Senin, 18 Januari 2021

NILAI KEMANUSIAAN LEBIH PENTING DARIPADA PERATURAN

Mrk 2:23-28

            Seseorang mempraktikkan ajaran agama untuk mewujudkan kehendak Allah dalam hidupnya. Hal itu bukan untuk meninggikan diri atau pun merendahkan orang lain, sebab tujuan utamanya adalah untuk menyatakan kebaikan bersama dalam kasih karunia Allah. Bagi kaum Farisi, mereka hanya mengutamakan berbagai aturan dalam hukum Taurat. Bagi orang Yahudi, tidak ada hari yang lebih penting daripada hari Sabat. Sabat menjadi hari istimewa dan mendapat perhatian yang khusus karena merupakan salah satu dari sepuluh perintah Allah. Dalam hukum tersebut dijabarkan berbagai aturan secara detail, misalnya, tidak boleh melakukan kegiatan tertentu, mengatur tindakan apa saja yang boleh maupun tidak dilakukan oleh seseorang pada hari Sabat, dan lain sebagainya. Dengan pemahaman tersebut tidak heran jika orang Farisi menegur Yesus karena murid-muridNya berjalan di ladang dan memetik bulir gandum pada hari Sabat, sebab hal itu merupakan sesuatu yang tabu untuk dilakukan pada hari itu (24).

 

            Hidup manusia tidak bisa terlepas dari aturan, di mana saja kita hidup kita akan berhadapan dengan aturan. Tujuan utama peraturan dibuat untuk menciptakan ketenteraman, kedamaian dan kebaikan bersama. Namun,  terkadang di satu sisi banyak orang memiliki cara hidup yang kaku sesuai dengan peraturan melebihi Tuhan. Di sisi yang lain, penegakkan aturan dimanfaatkan untuk kepentingan pribadi dan kelompok. Aturan dibuat dan ditafsirkan untuk kepentingan tertentu sehingga hakikat terdalamnya hilang dan bahkan malah bertentangan dengan kebaikan dan keadilan umum. Yesus dalam Injil-Nya hari ini tampil untuk memberi arti dan makna baru terhadap aturan hukum Sabat sesungguhnya.

 

            Injil hari ini mengisahkan tentang protes yang diajukan orang-orang Farisi kepada para murid yang memetik bulir-bulir gandum pada hari Sabat dalam satu perjalanan bersama Yesus. Orang-orang Farisi yang begitu ketat dengan peraturan hari Sabat menegur Yesus dan mengingatkan bahwa apa yang dilakukan para murid melanggar aturan hari Sabat. Sebetulnya, aturan Sabat yang ditetapkan bertujuan baik yakni agar orang-orang memusatkan perhatiannya pada ibadah dan penghormatan kepada Allah. Enam hari orang dapat bekerja dan melakukan aktivitasnya sendiri dan hanya satu hari dalam sepekan yakni hari Sabat diperuntukkan atau dipersembahkan bagi Tuhan. Aturan hari Sabat jangan menjadi batu sandungan untuk melegalkan pelanggaran terhadap nilai kemanusiaan. Mestinya  aturan Sabat memiliki ruang bebas bagi peristiwa-peristiwa yang tak terhindarkan berkaitan dengan kemanusiaan itu sendiri.

 

            Bagi Yesus, nilai kemanusiaan jauh lebih penting daripada sibuk mengamankan peraturan. Manusia diciptakan Allah jauh sebelum adanya Sabat, karena itu, Hukum Sabat ditetapkan agar hidup manusia lebih terarah kepada Allah. Yesus mengutip dari Kitab Suci bahwa bahkan Daud mengambil perkecualian dari hukum demi pengikut-pengikutnya yang kelaparan (1Sam 21:2-7). Yesus terus mewartakan bahwa Allah menciptakan Sabat bagi manusia, dan bukan manusia untuk hari Sabat. Mereka yang mengikuti Yesus harus menafsirkan seluruh hukum Yahudi dengan hidup menurut semangat hukum Allah, yaitu berbelas kasih. Yesus memberi satu pendekatan baru dan berusaha membebaskan umat dari beban aturan yang membelenggu. Yesus menggugat aturan Sabat karena Ia melihat bahwa aturan yang luhur dan dimaksudkan untuk menjauhkan orang-orang Israel dari kecenderungan menomorduakan Tuhan. Aturan Sabat ditafsirkan secara kaku bahkan dijadikan sebagai senjata ampuh untuk menekan masyarakat agar mereka mendapatkan pengakuan verbal dari masyarakat bahwa merekalah penjaga kemurnian hukum Taurat yang benar. Yesus membiarkan para murid memetik dan memakan bulir gandum pada hari Sabat untuk menunggu reaksi orang-orang Yahudi. Tindakan Yesus ini bukan indikasi bahwa Ia tidak menghargai aturan Sabat, tetapi Ia menantang praktek-praktek aturan Sabat yang melanggar dan tidak menghargai keluhuran martabat manusia. Dengan kata lain, Yeus mengajarkan bahwa nilai manusia, situasi hati dan disposisi batin manusia jauh lebih tinggi untuk diutamakan daripada sekedar mengamankan peraturan.

 

            Hari Sabat hendaknya mendatangkan berkat, bukan menjadi belenggu yang menjerat dan memasung orang. Namun, orang Farisi membuat Sabat menjadi belenggu yang membatasi ruang gerak. Oleh sebab itu, Yesus menunjukkan bahwa Sabat merupakan karunia Allah, yang dirancang sebagai hari istirahat dan hari ibadah. Bila Yesus dan para murid beraktivitas pada hari Sabat, Ia tidak bermaksud melanggar hari Sabat. Ia juga tidak sedang mengajar para murid melawan hukum Sabat. Yesus menjadikan karya-Nya sebagai bukti bahwa Anak Manusia adalah Tuhan atas hari Sabat. Dalam peristiwa makan di ladang gandum, Yesus ingin mengembalikan arti Sabat yang sesungguhnya. Sabat harusnya menjadikan manusia semakin menyadari hakikat diri dan memahami bahwa Allah adalah Empunya hari Sabat. Manusia mesti menjadikan hari Sabat sebagai hari penuh berkat dan membagi berkat itu kepada semua orang. Berkat belas kasih bagi yang sedang sakit, makanan bagi yang lapar, dan pembebasan bagi yang tertindas. Memaknai Sabat sebagai hari penuh berkat berarti menyediakan ruang bagi Allah untuk menyatakan karya-Nya dalam hidup kita, juga ruang bagi kita untuk menumbuhkan kepekaan terhadap sesama.  Sebagaimana program di rumah saja ketika pandemi Covid-19 ini memberikan banyak sekali pengalaman rohani. Salah satu yang mendasar antara lain banyak orang menemukan makna di rumah saja seperti Sabat dalam Injil. Di rumah saja bukan persoalan berhenti bekerja atau berhenti berbuat baik melainkan semakin memacu kita untuk menemukan dan merasakan sapaan Allah secara personal. Orang tidak sibuk dengan pekerjaannya, tetapi mereka mengerti bahwa dalam kebersamaan dengan Allah kita bisa melihat dan melakukan banyak hal baik bagi orang lain. Pada hari Sabat Yesus juga menemukan apa yang dibutuhkan oleh orang-orang yang menderita.

 

            Semoga Sabda Tuhan pada hari ini, menggugah dan mengajak kita sekalian untuk bersikap kritis terhadap cara bertindak kita berkaitan dengan hukum dan peraturan. Sering, demi peraturan kita secara sadar mengorbankan martabat dan kemanusiaan sesama kita. Sering juga tanpa sadar kita mengorbankan sesama demi penegakkan hukum padahal hukum itu ditetapkan untuk kepentingan manusia. Tanpa bermaksud meremehkan segala hukum, kasih jauh lebih bermakna daripada hanya sekedar taat hukum tanpa penghayatan kasih. Kasih yang total kepada manusia jauh lebih bernilai daripada sekedar taat buta tanpa makna terhadap hukum buatan manusia. Semoga kita semakin sadar dan terpanggil untuk menjadikan hukum dan peraturan demi menjamin keadilan dan kepentingan semua orang tanpa kecuali. Semoga...

***Bernard Wadan***

 

 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar