Minggu, 31 Juli 2022

Kita Menjadi Tanda Tuhan

                                                             Mat 12:38-42

 

Ada banyak cara yang dilakukan oleh manusia untuk mengungkapkan rasa kasih atau cinta kepada orang lain. Ungkapan kasih atau cinta itu sebagai tanda yang menyatakan kedekatan sebuah relasi atau hubungan. Ungkapan cinta dengan pelbagai bentuk juga mempresentasikan tanda ketulusan atau totalitas bagi orang yang sungguh dikasihi. Seorang ayah atau ibu tidak ragu-ragu memberikan hadiah yang terbaik bagi anak-anaknya sebagai tanda kasih atau cinta yang tulus. Seorang pria atau wanita memberikan hadiah terbaik untuk sahabatnya sebagai tanda kasih yang besar. Hadiah terbaik juga menjadi tanda bagi lenggengnya hubungan sepasang kekasih. Dan masih banyak hal dilakukan oleh manusia sebagai perwujudan tanda kasih bagi orang lain. Tanpa sebuah tanda, bisa saja timbul gugatan dan rasa pesimis akan adanya rasa kasih yang terjalin antar manusia. Tentu orang dapat bertanya-tanya, apa bukti yang diberikan untuk mewujudkan cinta itu. Memang kehadiran tanda dalam bentuk yang nyata atau pun tidak nyata menjadi komponen penting untuk memastikan dalamnya relasi dan kasih yang terbangun.

 

Kebutuhan akan adanya sebuah tanda juga menjadi bahan percakapan antara para ahli Taurat, orang-orang Farisi dan Yesus. Para elit agama Yahudi (ahli Taurat dan orang Farisi), meminta tanda dari Yesus bukan sebagai tanda cinta. Permintaan tanda kepada Yesus hanyalah sebuah gugatan atas pelbagai hal tidak lazim dan fenomenal yang dilakukan Yesus. Melalui kata-kata Yesus yang penuh kuasa, bahkan dengan terang membawa nama Allah, menimbulkan ketidaknyamanan dan antipati di kalangan elit agama. Belum lagi ditambah dengan aksi-aksi mukjizat yang membuat para elit agama semakin terpojok. Dalam hati memang timbul rasa kagum secara pribadi kepada Yesus. Namun segera berganti dengan amarah dan iri hati yang dasyat. Mereka takut kehilangan simpati publik dari umat yang mulai terpengaruh dengan gerakan ilahi Yesus. Kedudukan, jabatan atau kuasa yang dimiliki mulai terancam dengan kehadiran Yesus.

 

Dengan demikian mereka perlu meminta klarifikasi dari Yesus terkait semua hal yang dikatakan dan dilakukan Yesus. Permintaan untuk melihat tanda dari Yesus merupakan pertanyaan jebakan. Selain juga bahwa mereka ingin menggugat kuasa ilahi Yesus. Jawaban Yesus nantinya dapat dipakai oleh mereka untuk menjerat-Nya dalam sebuah kesalahan. Sepertinya apa yang menjadi harapan mereka tidak tercapai. Yesus justru merespon permintaan mereka dengan mengatakan hal yang lain. Yesus menjustifikasi mereka sebagai angkatan bobrok. Angkatan yang jahat dan tidak setia. Yesus tidak sekedar mengklaim seperti itu. Ada pendasaran yang jelas. Bahwa sangat naif apabila mereka meminta sebuah tanda dari Yesus sebagai bukti otoritatif dari segala yang dilakukan-Nya. Dengan melihat, mendengar, dan meresapi apa yang dibuat Yesus, sebenarnya mereka tidak perlu lagi meminta tanda dari-Nya. Karena Yesus adalah tanda itu sendiri. Yesus adalah tanda perwujudan Allah secara langsung. Yesus adalah tanda yang membawa penghiburan dan keselamatan bagi semua orang. Yesus adalah tanda kuasa agung ilahi yang menyata di tengah dunia.

 

Kedegilan hati, sikap sombong dan egoisme telah menutup jalan bagi mereka untuk mengenali siapa Yesus. Mereka gagal menangkap tanda ilahi dalam diri Yesus karena merasa diri lebih hebat dan pintar. Berbeda dengan mereka, Yesus justru memberi apresiasi kepada orang Niniwe. Bangsa kafir yang tidak mengenal Allah. Tetapi mereka dapat membaca tanda ilahi yang dibawa oleh Yunus. Berkat pewartaan yang dikumandangkan oleh nabi Yunus, semua orang Niniwe bertobat. Padahal mereka tidak mengenal siapa Allah itu sebelumnya. Hal ini berbanding terbalik dengan sikap orang Israel yang mengklaim diri sebagai bangsa pilihan Allah. Mereka merasa diri paling dekat dengan Allah namun tidak mampu membaca tanda ilahi dalam diri Yesus.

 

Seperti para elit agama Israel yang gagal paham, seringkali juga kita gagal membaca tanda kehadiran Tuhan dalam kehidupan sehari-hari. Setiap pengalaman atau peristiwa yang dihadapi dianggap biasa saja. Kalau pun kita mengalami keberhasilan atau kebahagiaan tertentu, hal itu dipandang sebagai usaha pribadi. Jarang kita memahaminya dalam konteks “tanda ilahi”. Dan ketika mengalami pengalaman pahit, ada kecenderungan untuk menyalahkan diri, orang lain, dan Tuhan. Hal aneh yang mungkin tidak pernah disadari adalah kita sering meminta sesuatu yang berlebihan pada Tuhan. Kita memperlakukan Tuhan seperti seorang body guard yang harus menjaga kita setiap waktu. Kita tidak mau ada tantangan atau hambatan yang terjadi dalam hidup. Kalau masih ada tantangan atau hambatan timbul keragu-raguan pada Tuhan. Kita juga acapkali memandang Tuhan seperti superman. Dia yang selalu hadir memenuhi apa yang kita butuhkan dan inginkan dalam hidup. Kalau apa yang kita harapkan tidak tercapai, lagi-lagi Tuhan diragukan eksistensi-Nya. Sungguh, Tuhan itu berada dalam kemahakuasaan-Nya sendiri. Ia tidak pernah bisa dikendalikan oleh pikiran dan kehendak manusia. Ia jauh melampaui manusia. Namun Ia juga begitu dekat oleh karena kasih-Nya kepada manusia. Tuhan memang entitas tidak terbatas. Tetapi dalam ketidakterbatasan-Nya, Ia dapat dirasakan kehadiran-Nya dalam seluruh pengalaman manusiawi.

Hari ini kita sungguh diteguhkan bahwa Tuhan telah menjadi tanda dalam setiap peristiwa, kejadian, dan pengalaman hidup yang kita alami setiap hari. Entah pengalaman yang biasa-biasa saja, atau pun pengalaman yang penuh lika-liku perjuangan dan pergumulan, pengalaman tentang kegagalan dan keberhasilan, ternyata Tuhan menjadi tanda yang sungguh hidup. Sebagai orang Katolik, setiap pengalaman hidup adalah pengalaman iman yang sementara menguatkan ziarah hidup. Karena di dalam setiap pengalaman yang kita alami, Tuhan sungguh telah menjadi tanda yang membawa kekuatan, penghiburan, dan keselamatan. Semoga kita juga belajar menjadi tanda yang baik bagi orang lain lewat pewartaan, pelayanan, dan dedikasi yang tulus dan total.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar