Mat 25:31-46
Hidup
ini adalah sebuah anugerah. Tuhan melengkapinya dengan pelbagai karunia yang
harus dikembangkan agar mencapai hasil yang maksimal. Tugas manusia adalah
menata dan mengelola dengan baik dan benar semua yang telah dipercayakan Tuhan
kepadanya, agar hidup ini tidak sia-sia, melainkan bermakna. Sikap dan cara ini
sekaligus menjadi satu bentuk nyata pertanggungjawaban manusia kepada Tuhan,
Sang Pemilik semesta dan Pemberi segala anugerah. Hidup ini memang harus
dipertanggungjawabkan kepada Tuhan. Lalu, bagaimana seharusnya bentuk nyata
pertanggungjawaban itu? (Berjalan Bersama Sang Sabda, 2022, hal.91).
Dalam
bacaan Injil (Mat 25:31-46), dengan terang benderang Yesus membentangkan suatu
kenyataan yang akan dialami manusia pasca hidup di dunia fana ini. Manusia akan
datang dan mengalami suatu pengalaman ilahi yakni bertemu dengan Tuhan, Sang
Pencipta-Nya. Pada saat yang krusial tersebut, nasib terakhir bagi manusia
untuk mengalami keselamatan atau tidak segera ditentukan. Tuhan Yang boleh
mendapat keselamatan dikategorikan dalam kelompok domba. Sebaliknya, yang tidak
mendapat keselamatan diklasifikasikan ke dalam kelompok kambing.
Menarik
menyimak apa yang dikatakan oleh Yesus. Bahwa hak memperoleh keselamatan atau
tidak sebenarnya ditentukan oleh hidup manusia sendiri tatkala ia masih berada
di atas dunia. Hidup itu ibarat menggarap sebuah ladang. Apabila manusia
menanam benih padi, maka pada saatnya ia akan memanen bulir padi yang
berlimpah. Namun, apabila ia menabur biji ilalang, maka pada gilirannya ia akan
menuai ilalang. Ungkapan simbolik di atas mau menandaskan keselamatan itu tidak
otomatis didapatkan manusia. Keselamatan itu harus diperjuangkan. Bagaimana
memperjuangkannya?
Tentu
dengan melakukan banyak hal yang positif. Dan hal yang positif itu selaras
dengan kehendak Tuhan sendiri. Secara eksplisit Yesus menggambarkan hal-hal
praktis yang bisa dilakukan manusia dalam hidupnya. “Ketika Aku lapar, kamu
memberi Aku makan; ketika Aku haus, kamu memberi Aku minum; ketika Aku seorang
asing, kamu memberi Aku tumpangan; ketika Aku telanjang, kamu memberi Aku
pakaian; ketika Aku sakit, kamu melawat Aku; ketika Aku di dalam penjara, kamu
mengunjungi Aku” (Mat (25:35-36). Kemudian Yesus mengunci kata-kata-Nya ini
dengan berkata: “Sesungguhnya segala sesuatu yang kamu lakukan untuk salah
seorang dari saudara-Ku yang paling hina ini, kamu telah melakukannya untuk
Aku” (Mat 25:40).
Aku
yang dimaksud oleh Yesus adalah pengejawantaan Diri-Nya atau Diri Allah dalam
setiap diri manusia yang lemah, sakit, tersingkir, atau terabaikan. Suatu
kenyataan atau realitas yang jamak kita temui dalam kehidupan sehari-hari. Kita
tidak perlu mencari mereka sampai ke ujung dunia. Karena mereka begitu dekat
dan tampak jelas di dalam kehidupan kita. Menjadi soal apabila kita tidak
melihat mereka sebagai representasi Allah sendiri. Lebih parah lagi, kita
seakan tidak peduli, bahkan dengan sadar semakin memojokkan mereka dari
kehidupan sosial.
Hari
ini Yesus mau mengatakan dua hal kepada kita. Pertama, Ia dan Bapa-Nya sungguh
hadir secara nyata dalam rupa para sesama yang sedang mengalami sakit,
kesusahan, kesulitan, dan penderitaan. Kedua, garansi keselamatan bagi kita
sebagai orang beriman adalah tatkala kita membuahi iman akan Dia dengan
menunjukkan perhatian dan kepeduliaan bagi semua orang. Terutama bagi mereka
yang dikategorikan sebagai orang kecil. lemah, dan tidak berdaya. Memang sangat
simpel apa yang digariskan oleh Yesus. Namun, acapkali terasa sulit dan jarang
kita lakukan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar