Selasa, 27 April 2021

YESUS ROTI HIDUP KITA

Yoh 6:30-35

 

             Orang-orang Yahudi menganggap Musa sebagai tokoh besar dan sangat penting karena ia memainkan peranan kunci di dalam pembebasan bangsa Israel dari perbudakan Mesir. Ia juga yang membentuk identitas bangsa Israel dengan memimpin pengembaraan selama empat puluh tahun di padang gurun dimana Musa telah memberi roti/manna pada saat perjalanan bangsa Yahudi keluar dari tanah Mesir. Mentalitas mereka ini masih melekat ketika berhadapan dengan Yesus. Mereka yang telah makan roti pemberian Yesus dan menjadi kenyang menganggap Yesus sama seperti Musa, maka Dia diminta untuk memberikan roti seperti itu terus. Namun, Yesus mencoba mengarahkan mereka lewat  tanda “Roti” pada pemikiran baru, yaitu roti kehidupan kekal, yang dianugerahkan Allah dalam diri Yesus Putera-Nya untuk memberikan kepenuhan hidup pada dunia. Dan disini orang Yahudi bersungut-sungut, mencibir dan mengejek Dia. Sedang terjadi pertentangan dan perselisihan paham sehingga mereka seakan berada di persimpangan jalan. Mereka tidak mendapat yang mereka cari yaitu : roti dunia dan malahan mereka ditawari roti surga oleh Yesus.

 

     Dalam Injil hari ini Yesus digambarkan sebagai Roti hidup. Gambaran tentang Roti hidup ini untuk mengungkapkan kekayaan Pribadi Yesus yg telah mereka alami. Yesus ingin membuat mereka itu tetap hidup, berkembang dan bersukacita. Jika dahulu di padang gurun ada roti manna yg diberikan kepada orang-orang Israel karena kehausan dan kelaparan, sekarang ada Roti Hidup yg berasal dari Bapa di sorga dan roti itu memberi hidup kepada dunia. Siapa yg datang kepadaNya tidak akan lapar lagi dan siapa yg percaya kepadaNya tidak akan haus lagi. Roti hidup yg mengungkapkan kekayaan Pribadi Yesus ini juga menjadi istilah untuk menyebut “Ekaristi”. Sebab di dalam Ekaristi, Kristus dihadirkan, dipersembahkan dan disantap dan melaluinya kita hidup dan berkembang. Apakah Ekaristi makin membuat aku dihidupi dan disukacitakan oleh hidup, ajaran dan kasih Yesus yg amat kaya itu

 

            Orang banyak di Kapernaum meminta tanda dari Yesus agar mereka bisa percaya kepada-Nya. Mereka menceritakan  bagaimana Musa memberi nenek moyang mereka makan manna di padang gurun yang diafirmasi sebagai pemenuhan janji bahwa mereka diberi makan roti dari surga. Yesus mengatakan bahwa yang memberi roti dari surga bukan Musa melainkan BapaNya  karena roti yang turun dari surga memberi hidup kepada dunia. Lalu mereka berkata “Tuhan berikanlah kami roti itu senantiasa” dan Yesus menjawab ”Akulah roti hidup! Barangsiapa datang kepadaKu, ia tidak akan lapar lagi, dan barangsiapa percaya kepadaKu, ia tidak akan haus lagi”.

 

            Peristiwa turunnya manna dari langit adalah sebuah antisipasi lambang dari turunnya Yesus sebagai Roti Hidup dari surga. Manna itu untuk bertahan hidup dan memperpanjang usia sesaat saja serta  bersifat  fana pada nenek moyang mereka, namun Yesus Sang Roti Hidup itu memberi hidup sejati dan kekal bagi semua. Mukjizat pemberian manna di padang gurun menjadi model utama sebagai acuan mereka  dan mereka menggunakan frase “mereka diberiNya makan roti dari sorga. Dalam kisah injil hari ini penekanan utamanya pada Roti sejati yang hanya diberikan oleh Allah, yang memberikan hidup kepada seluruh dunia, tidak hanya kepada umat Israel. Manna di padang gurun bahkan tidak dapat menyamai hal ini (ayat 32-33), sebab bersifat sementara dan tidak tahan lama.

 

            Sementara itu, orang banyak memahami Yesus secara harfiah dan badani saja, seperti perempuan Samaria dalam kisah yang ada dalam Yoh 4:15 tentang air hidup itu, sehingga mereka meminta Yesus untuk senantiasa memberikan roti itu (ay.35), sama seperti perempuan Samaria juga mengatakan “berikanlah kami senantiasa air itu”. Yesus mengatakan bahwa Dialah roti hidup itu yang menyediakan makanan dan minuman yang tidak akan pernah membuat orang lapar dan haus lagi. Yesus sadar bahwa beberapa orang tidak percaya atau memiliki iman yang tidak utuh (ay. 36). Namun sifat universal mengenai pemberian hidup oleh Allah ditekankan dalam kalimat Yesus tadi “Akulah roti hidup! Barangsiapa datang kepadaKu, ia tidak akan lapar lagi, dan barangsiapa percaya kepadaKu, ia tidak akan haus lagi”. Jadi jelas di sini mau dikatakan bahwa kehendak Allah adalah bahwa semua orang yang percaya kepada Yesus menerima hidup kekal dan akan dibangkitkan pada akhir zaman.

 

            Hari ini penginjil Yohanes ingin mengajak kita semua agar kita tetap berpusat kepada Yesus sebagai Sumber Hidup dan Roti Hidup. Yesus mengecam orang banyak yang hanya mengikuti Dia untuk melihat mukjizat yang dibuat-Nya bahkan sebagian besar dari mereka yang mengikuti Dia hanya untuk mendapatkan makan. Banyak orang pada saat itu ingin percaya kepada Yesus bila Ia membuat tanda-tanda yang dilakukan seperti yang Musa lakukan ketika bangsa Israel di padang gurun dengan memberikan manna. Akan tetapi, mereka hanya melihat hal-hal lahiriah saja yang dapat terindra, padahal Yesus mengatakan bahwa apa yang menurut mereka, dilakukan oleh Musa itu adalah cinta dan kemurahan hati dari Allah sendiri. Ketika mereka mendengar apa yang dikatakan Yesus, mereka tetap tidak melihat Yesus sebagai Roti Hidup melainkan menghambahkan diri pada hal-hal lahiriah yang bersifat sementara.

 

            Sebagai orang beriman yang mengimani Yesus Putra Allah, kita seringkali tidak memusatkan diri kita kepada Sang Roti Hidup. Seringkali kita mengurusi hal-hal lahiriah dan jasmani kita yang justru menjauhkan diri kita dari Yesus. Hari ini Yesus mengajak kita untuk kembali menjadikan-Nya sebagai pusat dengan mengurangi perhatian berlebihan pada hal-hal yang bersifat materiil semata. Itulah yang ingin Yesus sampaikan kepada kita hari ini bahwa Dialah Roti Hidup yang memberikan diri kepada kita. Dialah roti hidup, apabila kita datang kepada-Nya maka kita akan beroleh hidup kekal. Maka tepat sabda Yesus yang berbunyi, “Barangsiapa datang kepada-Ku, ia tidak akan lapar lagi, dan barangsiapa percaya kepada-Ku, ia tidak akan haus lagi,” . Perkataan Yesus ini ingin mengajak kita untuk melihat hal-hal yang lebih rohani dan spiritual ketimbang hal-hal sementara yang memuaskan kedagingan kita. Ini adalah suatu ajakan bagi kita semua dan juga suatu tantangan bagi kita, terutama pada masa pandemi covid 19  ini. Kita tentu harus terus berusaha memfokuskan diri kita kepada hal-hal rohani walaupun saat ini segalanya sungguh terbatas.

 

            Kita sebagai murid-murid Kristus yang percaya dan menerima Yesus sebagai Roti Hidup yang turun dari surga membawa keselamatan yang sama, melalui Ekaristi yang kita rayakan dan kita sambut. Meski masa pandemi covid 19 ini membatasi kita untuk menyambutNya secara sakramental, namun kehadiranNya juga nyata dalam hidup kita. Kita perlu selalu mendisiplinkan hidup rohani kita, keinginan, tindakan dan perilaku kita serta kebijaksanaan kita. Mendisiplinkan hidup rohani dengan berdoa, membaca sabdaNya, serta menghidupinya. Mendisplinkan keinginan, ambisi, dan nafsu kita dengan mengendalikan diri, melatih pertimbangan nalar dan tindakan kita. Mendisplinkan perilaku kita bagaimana berelasi dengan orang lain secara berimbang, bukan hanya berlaku sebagai parasit saja. Semua hal itu penting, karena Yesus menjanjikan keselamatan kepada kita sebagai orang beriman, maka kitapun harus membawa orang lain kepada keselamatan yang sama.  Kita ingin keselamatan itu menjadi nyata dan hadir di antara kita. Semoga Kerajaan hatiNya terwujud nyata dalam hidup dan pelayanan kita kepada sesama sehingga semua orang dapat menyambut Roti Hidup kekal sebagai jaminan keselamatan kita kelak. Semoga.


Senin, 19 April 2021

MENIKMATI MAKANAN YANG DISEDIAKAN ALLAH

yoh 6:22-29

Dalam sebuah kelas pendampingan iman yang anggotanya merupakan para remaja, saya pernah menyuruh mereka untuk secara pribadi menyampaikan salah satu tokoh idola dalam hidup mereka. Dengan sangat antusias masing-masing dari mereka mulai menyebutkan tokoh-tokoh itu. Ada tokoh dari dunia artis seperti Amanda Manopo dan Arya Saloka. Ada tokoh dari dunia olahraga seperti Christiano Ronaldo, Messi, dan sebagainya. Ada juga dari tokoh politik, misalnya Barrack Obama, Joko Widodo, Sri Mulyani, dan lain-lain.

 

Yang cukup mengagetkan ketika salah satu remaja menyampaikan bahwa tokoh idolanya ialah Yesus. Seisi kelas menjadi riuh dan bising karena mengganggap jawaban yang diberikan hanya dagelan atau sebagai bahan candaan semata. Namun saya melihat bahwa sang anak tersebut sangat serius dan tidak terpengaruh dengan cemoohan kawan-kawannya. Saya pun menanyakan mengapa dia memilih Yesus sebagai tokoh idolanya. Dengan diplomatis ia mengatakan bahwa Yesus adalah pedoman dan teladan dalam hidupnya. Ia bisa menjadi seorang anak yang baik karena sering membaca bacaan rohani, mendapat bimbingan dari guru agama dan mendengarkan kotbah pastor. Secara pribadi, saya tidak menyangka sang anak bisa memberikan jawaban seperti itu. Sebenarnya ada juga rasa ragu-ragu dalam hati saya. Tetapi melihat kesungguhannya memberikan jawaban, saya mulai menepis rasa keraguan dan percaya dengan apa yang disampaikan oleh anak itu.

 

Dalam bacaan hari ini (Yoh 6:22-29), Yesus sungguh telah menjadi tokoh idola bagi banyak orang. Kalau kita membawa teks-teks kitab suci sebelumnya, ada beberapa peristiwa penting yang sebenarnya sementara membentuk Yesus menjadi idola baru di tanah Israel. Peristiwa-peristiwa penting itu seperti dua kisah penyembuhan yang dialami oleh anak pegawai istana dan seorang lumpuh di kolam Betesda. Ada juga kisah penggandaan lima roti dan dua ekor ikan. Kisah-kisah mukjizat ini secara otomatis membuat sosok Yesus menjadi terkenal dan dikagumi oleh banyak orang. Yesus tidak hanya menjadi magnet tetapi juga menghipnotis semua orang. Kemana saja Yesus pergi, semua orang juga terus mengikuti-Nya. Walaupun secara rahasia Yesus berangkat ke suatu daerah, tetapi tetap saja dengan pelbagai upaya orang-orang terus mencari-Nya.

 

Yesus menyadari bahwa Diri-Nya sudah menjadi seorang selebriti atau figur publik. Serentak pula, Yesus menunjukkan kecemasan-Nya akan antusiasme artifisial (tidak mendalam) dari khalayak (banyak orang). “Aku berkata kepadamu, sesungguhnya kamu mencari Aku, bukan karena kamu telah melihat tanda-tanda, melainkan karena kamu telah makan roti dan kamu kenyang” (Yoh 6:26). Yesus memberi peringatan sekaligus koreksi bahwa tidak ada tujuan atau niat yang mendalam dari orang-orang yang telah mengikuti-Nya tersebut. Mereka datang hanya karena telah melihat dan merasakan hal-hal lahiriah saja yang ditampilkan oleh Yesus. Mereka belum sampai kepada nilai atau spirit di balik segala hal yang dipebuat Yesus.

 

Ketika orang banyak bertanya: “Apakah yang harus kami perbuat, supaya kami mengerjakan pekerjaan yang dikehendaki Allah?” (Yoh 6:28). Yesus menjawab: “Inilah pekerjaan yang dikehendaki Allah, yaitu hendaklah kamu percaya kepada Dia yang telah diutus Allah” (Yoh 6:29). Yesus mengharapkan agar orang-orang tidak mengikuti dan mencari-Nya karena dilatari oleh hal-hal fisik atau jasmaniah semata. Mereka harus punya kerinduan untuk menikmati makanan rohani. Bukan makanan jasmaniah yang telah membuat mereka menjadi kenyang. Makanan rohani itu adalah sungguh-sungguh percaya kepada Yesus dan melaksanakan apa yang telah disabdakan-Nya kepada mereka. Itulah makanan utama yang harus mereka cari di dalam Yesus. Kalau mereka belum sampai pada level itu, maka sia-sialah makanan jasmaniah yang telah mengenyangkan tetapi tidak sungguh membawa keselamatan kekal dalam hidup.

 

Yesus adalah makanan rohani yang tidak saja memberi kepuasan tetapi juga membawa keselamatan kekal dalam hidup iman kita. Banyak orang Kristen yang suka mengeluh mengapa doa-doa yang telah mereka panjatkan kepada Allah melalui Yesus terasa sia-sia karena susah sekalih dikabulkan. Padahal mereka sudah berdoa berulang kali dan tidak pernah menyerah. Mereka menginginkan tanda-tanda nyata yang meyakinkan mereka akan campur tangan Allah dalam hidup. Mereka tidak mau ditimpa kesusahan, kemalangan, sakit, dan penderitaan yang berkepanjangan. Bagi mereka, bebas dari pelbagai tantangan dan keterpurukan hidup adalah konsekuensi logis dari perhatian dan kasih Allah. Kalau penderitaan dan kesakitan itu masih tetap ada, benarkah masih ada Allah?

 

Ada seorang yang sudah saya anggap sebagai pembimbing spiritual pernah mengatakan bahwa jangan pernah berpikir bahwa Allah itu akan selalu membalas setiap hal yang kita inginkan atau kehendaki. Yang perlu kita lakukan adalah tetap percaya dan berserah diri kepada-Nya. Sebenarnya Allah sudah tahu apa yang kita inginkan. Sebelum kita memohon, Allah sudah tahu apa yang sudah mau kita sampaikan. Jadi jangan pernah takut, karena Allah sudah merancang segala hal terbaik dalam hidup kita. Jikalau Ia tidak mengabulkan doa atau permohonan kita, sebenarnya Allah sementara merancang hal terbaik yang tidak pernah kita bayangkan atau pikirkan. Jadi, tetaplah percaya dan jangan pernah ragu sedikit pun imanmu akan Dia.

 

Bagi saya, menikmati makanan rohani yang disediakan Allah (melalui Yesus), tentu tidak hanya percaya dan berserah diri kepada-Nya dalam sebuah sikap kontemplatif. Perlu ada aktualisasi atau perwujudan konkrit dalam setiap tindakan dan perbuatan kasih kepada orang lain. Kehadiran kita harus membawa spirit Yesus bagi siapa saja yang kita jumpai. Kini, kita telah memasuki pekan paskah yang ketiga. Dan Yesus yang bangkit telah menyajikan makanan yang memuaskan lahir dan batin. Mari kita nikmati makanan yang sudah disediakan oleh Allah dengan tidak pernah bosan memberi pelayanan, perhatian dan cinta agar kita sungguh-sungguh diperhitungkan dan diselamatkan dalam kemuliaan kerajaan-Nya yang jaya. Semoga semangat paskah Tuhan tetap bernyala dalam hati kita masing-masing. ***Atanasius KD Labaona***

Senin, 12 April 2021

TUHAN TIDAK PERNAH TIDUR

 

Yoh 3:1-8

Kenangan masa paskah tahun ini (tahun 2021) terasa lain dari biasanya. Bahagia bercampur dukacita. Di saat kita bergembira ria menyambut pesta kebangkitan Tuhan, di moment yang sama ternyata ada sebagian saudara/i kita yang merayakannya dalam suasana duka mendalam. Paskah Tuhan seharusnya melahirkan kegembiraan, sukacita dan semangat baru. Namun itu tidak berlaku bagi sesama saudara/i kita yang terkena dampak banjir bandang dan longsor di beberapa wilayah di Kabupaten Flores Timur dan Lembata. Mereka harus menerima “hadiah” paskah yang terasa pahit dan begitu menyakitkan. Banyak dari mereka yang tidak hanya mengalami kerugian secara materiil yakni kehilangan rumah dan segala isinya, tetapi yang lebih fatal adalah mereka harus kehilangan anggota keluarga untuk selama-lamanya.

 

Yang menjadi pertanyaan polos kita adalah mengapa peristiwa tragis itu harus terjadi? Dan mengapa harus terjadi di malam paskah? Ini semacam sebuah teka-teki yang tidak akan terjawab secara memuaskan dengan kaca mata manusiawi kita. Bahkan dalam pandangan paling suci sekali pun, tidak akan memberi rasa kepuasan dan keadilan bagi kita, terutama bagi mereka yang mengalaminya secara langsung. Terasa begitu sakit dan sungguh pedih.

 

Ada gugatan khusus kepada Tuhan. Mengapa Tuhan, Engkau timpakan beban yang teramat berat sehingga tidak bisa kami pikul. Dosa teramat berat model apakah yang kami lakukan sehingga membuat Engkau begitu murka dan mendorong kami jatuh ke dalam jurang. Kami sudah datang ke bait kudus-Mu setiap hari, setiap minggu dan setiap hari raya. Dan di malam yang sangat spesial lagi kudus, yakni malam paskah, kami baru saja merayakan hari kebangkitan-Mu. Cuma sesaat saja Engkau membiarkan kami larut dalam kebahagiaan bersama para kekasih hati kami. Dan segera setelah itu berganti dengan ratap tangis dan kesedihan yang sungguh mencekam. Dengan kejam, Engkau merenggut mereka dari tangan kami. Dimanakah keadilan-Mu ya Tuhan. Apakah Engkau masih ada di atas sana. Apakah Engkau sudah mati. Ataukah pura-pura mati sehingga tidak bisa menyelamatkan kami semua dari bencana dasyat ini.

 

Sungguh sebuah elegi (ratapan duka) yang tidak terelakkan ketika kita harus mengalami dinamika kehidupan yang tidak bisa kita terima secara manusiawi. Tuhan pun bisa menjadi kambing hitam atau penyebab utama dari semua pengalaman gelap dan tidak mengenakkan. Tetapi apakah benar Tuhan menjadi sumber atau penyebab dari semua pengalaman gelap yang kita alami? Apakah Ia sejahat itu? Mungkin kita seperti si polos Nikodemus yang tidak paham tentang makna kehidupan yang disampaikan oleh Tuhan sendiri dalam firman-Nya. Karena kita memahaminya dari sisi manusiawi semata. Dan bukan dari cara pandang Tuhan.

 

Tuhan memiliki alam pikiran yang berbeda dengan manusia. Kita tidak bisa melihat dan memandang Tuhan dengan cara manusiawi yang terbatas. Kita tidak bisa menggiring Tuhan dalam pikiran kemudian menyetel-Nya seturut kemauan kita. Tidak semudah itu dan tidak dibenarkan demikian. Kita harus sungguh-sunguh merasa intim dengan-Nya agar bisa menembusi segala misteri yang terjadi di sekitar kita. Termasuk dalam peristiwa alam yang meluluhlantakan manusia dan segala isinya yang baru saja lewat di hadapan kita.

 

Seperti Yesus yang membuka cakrawala berpikir Nikodemus yang sempit, Tuhan juga sementara melatih dan menggembleng agar kita mampu melihat semua peristiwa atau kejadian yang tragis dengan tidak menggunakan takaran manusiawi. Segala peristiwa tragis yang terjadi adalah ungkapan simbolik yang hanya bisa dimengerti dalam kaca mata Tuhan. Tuhan mungkin saja tidak menghendaki peristiwa maut itu terjadi (apalagi terjadi di hari pestanya yang meriah) namun bisa juga Ia membiarkan kejadian itu lewat untuk menguji, mendidik, membimbing, dan memoles kita menjadi seorang pribadi yang tangguh dan matang dalam iman kepada-Nya.

 

Memang tidak cukup fair dan adil apabila kita mengatakan demikian. Terlihat tidak memuaskan dan tidak memberi rasa kenyamanan bagi nurani kita. Mengapa hanya sebagian dan bukan seluruhnya saja. Biar semua sama-sama merasakan. Sekali lagi, dapat kita simpulkan bahwa Tuhan bekerja dengan cara dan metodenya tersendiri. Tidak bisa diintervensi oleh siapa pun. Rahasia Tuhan tetaplah menjadi rahasia. Ia akan menjadi terbuka apabila manusia dapat masuk dalam kekuasaan dan penyelenggaraan ilahi-Nya. Dari situlah misi Tuhan akan berhasil untuk menjadikan setiap kita betul-betul teruji dan terbukti sebagai seorang murid yang sejati.

 

Nikodemus pada akhirnya menjadi murid Tuhan yang sejati karena mampu membaca dan menyelami setiap rahasia Tuhan dalam sabda-Nya. Ia semakin yakin dengan imannya kepada Tuhan dengan adanya peristiwa salib yang bukan membawa maut tetapi sebaliknya membawa kebangkitan dan kemenangan. Semoga kita mampu membaca dan menyelami setiap sabda Tuhan yang teraktualisasi dalam aneka pengalaman hidup yang kita alami. Terutama dalam pengalaman yang getir dan menyakitkan bahwa sebenarnya Tuhan tidak pernah tidur. Ia selalu ada bersama dengan kita untuk mensosialisasikan kedasyatakan kuasa-Nya. Serentak pula, Ia tetap melatih, mempromosikan hidup kita dan membiarkan kita terus berkembang dalam kemanusiaan dan iman kita kepada-Nya. Hidup kita semakin terangkat menjadi pribadi yang kuat, bijaksana dan matang dalam menyikapi setiap persoalan yang kita alami di dunia ini. Dan di atas semua itu, kita menjadi murid-Nya yang lebih setia dan militan. Amin. ***Atanasius KD Labaona***