asal mengeluarkan kecamannya: “Jangan kamu menghakimi, supaya kamu tidak dihakimi” (Mat 7:1). Yesus tahu dan paham dengan situasi yang berkembang di kalangan umat Israel. Kebiasaan membuat gossip membuat Yesus gerah, tidak merasa nyaman, dan tidak menyukainya.

Yesus mengkritik keras orang-orang yang suka membuat gossip. Bahwa mereka yang melakukan hal demikian sebenarnya tidak bersih juga di dalam dirinya. Dengan bahasa alegoris Yesus berkata: “Mengapa engkau melihat selumbar di mata saudaramu, sedangkan balok di dalam matamu tidak engkau ketahui?” (Mat 7:3). Yesus mengkorfirmasi bahwa mereka juga memiliki kesalahan, kekurangan, kelemahan, dan dosa. Namun, mereka tidak membicarakannya. Mereka sibuk mencari-cari kesalahan dan hal-hal negatif yang ada pada orang lain. Mereka menganggap diri lebih bersih dari orang lain. Mereka lupa bahwa ternyata di dalam diri mereka ada borok dan ngengat yang mungkin saja lebih kotor dan bau.

 

Hal menarik yang disampaikan Yesus adalah tentang hukum karma. Ukuran yang dipakai oleh para penggosip, akan dipakai juga oleh orang lain untuk melakukan hal yang sama kepada mereka. Semacam ada balas dendam. Gossip melahirkan gossip.  Yesus sudah mengantisipasi hal buruk yang akan terjadi. Meter yang sama akan dikenakan juga bagi mereka. Ini sebagai akibat atau hukuman bagi orang-orang yang suka menghakimi atau membuat gossip. Walaupun tidak secara eksplisit dijelaskan, tetapi dengan perbuatan gossip, pasti akan menimbulkan hal-hal buruk di kemudian hari. Situasi hidup menjadi tidak aman dan akan terjadi konflik. Ini yang mengancam rasa persatuan dan persaudaraan di antara masyarakat. Oleh karena itu, Yesus melarang dengan keras supaya orang-orang jangan suka menghakimi atau membuat gossip tentang sesamanya.

 

Perbuatan gossip tetap abadi hingga dengan situasi kita sekarang ini. Di tempat dan waktu kapan saja, kita bisa menyaksikan ada orang yang suka melakukan gossip. Apalagi ketika gosipnya ditanggapi dengan antusias, diberi bumbu lebih enak, pasti akan terus semakin enak rasa gosipnya. Di tempat kerja misalnya, ada rekan kerja yang memiliki hobi membuat gossip. Setiap hari ada saja materi gossip yang disiapkan dan dibedah bersama orang-orang yang mempunyai kecenderungan yang sama. Biasanya motif melakukan gossip itu karena merasa tidak nyaman dengan orang lain. Bisa juga timbul rasa iri hati karena orang lain memiliki sesuatu yang lebih. Susah melihat orang senang dan senang melihat orang susah. Perbuatan gossip itu tidak memiliki nilai positif. Hanya ada nilai mudarat atau tidak membawa keuntungan di dalamnya. Perbuatan gossip mengancam sendi-sendi kehidupan seperti rasa kebersamaan, persaudaraan, keutuhan dan kekeluargaan.

 

Hendaknya kita semakin menyadari diri bahwa sebagai manusia biasa, kita juga mempunyai pelbagai kelemahan, kekurangan, dan dosa. Dengan kesadaran ini, kita tidak tergoda untuk melakukan penghakiman dengan menceritakan hal-hal buruk atau tidak benar tentang sesama manusia. Justru dengan menyadari kehidupan yang semakin kompleks dewasa ini, kita semakin termotivasi untuk menciptakan kebaikan dan nilai-nilai positif lainnya, minimal di tempat atau lingkungan kita berada. Mari kita  hindari sikap gossip, dengan semakin merekatkan rasa kebersamaan, keutuhan dan persaudaraan. Sehingga dengan demikian, wajah Tuhan yang kita imani, tetap diwartakan sepanjang segala masa. Amin. ***AKD***

