Senin, 25 Januari 2021

DIUTUS MEWARTAKAN KABAR GEMBIRA

 

LUK 10:1-9

            Hari ini Gereja Katolik sejagad memperingati dua orang kudus dari Gereja abad pertama yaitu: St. Timotius dan St. Titus, keduanya berasal dari keluarga kafir yang kemudian beriman kepada Yesus oleh karena pewartaan Paulus. Keduanya kemudian menjadi pengikut dan rekan setia Paulus dalam misi pewarta kabar suka cita Allah. Mereka diberi tugas penting dalam Gereja perdana, keduanya memperoleh kepercayaan untuk memimpin umat  dan ikut ambil bagian dalam tugas pewartaan Paulus dari daerah ke daerah. Lewat kesetiaan dan dedikasi mereka, Gereja perdana dibangun, diperkuat, ditopang dan dibesarkan oleh karena iman mereka kepada Yesus Kristus. Mereka mendapat tugas dan tanggungjawab yang berat lantaran banyak tantangan yang harus dihadapi untuk membimbing kehidupan iman umat. Militansi mereka dalam misi pewartaan menjadikan mereka tetap kokoh dan teguh dalam iman oleh karena kehidupan doa yang teratur.

 

            Dalam Injil yang baru saja kita dengar, Yesus memiliki otoritas dan kuasa penuh untuk memberikan tenaga dan kuasa Ilahi, Ia mengutus ketujuh puluh murid-Nya untuk mewakili Dia dalam kata dan tindakan keselamatan. Ketujuh puluh murid itu memiliki kuasa untuk mengusir setan dan menyembuhkan berbagai penyakit atas nama-Nya. Yesus mengenal orang yang akan Dia panggil dan utus, Ia tidak memanggil orang yang berkelimpahan materi, memiliki status sosial tinggi dan bukan orang cerdik pandai. Yesus bahkan memilih dan memanggil mereka yang sederhana dan bersahaja yang memiliki keterbukaan dan kesiapan hati untuk siap diutus, nyata di sini bahwa kebanyakan dari murid Yesus umumnya dari kalangan yang tidak terpandang. Yesus memilih para murid-Nya dan menegaskan, “Aku mengutus kamu seperti anak domba ke tengah-tengah serigala,” hal ini mau menegaskan bahwa tugas perutusan itu tidak gampang. Banyak tantangan dan perjuangan akan dialami oleh mereka. Yesus juga melarang mereka untuk tidak membawa pundi-pundi, bekal atau kasut. Para murid harus fokus kepada pewartaan tanpa terikat dan tergantung pada materi. Mereka jangan mencemaskan hal-hal duniawi karena Dia sendiri akan menyertai mereka. Dalam Matius 28:20 Yesus mengatakan, “Jangan cemas Aku akan menyertai kamu sampai akhir jaman,” Janji inilah yang menguatkan dan meneguhkan hati para murid sehingga mereka tetap setia dan fokus pada karya pewartaan. Janji Yesus menyertai para murid telah mempertobatkan Paulus dari keberutalannya mengejar dan membunuh para pengikut Kristus, bahkan ia mengalami titk balik pertobatan yang signifikan. Ia kemudian menjadi pewarta yang militan yang mempertobatkan banyak orang dengan kesaksian hidup imannya.

 

            Prioritas dari misi utama Yesus adalah untuk memberitakan Kerajaan Allah dan perintah untuk menyembuhkan orang sakit dan mengusir setan. Para murid diajak untuk menomorsatukan Kehendak Allah lewat pemberitaan Injil dan pembebasan secara real, aktual dan kontekstual. Yesus juga menekankan segi totalitas dimana para murid tidak diijinkan membawa apa-apa dalam perjalanan termasuk bekal agar mereka lebih fokus pada misi pewartaan. Para murid tidak boleh mengandalkan kemampuan diri mereka sendiri tetapi sepenuh hati mengandalkan kekuatan dari Allah dan belas kasih/kemurahan hati orang lain. Yesus mengutus para murid jalan berdua-dua agar mereka saling membantu dan menjadi saksi pewarta kabar keselamatan Allah. Kesaksian mereka harus merujuk dan berpedoman pada kasih dan kebaikan Allah, bukan kesaksian tentang kehebatan dan nama besar mereka, karena kuasa yang mengalir dari mereka bersumber dari kemurahan hati Allah sendiri.

 

            Tugas perutusan tujuh puluh murid Yesus juga menjadi tugas semua umat beriman Kristiani. Panggilan dan perutusan kita di dunia ini adalah memberikan kesaksian tentang pengalaman kita akan Yesus Kristus, yang terwujud dalam hidup dan pekerjaan kita. Seorang beriman Kristiani pertama-tama dipanggil untuk menghadirkan Kerajaan Allah. Tugas dan tanggungjawab yang dipercayakan kepada kita untuk dilakukan adalah bagian dari usaha untuk membangun Kerajaan Allah dan harus selalu menampakkan wajah belas kasih Allah di dunia. Kita diajak untuk aktif menghadirkan Kerajaan Allah dalam pekerjaan dan pelayanan kita. Kita didorong untuk aktif mengupayakan kebaikan dan membawa sebanyak mungkin orang ke jalan keselamatan Allah, bukan menghabiskan seluruh waktu hanya untuk membaca atau menonton kisah-kisah inspiratif yang  tidak mampu diaktualisasikan dalam tugas dan kerja nyata kita. Dalam hal ini, ada gerakan yang mendorong kita untuk melakukan tugas tersebut, dan gerakan itu kita yakini bersumber dan mengalir dari rahmat  Allah yang mendampingi dan memberikan kekuatan kepada kita untuk memberikan kesaksian iman dan kesaksian hidup sebagai murid-murid Yesus dalam mengupayakan kebaikan, keadilan dan kesalamatan di dunia ini. Kita harus aktif membangun Kerajaan Allah di dunia dengan mengupayakan kebaikan-kebaikan bagi Gereja dan masyarakat di sekitar kita. Kita memiliki keyakinan teguh akan Tuhan yang setia mendampingi perjalanan hidup kita, hidup dan pekerjaan kita adalah sebuah kesaksian yang mendatangkan buah-buah kebaikan bagi semua orang.

 

            Bacaan Injil hari ini menginspirasi dan mengajak kita untuk merenungkan arti perutusan kita di dunia ini yang terungkap dalam usaha dan kerja nyata untuk mewartakan Kerajaan Allah. Sebagaimana Paulus tetap berpegang teguh pada keyakinan dasarnya bahwa Tuhanlah pendamping dan pemberi kekuatan dalam pewartaan Injil. Maka sebagai orang beriman, kita juga dipanggil dan diutus dengan aneka talenta dan skill (bakat, kemampuan dan keterampilan) untuk memancarkan kasih Allah kepada sesama lewat tugas dan pekerjaan kita sebagai pegagawai, guru, tukang, petani, tenaga medis, cleaning service, penata taman, tukang masak, dll. Dalam kesempatan semacam ini, kita dapat menunjukkan kualitas pelayanan dan kualitas iman kita secara jujur dan bertanggungjawab, apa pun agama dan kepercayaan kita. Dalam kaca mata iman Kristiani, kita percaya bahwa Kristus adalah jaminan dan pengharapan bagi setiap orang yang mengandalkan Dia sebagai satu-satunya jalan dan keselamatan hidup kita. Semoga semangat St. Timotius dan Titus yang kita rayakan pestanya hari ini, mengubah hidup iman kita untuk menjadikan Kristus sebagai jalan keselamatan kita. Kedua orang kudus ini telah memilih jalan keselamatan yang benar bahkan mereka bersedia memikul tanggung jawab besar yang diberikan Gereja sebagai uskup untuk memelihara dan menguduskan iman umat. Meskipun pekan doa sedunia dengan ujud khusus yang dianjurkan oleh Gereja diberi limit waktu dari tanggal 18-25 Januari 2021 untuk persatuan umat Kristiani, namun tanggungjawab kita sebagai umat beriman tetap memberi porsi yang sama untuk secara konsisten mendoakan persatuan umat Kristiani. Semoga. ***Bernard Wadan***

Senin, 18 Januari 2021

NILAI KEMANUSIAAN LEBIH PENTING DARIPADA PERATURAN

Mrk 2:23-28

            Seseorang mempraktikkan ajaran agama untuk mewujudkan kehendak Allah dalam hidupnya. Hal itu bukan untuk meninggikan diri atau pun merendahkan orang lain, sebab tujuan utamanya adalah untuk menyatakan kebaikan bersama dalam kasih karunia Allah. Bagi kaum Farisi, mereka hanya mengutamakan berbagai aturan dalam hukum Taurat. Bagi orang Yahudi, tidak ada hari yang lebih penting daripada hari Sabat. Sabat menjadi hari istimewa dan mendapat perhatian yang khusus karena merupakan salah satu dari sepuluh perintah Allah. Dalam hukum tersebut dijabarkan berbagai aturan secara detail, misalnya, tidak boleh melakukan kegiatan tertentu, mengatur tindakan apa saja yang boleh maupun tidak dilakukan oleh seseorang pada hari Sabat, dan lain sebagainya. Dengan pemahaman tersebut tidak heran jika orang Farisi menegur Yesus karena murid-muridNya berjalan di ladang dan memetik bulir gandum pada hari Sabat, sebab hal itu merupakan sesuatu yang tabu untuk dilakukan pada hari itu (24).

 

            Hidup manusia tidak bisa terlepas dari aturan, di mana saja kita hidup kita akan berhadapan dengan aturan. Tujuan utama peraturan dibuat untuk menciptakan ketenteraman, kedamaian dan kebaikan bersama. Namun,  terkadang di satu sisi banyak orang memiliki cara hidup yang kaku sesuai dengan peraturan melebihi Tuhan. Di sisi yang lain, penegakkan aturan dimanfaatkan untuk kepentingan pribadi dan kelompok. Aturan dibuat dan ditafsirkan untuk kepentingan tertentu sehingga hakikat terdalamnya hilang dan bahkan malah bertentangan dengan kebaikan dan keadilan umum. Yesus dalam Injil-Nya hari ini tampil untuk memberi arti dan makna baru terhadap aturan hukum Sabat sesungguhnya.

 

            Injil hari ini mengisahkan tentang protes yang diajukan orang-orang Farisi kepada para murid yang memetik bulir-bulir gandum pada hari Sabat dalam satu perjalanan bersama Yesus. Orang-orang Farisi yang begitu ketat dengan peraturan hari Sabat menegur Yesus dan mengingatkan bahwa apa yang dilakukan para murid melanggar aturan hari Sabat. Sebetulnya, aturan Sabat yang ditetapkan bertujuan baik yakni agar orang-orang memusatkan perhatiannya pada ibadah dan penghormatan kepada Allah. Enam hari orang dapat bekerja dan melakukan aktivitasnya sendiri dan hanya satu hari dalam sepekan yakni hari Sabat diperuntukkan atau dipersembahkan bagi Tuhan. Aturan hari Sabat jangan menjadi batu sandungan untuk melegalkan pelanggaran terhadap nilai kemanusiaan. Mestinya  aturan Sabat memiliki ruang bebas bagi peristiwa-peristiwa yang tak terhindarkan berkaitan dengan kemanusiaan itu sendiri.

 

            Bagi Yesus, nilai kemanusiaan jauh lebih penting daripada sibuk mengamankan peraturan. Manusia diciptakan Allah jauh sebelum adanya Sabat, karena itu, Hukum Sabat ditetapkan agar hidup manusia lebih terarah kepada Allah. Yesus mengutip dari Kitab Suci bahwa bahkan Daud mengambil perkecualian dari hukum demi pengikut-pengikutnya yang kelaparan (1Sam 21:2-7). Yesus terus mewartakan bahwa Allah menciptakan Sabat bagi manusia, dan bukan manusia untuk hari Sabat. Mereka yang mengikuti Yesus harus menafsirkan seluruh hukum Yahudi dengan hidup menurut semangat hukum Allah, yaitu berbelas kasih. Yesus memberi satu pendekatan baru dan berusaha membebaskan umat dari beban aturan yang membelenggu. Yesus menggugat aturan Sabat karena Ia melihat bahwa aturan yang luhur dan dimaksudkan untuk menjauhkan orang-orang Israel dari kecenderungan menomorduakan Tuhan. Aturan Sabat ditafsirkan secara kaku bahkan dijadikan sebagai senjata ampuh untuk menekan masyarakat agar mereka mendapatkan pengakuan verbal dari masyarakat bahwa merekalah penjaga kemurnian hukum Taurat yang benar. Yesus membiarkan para murid memetik dan memakan bulir gandum pada hari Sabat untuk menunggu reaksi orang-orang Yahudi. Tindakan Yesus ini bukan indikasi bahwa Ia tidak menghargai aturan Sabat, tetapi Ia menantang praktek-praktek aturan Sabat yang melanggar dan tidak menghargai keluhuran martabat manusia. Dengan kata lain, Yeus mengajarkan bahwa nilai manusia, situasi hati dan disposisi batin manusia jauh lebih tinggi untuk diutamakan daripada sekedar mengamankan peraturan.

 

            Hari Sabat hendaknya mendatangkan berkat, bukan menjadi belenggu yang menjerat dan memasung orang. Namun, orang Farisi membuat Sabat menjadi belenggu yang membatasi ruang gerak. Oleh sebab itu, Yesus menunjukkan bahwa Sabat merupakan karunia Allah, yang dirancang sebagai hari istirahat dan hari ibadah. Bila Yesus dan para murid beraktivitas pada hari Sabat, Ia tidak bermaksud melanggar hari Sabat. Ia juga tidak sedang mengajar para murid melawan hukum Sabat. Yesus menjadikan karya-Nya sebagai bukti bahwa Anak Manusia adalah Tuhan atas hari Sabat. Dalam peristiwa makan di ladang gandum, Yesus ingin mengembalikan arti Sabat yang sesungguhnya. Sabat harusnya menjadikan manusia semakin menyadari hakikat diri dan memahami bahwa Allah adalah Empunya hari Sabat. Manusia mesti menjadikan hari Sabat sebagai hari penuh berkat dan membagi berkat itu kepada semua orang. Berkat belas kasih bagi yang sedang sakit, makanan bagi yang lapar, dan pembebasan bagi yang tertindas. Memaknai Sabat sebagai hari penuh berkat berarti menyediakan ruang bagi Allah untuk menyatakan karya-Nya dalam hidup kita, juga ruang bagi kita untuk menumbuhkan kepekaan terhadap sesama.  Sebagaimana program di rumah saja ketika pandemi Covid-19 ini memberikan banyak sekali pengalaman rohani. Salah satu yang mendasar antara lain banyak orang menemukan makna di rumah saja seperti Sabat dalam Injil. Di rumah saja bukan persoalan berhenti bekerja atau berhenti berbuat baik melainkan semakin memacu kita untuk menemukan dan merasakan sapaan Allah secara personal. Orang tidak sibuk dengan pekerjaannya, tetapi mereka mengerti bahwa dalam kebersamaan dengan Allah kita bisa melihat dan melakukan banyak hal baik bagi orang lain. Pada hari Sabat Yesus juga menemukan apa yang dibutuhkan oleh orang-orang yang menderita.

 

            Semoga Sabda Tuhan pada hari ini, menggugah dan mengajak kita sekalian untuk bersikap kritis terhadap cara bertindak kita berkaitan dengan hukum dan peraturan. Sering, demi peraturan kita secara sadar mengorbankan martabat dan kemanusiaan sesama kita. Sering juga tanpa sadar kita mengorbankan sesama demi penegakkan hukum padahal hukum itu ditetapkan untuk kepentingan manusia. Tanpa bermaksud meremehkan segala hukum, kasih jauh lebih bermakna daripada hanya sekedar taat hukum tanpa penghayatan kasih. Kasih yang total kepada manusia jauh lebih bernilai daripada sekedar taat buta tanpa makna terhadap hukum buatan manusia. Semoga kita semakin sadar dan terpanggil untuk menjadikan hukum dan peraturan demi menjamin keadilan dan kepentingan semua orang tanpa kecuali. Semoga...

***Bernard Wadan***

 

 

Minggu, 10 Januari 2021

PERTOBATAN: PILIHAN YANG MEMBEBASKAN

 

Mrk 1:14-20

Seorang bapak yang saya kenal cukup baik mensyeringkan pengalaman hidup rohaninya. Pada masa-masa awal membina hubungan rumah tangga bersama istrinya, kehidupan rohaninya sangat memprihatinkan. Ia tidak pernah berdoa secara pribadi atau pun secara bersama-sama dengan anggota keluarga. Mengikuti perayaan ekaristi di gereja apalagi. Bahkan dengan logikanya, ia sempat meragukan dan mempertanyakan kehadiran Tuhan dalam hidup manusia. Situasi hidupnya berbanding terbalik dengan kehidupan istrinya yang sangat religius. Istrinya sering mengingatkan dirinya untuk aktif dalam kehidupan rohani dan jangan melupakan Tuhan. Namun, sang bapak ini sering menanggapinya dengan sikap apatis. Kadang-kadang dengan perasaan emosional sehingga berujung terjadinya konflik antara suami dan istri.

 

Situasi mulai berubah pada waktu sang bapak dan istrinya dikaruniai seorang anak perempuan. Tiba-tiba saja, sang bapak mulai aktif mengikuti misa di gereja. Dengan kesadaran pribadi ia mulai berdoa. Tanpa paksaan dari sang istri tercinta. Sang bapak merasa heran dengan perubahan radikal yang terjadi dalam hidupnya. Tetapi dengan penuh keyakinan ia berkata bahwa perubahan yang terjadi dalam hidupnya berkat doa yang begitu tulus dari sang istri. Tuhan menjadikan istrinya sebagai alat untuk menobatkan dirinya.

 

Yesus mulai sungguh-sungguh tampil di muka publik ketika Yohanes ditangkap dan dimasukkan ke dalam penjara oleh raja Herodes (Mrk 1:14). Yesus menyadari bahwa sudah saatnya Ia harus muncul untuk memperkenalkan Diri dan karya keselamatan-Nya kepada segenap makhluk. Yohanes telah membuka jalan dan mempersiapkan kedatangan-Nya dengan menyerukan pertobatan kepada seluruh umat Israel. Dengan segera Yesus mempresentasikan kehadiran-Nya, sembari menguatkan kembali kata pertobatan yang telah lebih dahulu diserukan oleh Yohanes Pembaptis. “Waktunya sudah genap; Kerajaan Allah sudah dekat. Bertobatlah dan percayalah kepada Inji.” (Mrk 1:15)

Ada dua pernyataan menarik yang diucapkan oleh Yesus. Pertama, Kerajaan Allah sudah dekat. Kedua, bertobatlah dan percayalah kepada Injil. Kerajaan Allah sudah dekat merujuk pada kekuasaan Allah yang segera merajai hidup umat manusia. Melalui Yesus, Kerajaan Allah sungguh ditampilkan untuk membawa pertobatan dan keselamatan dalam hidup manusia. Pertobatan berasal dari kata dasar tobat. Tobat memiliki makna perubahan dalam pikiran dan sikap. Perubahan dari suatu situasi atau keadaan yang negatif/jahat menuju kepada situasi atau keadaan yang positif/baik. Pertobatan dalam diri manusia diartikan sebagai sebuah perubahan yang menghantar manusia keluar dari cengkeraman dosa menuju kepada kebebasan sebagai anak-anak terang. Terminologi anak-anak terang adalah anak-anak yang mengkuti kehendak Allah dengan sikap percaya kepada Injil. Inilah inti pewartaan yang didengungkan oleh Yesus agar umat Israel dapat memenuhi kualifikasi untuk masuk dalam kerajaan Allah. Jika tidak, maka orang tetap terkungkung dalam dosanya. Dan selamanya tidak akan mendapat keselamatan dalam kerajaan ilahi.

 

Wujud konkrit dari kampanye pertobatan ditunjukkan oleh Yesus ketika memanggil murid-murid-Nya yang pertama. Ia memanggil dua bersaudara Simon dan Andreas. Kemudian Ia juga mengajak dua bersaudara lainnya yakni anak-anak Zebedeus; Yakobus dan Yohanes. Hal yang sungguh berkesan bagi saya adalah keempat orang ini tanpa banyak berbicara langsung berdiri dan pergi mengikuti Yesus. Mereka pergi meninggalkan keluarga dan kemapanan hidup yang telah mereka raih. Tidak ada rasa keragu-raguan atau pun penyelesalan yang terselip dalam diri mereka. Secara pribadi, Yesus tampak sebagai orang asing bagi keempat orang ini. Namun sepertinya profil Yesus telah menyentak dan menarik mereka untuk lebih dekat lagi dengan diri-Nya. Mungkin sebelumnya mereka telah memiliki referensi tentang sosok Yesus yang luar biasa. Mengenai perkataan dan perbuatan-Nya yang prestisius. Sehingga tanpa ragu-ragu, mereka menjatuhkan pilihan untuk mengikuti Dia. Menjadi penjala ikan itu sudah biasa. Tetapi yang menantang bagi mereka adalah menjadi penjala manusia. “Mari, ikutlah Aku dan kamu akan Kujadikan penjala manusia” (Mrk 1:17). Penjala ikan merupakan suatu pekerjaan yang baru dan sangat asing. Hal ini juga menjadi salah satu alasan mengapa mereka mau mengikuti ajakan Yesus.

Ungkapan substansi pertobatan yang termanifestasi dalam panggilan para murid  pertama mengetengahkan dua aspek. Pertama, undangan Tuhan. Undangan Tuhan kepada empat orang nelayan untuk mengikuti Yesus bersifat sukarela. Tidak wajib. Mereka diberi pilihan bebas untuk mengatakan ya atau tidak. Kedua, jawaban para murid. Pilihan ya tanpa kompromi mengandung pesan bahwa para murid dengan bebas, sukarela, dan tulus mau mengikuti ajakan Yesus untuk meninggalkan pekerjaan “penjala ikan”, menjadi “penjala manusia”. Menjala ikan adalah pekerjaan duniawi yang acapkali membelenggu pribadi manusia untuk menjadi pribadi yang bebas. Pribadi yang mampu mengaktualisasi dirinya untuk melaksanakan kehendak Allah dalam diri sesama. Dan untuk menjadi pribadi yang bebas para nelayan yang dipanggil harus bertransformasi menjadi penjala-penjala manusia yang handal. Empat nelayan yang dipanggil Yesus, secara tidak langsung telah menyatakan dirinya untuk bertobat dan kemudian mengikuti Yesus sebagai murid-Nya. Mereka tidak cukup bertahan pada tataran menjadi penjala ikan. Ada pekerjaan lebih penting dan besar yang sudah disiapkan oleh Yesus bagi mereka untuk “menjala manusia”’, membawa banyak orang kembali ke dalam persekutuan dengan Allah Bapa di sorga.

 

Seperti kepada para murid, undangan Tuhan kepada kita juga bersifat terbuka dan bebas. Sejatinya kita sudah dilahirkan dan ditakdirkan untuk menjadi murid Yesus. Kemudian jati diri itu semakin dipertegas oleh sakramen pembaptisan yang semakin mengukuhkan kita sebagai seorang murid Yesus. Namun meterai suci itu seringkali ternoda oleh sikap atau perilaku yang menancapkan diri kita ke jurang dosa. Hari ini, kita semua dipanggil oleh Yesus untuk bertobat dan semakin percaya kepada Injil-Nya. Hanya dengan demikian kita semua dapat mengalami dan merasakan nuansa Kerajaan Allah di muka dunia. Yesus secara fisik telah tiada sejak 2000-an tahun yang lalu. Dengan percaya kepada Injil-Nya, kita mampu menghidupkan kembali spirit Yesus dalam kehidupan kita sehari-hari. Mari kita mengambil pilihan yang bebas untuk bertobat, percaya kepada Injil Tuhan, dan menjadi penjala manusia dalam tugas dan karya kita di tengah dunia. Semoga. ***Atanasius KD Labaona***