Minggu, 13 Februari 2022

Menjadi Tanda Yang Baik

                                                               Mrk 8:11-13

 

Hari ini kita memperingati dua orang bersaudara yang menjadi orang kudus dalam gereja Katolik. Mereka berdua adalah Santo Sirilus dan Santo Metodius. Sirilus dan Metodius berasal dari Tesalonika, Yunani. Metodius dilahirkan pada tahun 815 dan Sirilus dilahirkan pada tahun 827. Keduanya menjadi imam dan memiliki keinginan kudus yang sama untuk mewartakan iman kristiani. Mereka menjadi misionaris untuk bangsa-bangsa Slavia seperti Moravia, Bohemia, dan Bulgaria. Pada tahun 862, hanya tujuh tahun sebelum kematian St. Sirilus, pangeran Moravia memohon agar para misionaris diutus ke negaranya untuk mewartakan kabar gembira Yesus dan gereja-Nya. pangeran menambahkan satu permohonan lagi yaitu para misionaris tersebut hendaknya berbicara dalam bahasa setempat.

Kedua bersaudara, Sirilus dan Metodius, menawarkan diri untuk menjadi sukarelawan dan diterima. Mereka tahu bahwa mereka akan diminta untuk meninggalkan negeri, bahasa serta kebudayaan mereka demi cinta kepada Yesus. Mereka melakukannya dengan sukacita. Sirilus dan Metodius menciptakan abjad Slavia. Mereka menerjemahkan Kitab Suci dan liturgi Gereja ke dalam bahasa Slavia. Oleh karena jasa mereka, rakyat dapat menerima ajaran kristiani dalam bahasa mereka sendiri. Pada tanggal 31 Desember 1980, Paus Yohanes Paulus II mengangkat Santo Sirilus dan Santo Metodius sebagai pelindung Eropa bersama dengan Santo Benediktus.

Perjuangan dan dedikasi yang mulia dari Santo Sirilus dan Metodius untuk menjadi tanda Kerajaan Allah bagi bangsa Slavia ternyata tidak berjalan mulus. Mereka harus menghadapi pelbagai kritik, kecaman dan perlawanan dari orang-orang Slavia sendiri. Pengalaman nyata yang tidak mengenakan yang dialami oleh Sirilus dan Metodius sejatinya sudah dialami oleh Sang Guru Ilahi mereka yakni Yesus Kristus. Dalam perjalanan sejarahnya di tanah Israel, Yesus sudah memberi banyak tanda yang jelas mengenai siapa Diri-Nya kepada segenap umat Israel. Melalui kata-kata dan perbuatan-Nya yang ajaib, Yesus secara berulangkali menegaskan identitas Diri-Nya kepada mereka (umat Israel). Namun seiring dengan semakin banyak hal menakjubkan yang dibuat-Nya, semakin membuat para lawan-Nya menjadi bingung dan heran. Sikap bingung dan heran ini yang memicu rasa antipati dan sentimen kepada Yesus.

Dengan maksud untuk mencobai Yesus dan mencari titik kesalahan-Nya. para lawan Yesus yang kali ini diwakili oleh orang-orang Farisi meminta sebuah tanda dari Sorga. Tanda dari sorga ini sebagai representasi yang menyatakan keilahian Yesus. Penginjil Markus mencatat bahwa Yesus tidak menjawab apa-apa kepada lawan bicara-Nya. Yesus hanya mengeluh dalam hati-Nya. Kemudian Ia berkata kepada para murid-Nya: “Mengapa angkatan ini meminta tanda? Aku berkata kepadamu, sesungguhnya kepada angkatan ini sekali-kali tidak akan diberi tanda.” Yesus mengungkapkan kekecewaan yang mendalam atas sikap gagal paham yang ditunjukkan oleh orang-orang Farisi. Ia tidak mengerti mengapa orang-orang meminta tanda dari-Nya tentang kuasa yang Ia miliki. Sementara hampir setiap waktu mereka menyaksikan dengan terang benderang peran keilahian Yesus dalam setiap kata-kata dan perbuatan-Nya.

Pada akhirnya, Yesus mengetahui bahwa orang-orang yang meminta tanda dari-Nya, tidak hanya gagal paham namun hati mereka telah menjadi batu alias tidak mau menaruh sikap percaya kepada Diri-Nya. Ketidakpercayaan inilah yang menggiring mereka untuk selalu mencari-cari kesalahan-Nya. Mereka merasa sangat terganggu dan terancam dengan kehadiran Yesus. Karena kehadiran Yesus menciptakan ketidaknyamanan posisi mereka sebagai elit agama. Mereka takut kehilangan simpati publik. Mereka takut pamor atau citra diri mereka menjadi runtuh. Dan segala kemudahan atau kenikmatan yang telah diperoleh selama ini akan lenyap. Oleh karena itu, jalan satu-satunya adalah mencari kesalahan Yesus supaya Ia dapat dijegal.

Mungkin sebagai orang beriman, pertama-tama, kita seringkali menampilkan sikap ragu-ragu dan tidak percaya kepada Tuhan. Kita gampang menyerah manakala menghadapi setiap tantangan dan cobaan dalam hidup. Kita gampang menjadi lemah dan putus asa. Dalam situasi demikian, seringkali kita mempertanyakan kemahakuasaan Tuhan. Kita mulai ragu-ragu dan bahkan tidak percaya dengan Tuhan. Kedua, karena tidak percaya dengan Tuhan maka kita juga gagal menunjukkan diri kita sebagai tanda dari-Nya. Kita masih sibuk dan suka melakukan hal-hal yang tidak berkenan di hadapan Tuhan. Sama seperti orang Farisi, kita gampang menaruh sikap curiga, prasangka, sentimen, atau iri hati kepada sesama.


    Hari ini kita belajar untuk semakin percaya kepada Tuhan. Secara kasat mata kita tidak melihat Diri-Nya. Tetapi kita sungguh yakin bahwa dalam setiap tantangan dan kesulitan yang kita hadapi, Tuhan sementara menyatakan tanda kehadiran Diri-Nya. Dan ini butuh keterbukaan iman untuk menerima dan menjawabi wahyu Tuhan yang hadir dalam pengalaman-pengalaman demikian. Tuhan tidak pernah menyakiti atau membinasakan manusia ciptaan-Nya sendiri. Namun adakalanya Tuhan membutuhkan pengalaman sakit, derita, dan keterpurukan untuk menggembleng manusia menjadi pribadi yang kuat dan matang dalam hidupnya. Semoga dengan menyadari hal demikian, kita semakin memperbaiki diri untuk menjadi tanda yang baik bagi Dia yang kita imani. Menjadi tanda yang baik tidak perlu hal yang muluk-muluk atau luar biasa. Dengan hal-hal sederhana yang membawa kebaikan, penghiburan, kekuatan dan keselamatan bagi orang lain, sebenarnya kita sudah menjadi tanda yang baik Tuhan.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar