Mat 12:38-42
Ada banyak cara
yang dilakukan oleh manusia untuk mengungkapkan rasa kasih atau cinta kepada orang
lain. Ungkapan kasih atau cinta itu sebagai tanda yang menyatakan kedekatan
sebuah relasi atau hubungan. Ungkapan cinta dengan pelbagai bentuk juga
mempresentasikan tanda ketulusan atau totalitas bagi orang yang sungguh
dikasihi. Seorang ayah atau ibu tidak ragu-ragu memberikan hadiah yang terbaik
bagi anak-anaknya sebagai tanda kasih atau cinta yang tulus. Seorang pria atau
wanita memberikan hadiah terbaik untuk sahabatnya sebagai tanda kasih yang
besar. Hadiah terbaik juga menjadi tanda bagi lenggengnya hubungan sepasang
kekasih. Dan masih banyak hal dilakukan oleh manusia sebagai perwujudan tanda
kasih bagi orang lain. Tanpa sebuah tanda, bisa saja timbul gugatan dan rasa
pesimis akan adanya rasa kasih yang terjalin antar manusia. Tentu orang dapat bertanya-tanya,
apa bukti yang diberikan untuk mewujudkan cinta itu. Memang kehadiran tanda
dalam bentuk yang nyata atau pun tidak nyata menjadi komponen penting untuk
memastikan dalamnya relasi dan kasih yang terbangun.
Kebutuhan akan
adanya sebuah tanda juga menjadi bahan percakapan antara para ahli Taurat,
orang-orang Farisi dan Yesus. Para elit agama Yahudi (ahli Taurat dan orang
Farisi), meminta tanda dari Yesus bukan sebagai tanda cinta. Permintaan tanda
kepada Yesus hanyalah sebuah gugatan atas pelbagai hal tidak lazim dan
fenomenal yang dilakukan Yesus. Melalui kata-kata Yesus yang penuh kuasa,
bahkan dengan terang membawa nama Allah, menimbulkan ketidaknyamanan dan
antipati di kalangan elit agama. Belum lagi ditambah dengan aksi-aksi mukjizat
yang membuat para elit agama semakin terpojok. Dalam hati memang timbul rasa
kagum secara pribadi kepada Yesus. Namun segera berganti dengan amarah dan iri
hati yang dasyat. Mereka takut kehilangan simpati publik dari umat yang mulai
terpengaruh dengan gerakan ilahi Yesus. Kedudukan, jabatan atau kuasa yang
dimiliki mulai terancam dengan kehadiran Yesus.
Dengan demikian
mereka perlu meminta klarifikasi dari Yesus terkait semua hal yang dikatakan
dan dilakukan Yesus. Permintaan untuk melihat tanda dari Yesus merupakan
pertanyaan jebakan. Selain juga bahwa mereka ingin menggugat kuasa ilahi Yesus.
Jawaban Yesus nantinya dapat dipakai oleh mereka untuk menjerat-Nya dalam
sebuah kesalahan. Sepertinya apa yang menjadi harapan mereka tidak tercapai.
Yesus justru merespon permintaan mereka dengan mengatakan hal yang lain. Yesus
menjustifikasi mereka sebagai angkatan bobrok. Angkatan yang jahat dan tidak
setia. Yesus tidak sekedar mengklaim seperti itu. Ada pendasaran yang jelas.
Bahwa sangat naif apabila mereka meminta sebuah tanda dari Yesus sebagai bukti
otoritatif dari segala yang dilakukan-Nya. Dengan melihat, mendengar, dan
meresapi apa yang dibuat Yesus, sebenarnya mereka tidak perlu lagi meminta
tanda dari-Nya. Karena Yesus adalah tanda itu sendiri. Yesus adalah tanda
perwujudan Allah secara langsung. Yesus adalah tanda yang membawa penghiburan
dan keselamatan bagi semua orang. Yesus adalah tanda kuasa agung ilahi yang
menyata di tengah dunia.
Kedegilan hati,
sikap sombong dan egoisme telah menutup jalan bagi mereka untuk mengenali siapa
Yesus. Mereka gagal menangkap tanda ilahi dalam diri Yesus karena merasa diri
lebih hebat dan pintar. Berbeda dengan mereka, Yesus justru memberi apresiasi
kepada orang Niniwe. Bangsa kafir yang tidak mengenal Allah. Tetapi mereka dapat
membaca tanda ilahi yang dibawa oleh Yunus. Berkat pewartaan yang
dikumandangkan oleh nabi Yunus, semua orang Niniwe bertobat. Padahal mereka
tidak mengenal siapa Allah itu sebelumnya. Hal ini berbanding terbalik dengan
sikap orang Israel yang mengklaim diri sebagai bangsa pilihan Allah. Mereka
merasa diri paling dekat dengan Allah namun tidak mampu membaca tanda ilahi
dalam diri Yesus.
Seperti para elit
agama Israel yang gagal paham, seringkali juga kita gagal membaca tanda
kehadiran Tuhan dalam kehidupan sehari-hari. Setiap pengalaman atau peristiwa
yang dihadapi dianggap biasa saja. Kalau pun kita mengalami keberhasilan atau
kebahagiaan tertentu, hal itu dipandang sebagai usaha pribadi. Jarang kita
memahaminya dalam konteks “tanda ilahi”. Dan ketika mengalami pengalaman pahit,
ada kecenderungan untuk menyalahkan diri, orang lain, dan Tuhan. Hal aneh yang
mungkin tidak pernah disadari adalah kita sering meminta sesuatu yang
berlebihan pada Tuhan. Kita memperlakukan Tuhan seperti seorang body guard yang harus menjaga kita
setiap waktu. Kita tidak mau ada tantangan atau hambatan yang terjadi dalam
hidup. Kalau masih ada tantangan atau hambatan timbul keragu-raguan pada Tuhan.
Kita juga acapkali memandang Tuhan seperti superman. Dia yang selalu hadir memenuhi
apa yang kita butuhkan dan inginkan dalam hidup. Kalau apa yang kita harapkan
tidak tercapai, lagi-lagi Tuhan diragukan eksistensi-Nya. Sungguh, Tuhan itu
berada dalam kemahakuasaan-Nya sendiri. Ia tidak pernah bisa dikendalikan oleh
pikiran dan kehendak manusia. Ia jauh melampaui manusia. Namun Ia juga begitu
dekat oleh karena kasih-Nya kepada manusia. Tuhan memang entitas tidak
terbatas. Tetapi dalam ketidakterbatasan-Nya, Ia dapat dirasakan kehadiran-Nya
dalam seluruh pengalaman manusiawi.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar