Mat
21:23-27
Kata
kuasa menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia berarti kemampuan atau kesanggupan
untuk berbuat sesuatu. Kata kuasa juga menunjuk pada wewenang atas sesuatu.
Atau untuk menentukan sesuatu. Arti lain dari kata kuasa menurut Kamus Besar
Bahasa Indonesia berarti pengaruh yang ada pada seseorang karena jabatannya
atau martabatnya. Dan kuasa juga menerangkan orang yang diberi wewenang.
Menurut catatan refleksi dari Ziarah Batin (Senin/16/12/2013), kata kuasa
disamakan dengan otoritas. Otoritas berasal dari bahasa Latin auctoritas yang berarti kuasa. Kuasa
berasal dari kata augere yang
bermakna menambah atau membuat lebih besar.
Kata
kuasa atau otoritas sejatinya memiliki makna yang positif. Ia bukanlah sebentuk
hak istimewa yang dimiliki seseorang untuk melakukan hal apa saja atau bahkan
menghalalkan segala cara demi mencari keuntungan dan memuaskan kepentingan
pribadi dan kelompok. Kuasa atau wewenang sebenarnya adalah sebuah instrumen
atau sarana bagi seseorang yang memilikinya untuk membawa kebaikan bagi orang
lain. Seseorang dapat menggunakan kuasa yang dipunyai untuk mewartakan
kebaikan. Kuasa sebagai instrumen untuk menumbuhkan, memajukan, dan
memberdayakan kepentingan orang lain. Termasuk juga di dalamnya kepentingan
yang melingkupi diri orang yang memiliki kuasa. Tentu saja kepentingan yang
dimaksud di sini adalah kepentingan yang membawa kebaikan dan kesejahteraan
bagi banyak orang.
Kuasa,
wewenang atau otoritas yang melekat dalam diri seseorang dalam praksisnya tidak
selalu berada di jalur yang aman. Sekalipun kuasa yang dimiliki selalu
diarahkan demi tujuan yang baik atau sesuai dengan asas pemanfaatan yang
diharapkan oleh semua pihak. Tetap saja, ada saja orang atau pihak tertentu
yang merasa terganggu dan tidak nyaman. Ketidaknyamanan yang terjadi bisa saja
dilatari oleh faktor ketidaksukaan, iri hati, merasa tersaingi, dan kemapanan
kepentingan pribadi yang mulai goyah.Orang mulai merasa terancam dengan posisi,
jabatan, dan status yang disandangnya akibat kuasa, wewenang atau otoritas
tertentu yang berseberangan dengan kepentingan dirinya.
Sebagai
contoh kita temukan dalam teks bacaan Injil hari ini. Para elit agama zaman
Yesus yang terdiri dari imam-imam kepala dan tua-tua bangsa Yahudi merasa tidak
nyaman dan terancam dengan kehadiran Yesus. Apalagi tidak saja dengan
kata-kata, tetapi dengan tindakan-Nya yang fenomenal, Yesus berhasil menarik
simpati dan perhatian dari public untuk mengikuti dan percaya kepada-Nya. Para
pemimpin agama melihat dengan terang benderang segala hal luar biasa yang
dilakukan oleh Yesus. Mereka tidak saja takut kehilangan simpati publik, Namun
takut kehilangan kuasa atau otoritas yang dimiliki sebagai pemimpin agama yang
disegani dan dihormati. Efek lebih lanjut, pasti segala kebutuhan, keinginan,
dan kenikmatan yang selama ini diperoleh akan lenyap. Karena mereka merasa akan
dan segera ditinggalkan oleh para loyalis dan umat pada umumnya.
Berangkat
dari ketakutan, kecemasan, dan ketidaknyaman ini, mereka memberanikan diri
untuk mempertanyakan kuasa yang digunakan oleh Yesus. “Dengan kuasa manakah
Engkau melakukan hal-hal itu? Dan siapakah yang memberi kuasa itu kepada-Mu?”
(Mat 21:23). Ini esensi pertanyaan yang provokatif sekaligus menjebak. Para
pemimpin agama berusaha mencari celah dengan memainkan emosi Yesus sehingga
mereka dapat menemukan kesalahan-Nya. Tetapi Yesus sedikit pun tidak
terpancing. Malahan Ia balik menyerang mereka dengan mengajukan pertanyaan.
“Dari manakah baptisan Yohanes? Dari sorga atau dari manusia?” (Mat 21:25).
Yesus berjanji akan memberi jawaban tentang kuasa yang dimilik-Nya namun
sesudah mereka memberi jawab tentang jenis kuasa yang dimiliki oleh Yohanes.
Mereka terkejut dan tidak menyangka akan mendapat pertanyaan yang mematikan
dari Yesus.
Para
pemimpin agama berada di persimpangan jalan pikiran yang buntu. Mau maju ketemu
tebing. Mau mundur masuk jurang. Jikalau mereka mengatakan kuasa Yohanes dari
Allah, dengan sendirinya mereka mengakui kebodohan dan ketidakpercayaan mereka
dengan tidak mau menerima Yohanes. Jika mereka mengatakan dari manusia, mereka
takut akan amukan rakyat yang mengganggap Yohanes sebagai nabi yang diutus
Allah. Pertanyaan Yesus menjadi sebuah serangan balik yang meyakinkan mereka
tidak bisa berbuat apa-apa di hadapan Yesus. Dan kali ini, Yesus berhasil
membuktikan kehebatan-Nya dengan memenangkan momen perdebatan melawan elit
agama.
Namun
intisari atau pokok dari teks bacaan Injil hari ini tentu tidak demikian. Hal
yang ingin digarisbawahi adalah soal kuasa, wewenang, atau otoritas ilahi yang
dimiliki oleh Yesus. Seandainya Yesus tidak memiliki kuasa ilahi, pasti Ia
tidak akan bisa melakukan segala mukjizat lewat kata-kata dan perbuatan. Hanya
dengan kuasa ilahilah, yang memungkinkan Yesus untuk membawa kebaikan dan
keselamatan melalui kata-kata dan perbuatan-Nya yang ajaib. Yesus berani
melawan arus kencang dan sistem yang mapan saat itu, karena Ia memiliki kuasa
Allah untuk memperbaiki pelbagai kuasa duniawi yang telah menyimpang. Yesus
ingin semua orang dari segala lapisan masyarakat yang berbeda - dari masyarakat
kelas bawah sampai kelas atas - menjadi terbuka matanya melihat kuasa ilahi
yang ada dalam diri-Nya. Namun hanya segelintir orang yang mampu menangkap
pancaran kuasa ilahi itu.
Kita
juga, seperti kebanyakan orang, termasuk bersama para pemimpin agama zaman
Yesus, yang seringkali tidak atau kurang mengakui kuasa, wewenang, atau
otoritas ilahi dari Yesus dalam setiap dinamika yang mewarnai hidup. Kita lebih
banyak percaya untuk lebih mengandalkan kuasa, wewenang, atau otoritas pribadi.
Kita merasa diri lebih hebat dan mengklaim mampu menyelesaikan segala persoalan
hidup tanpa intervensi Tuhan. Bisa juga kita mengandalkan kuasa lain selain
kuasa ilahi dari Tuhan. Kita bisa saja mengandalkan kekuatan paranormal dan
lebih percaya dengan dukun atau orang pintar untuk menyelesaikan problem atau
kesukaran hidup yang dialami. Kita tidak yakin dengan kuasa ilahi Yesus karena
tidak sungguh mendekatkan diri kepada-Nya. Kita tidak percaya dengan kehadiran
Yesus dalam setiap perjuangan dan pergulatan hidup yang kita alami. Kita tidak
mau berserah diri kepada Tuhan, karena kita meragukan dan bahkan tidak percaya
dengan otoritas ilahi yang dimiliki-Nya.
Hari
ini Tuhan datang menyapa agar kita segera kembali kepada track yang benar. Hanya kuasa ilahi Tuhanlah yang mampu membawa
kebaikan dan keselamatan hidup yang kekal; baik di dunia maupun akhirat. Jenis
kuasa yang lain mungkin saja bisa membawa kebaikan dan keselamatan. Namun
kebaikan dan keselamatan itu tidak bersifat abadi. Akan ada waktunya kekuatan
itu akan pudar dan hilang bersama berlalunya waktu. Kuasa ilahi Tuhan tidak
mengenal waktu dan ruang. Ia menembus dua dimensi itu dalam hidup manusia.
Semoga kita semakin berbenah diri untuk senantiasa mengandalkan kuasa ilahi
Tuhan dalam seluruh pengalaman, perjuangan, pergulatan, kesulitan, dan
keterpurukan hidup. Bersama Santa Lusia dari Sisilia (Italia) yang pestanya
kita rayakan pada hari ini, mari kita semakin mendekatkan diri kepada Tuhan
dalam masa Adven ini, agar kuasa ilahi-Nya semakin terang menuntun jalan hidup
kita. Selamat memasuki masa Adven pekan ketiga. Tuhan memberkati. ***AKD***