Minggu, 06 Juni 2021

Berkat Yang Mengiringi Penderitaan

Mat 5:1-12

 

Dalam banyak pengalaman pahit dan tidak mengenakan, suasana kebatinan kita tentu ikut terperosok ke level yang paling rendah. Kita merasa sedih, kecewa, sakit hati, dan tidak memiliki semangat hidup. Beruntungnya bahwa kita masih memiliki orang-orang terdekat, anggota keluarga, sahabat, dan kenalan yang tetap memberi hiburan dan dukungan agar kita dapat bangkit, segera move on, untuk menata kembali hidup dan suasana hidup kita. Apa jadinya hidup kita apabila tidak memiliki orang-orang yang senantiasa memberikan support? Ada kemungkinan hidup kita semakin tenggelam. Walaupun memang banyak orang yang merasa kuat dengan kemampuan pribadi yang dimiliki. Namun dengan kehadiran orang lain yang memberikan dukungan, tentu saja kita semakin merasa kuat dan memiliki optimisme hidup.

 

Yesus juga hadir memberikan hiburan dan dukungan kepada orang-orang kecil yang miskin, terpinggirkan dan tertindas dalam bacaan Injil yang kita dengar pada hari ini (Mat 5:1-12). Mereka adalah kelompok masyarakat yang tidak memiliki akses atau kemudahan dalam hidup. Oleh otoritas negara dan elit agama, mereka kerapkali menjadi korban demi kepentingan para elit negara dan agama. Pajak yang tinggi, tuntutan akan barang persembahan di Bait Allah, dan pelbagai aturan agama lainnya yang kaku dan mengikat, adalah contoh sebagian kecil tindakan tidak adil yang dialami oleh masyarakat kelas bawah. Semua itu belum termasuk dengan pelbagai aksi murahan dan tidak terpuji para pemimpin agama yang seringkali merendahkan, menghina, mencela, menganiaya umatnya sendiri, apabila mereka tidak mengikuti apa yang dikehendaki atau diperintahkan oleh para pemimpin agamanya. Maka lengkaplah sudah pengalaman penderitaan dan dukacita yang terjadi atas diri mereka (masyarakat kecil).

 

Kondisi tidak menguntungkan yang dialami oleh masyarakat kelas bawah rupanya memantik sikap empati dan simpati dari Yesus. Oleh karena itu, ketika melihat konsentrasi massa yang membludak untuk mengikuti-Nya, Yesus memanfaatkan moment tersebut untuk menyampaikan hiburan dan dukungan kepada mereka. Bukan sekedar kata-kata kosong dengan apa yang telah disampaikan-Nya. Tetapi Yesus memberi garansi bahwa mereka akan mendapatkan kebahagiaan di dalam nama Allah sendiri. Mereka tidak perlu takut dan cemas karena Allah senantiasa menyertai hidup mereka. Dalam penderitaan dan suasana dukacita yang sementara mereka alami, ternyata terselip juga berkat kebahagiaan dan keselamatan yang mereka terima. Yesus tetap mendorong orang kecil dan tertindas untuk tetap memiliki kemurahan hati, kesucian hati, dan senantiasa memperjuangkan kebenaran Allah. Walaupun mereka mengalami tekanan hidup yang dasyat, hal ini tidak menyurutkan niat mereka untuk menyerap dan mewartakan nilai-nilai yang dikehendaki oleh Yesus.

Inilah ciri khas sikap hidup kristiani yang sungguh luar biasa. Walaupun mengalami kemiskinan, ditindas, dianiaya tetapi tetap merasa bahagia di dalam nama Allah dan setia mewartakan nilai-nilai Kerajaan Allah di tengah dunia. Rasul Paulus dalam suratnya yang kedua kepada jemaat di Korintus (2Kor 1:1-7) menyampaikan ucapan syukurnya kepada Allah karena Allah tetap mendampingi ia dan kawan-kawannya dalam segala penderitaan. Mereka tetap terhibur dan kuat oleh karena Allah tidak pernah meninggalkan mereka. Dan segala hiburan yang mereka terima, senantiasa mereka bagikan juga kepada saudara-saudara mereka yang lain. Dalam penderitaan, ada kekuatan dan hiburan untuk terus melipatgandakan firman dan membawa semakin banyak orang untuk percaya kepada Allah. Ini sebuah gerakan revolusioner rasul Paulus dan kawan-kawannya, yang tidak pernah takut menghadapi penderitaan dan dukacita hidup. Karena mereka percaya bahwa di dalam kegelapan, ada cahaya Tuhan yang selalu menerangi jalan hidup.

 

Seorang ibu mensyeringkan pengalaman penderitaannya ketika ia harus menerima dengan ikhlas berbagai tindakan kekerasan; entah kekerasan verbal, kekerasan psikis maupun kekerasan secara fisik yang dilakukan oleh suaminya. Ia tidak pernah melawan apalagi memberontak. Mulianya, cinta dan perhatian sebagai seorang istri tetap ia berikan walaupun ia terus mendapat perlakuan yang tidak manusiawi. Puncaknya, sang suami memutuskan untuk pergi dari rumah dan memilih untuk tidak kembali lagi. Walaupun mengalami rasa sakit dan kecewa yang dasyat, ia tetap sabar, kuat, dan setia melakoni hidup bersama-sama dengan kedua anaknya yang masih sangat kecil. Ia tetap bekerja seperti biasa menjadi seorang guru yang baik dan professional. Ia merasa kuat dan tetap semangat karena terus diberi hiburan dan dukungan oleh rekan-rekan seprofesinya.  Lebih dari itu, ia percaya kepada kehendak Tuhan yang terjadi atas diri-Nya. Ia tidak pernah menolak realitas hidup memilukan yang dialami. Ia percaya, Tuhan sementara merancang hidup lebih baik dan penuh kebahagiaan yang tidak pernah ia bayangkan atau pikirkan. Ia tetap berserah kepada Tuhan dalam penderitaan dan dukacita hidup yang dialaminya.

 

Sebagai umat beriman, kita juga memiliki pengalaman penderitaan dan dukacita yang berbeda-beda. Mungkin kita pernah mengalami kekurangan secara finansial dalam suatu urusan atau rencana tertentu yang menyebabkan segala harapan dan niat kita menjadi gagal total. Atau bisa juga kita mengalami pengalaman yang tidak enak ketika difitnah, dicemooh, dan ditinggalkan oleh para sahabat dan rekan. Bisa juga kita mengalami rasa sakit karena penyakit tertentu yang tidak pernah kunjung usai. Kita juga bisa merasa sakit psikis oleh karena sikap dan perbuatan orang lain. Dan masih banyak lagi pengalaman penderitaan dan dukacita yang kita rasakan secara pribadi atau bersama-sama dalam keluarga dan komunitas kerja.

 

Hari ini, Tuhan memberikan hiburan dan dukungan agar kita tidak berkecil hati dan mengalami kemerosotan dan kehilangan iman kepada-Nya. Kita adalah orang-orang yang sungguh-sungguh berbahagia di hadapan Allah, yang akan mendapatkan berkat kebaikan dan keselamatan dalam hidup. Kita tetap menaruh kepercayaan total kepada Tuhan, karena kita yakin ada berkat terindah yang mengiringi segala pengalaman penderitaan dan dukacita yang kita alami. Semoga kita terus dan tetap mewartakan sabda Tuhan dalam tugas, karya, serta dalam pengabdian di berbagai lingkup kehidupan karena kita selalu percaya ada rencana Tuhan yang terbaik dalam tiap kesusahan, kegagalan, dan penderitaan hidup yang kita alami. Amin. ***AKD***